Kasus Sampah Tangsel dan Urgensi Reformasi Tata Kelola di Daerah
Kasus dugaan penyimpangan dalam proyek pengelolaan sampah Kota Tangerang Selatan (Tangsel) senilai Rp75,9 miliar yang saat ini tengah ditangani oleh Kejaksaan Tinggi Banten menarik perhatian publik. Dalam proses penyidikan, seorang ahli tata kelola sampah dari Institut Teknologi Bandung turut diperiksa untuk memberikan pandangan teknis terkait substansi proyek tersebut. Peristiwa ini memberikan kesempatan untuk kembali merefleksikan pentingnya penguatan tata kelola dalam sektor pengelolaan sampah yang selama ini belum sepenuhnya mendapat perhatian strategis.
Pengelolaan sampah bukan sekadar urusan pengangkutan atau pembuangan akhir. Ia merupakan sistem layanan publik yang kompleks dan bersifat lintas sektor. Perencanaan teknis seperti estimasi timbulan sampah, rute pengangkutan, hingga metode pengolahan harus dirancang dengan pendekatan berbasis data dan kebutuhan masyarakat. Namun, keberhasilan teknis tidak cukup apabila tidak ditopang oleh tata kelola yang kuat, transparan, dan akuntabel.
Dalam beberapa kasus, termasuk yang terjadi di beberapa kota besar, kelemahan dalam aspek perencanaan dan pengawasan justru menjadi celah bagi munculnya ketidakefisienan, pemborosan, bahkan potensi penyalahgunaan anggaran. Maka dari itu, pengelolaan sampah harus diposisikan tidak hanya sebagai urusan teknis-operasional, tetapi juga sebagai bagian dari sistem manajemen publik yang memerlukan integritas dan akuntabilitas tinggi.
Kejadian seperti di Tangsel sebaiknya mendorong seluruh pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi internal terhadap pengelolaan sampah masing-masing. Evaluasi tidak hanya mencakup aspek keuangan, tetapi juga teknis, manajerial, dan kelembagaan. Pendekatan tata kelola modern perlu mulai diperkuat, misalnya melalui peningkatan kapasitas perencanaan berbasis data, pelibatan institusi pendidikan tinggi dalam kajian teknis, serta penggunaan sistem informasi digital untuk pengawasan dan pelaporan.
Kelembagaan juga menjadi aspek penting. Beberapa daerah telah mengadopsi model Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) atau unit mandiri dalam pengelolaan persampahan, yang memberikan fleksibilitas operasional dengan tetap menjaga akuntabilitas publik. Ini bisa menjadi contoh baik yang direplikasi, tentunya dengan adaptasi terhadap karakteristik lokal masing-masing wilayah.
Sebagai Konsultan Manajemen Persampahan, Syncore Indonesia memandang bahwa penguatan tata kelola harus menjadi agenda prioritas dalam reformasi sektor persampahan di daerah. Tidak cukup hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga perlu investasi dalam kapasitas kelembagaan, sistem pelaporan kinerja, serta edukasi publik. Kami percaya bahwa tata kelola yang baik akan menciptakan ekosistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan, transparan, dan mampu menjawab tuntutan pelayanan yang semakin kompleks.
Comments (0)