Kolaborasi dan Tata Kelola Jadi Kunci Keberhasilan Pengelolaan Sampah Perkotaan
Kunjungan Direktur Jenderal Cipta Karya, Dewi Chomistriana, ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Mekarrahayu dan Tegallega di Bandung menjadi pengingat penting bahwa pengelolaan sampah saat ini tidak lagi bisa dilakukan dengan cara-cara konvensional. Dua fasilitas ini menjadi bagian dari upaya serius pemerintah dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih terarah, terukur, dan berkelanjutan.
Berbagai inisiatif, termasuk melalui dukungan program seperti Improvement of Solid Waste Management to Support Metropolitan and Regional Cities Project (ISWMP) yang didanai Bank Dunia, menjadi cermin dari komitmen pemerintah untuk memperbaiki kualitas layanan lingkungan, khususnya di wilayah perkotaan yang memiliki tingkat timbulan sampah tinggi. Fasilitas TPST seperti Mekarrahayu dan Tegallega mengadopsi pendekatan refuse-derived fuel (RDF) yang memproses sampah menjadi bahan bakar alternatif. Selain membantu mengurangi beban TPA, pendekatan ini juga mendukung transisi energi dan rehabilitasi lingkungan di kawasan sensitif seperti Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum. Ini selaras dengan kebijakan nasional yang mendorong transformasi sistem persampahan dari model âangkut-buangâ menjadi sistem terintegrasi yang berbasis pengurangan dari sumber dan daur ulang.
Sebagai Konsultan Manajemen Persampahan, Syncore Indonesia memandang bahwa inisiatif seperti ini layak diapresiasi sebagai model praktik baik yang dapat direplikasi di daerah lain, terutama di kota-kota yang menghadapi tekanan populasi dan volume sampah yang terus meningkat. Namun, sebagaimana disampaikan langsung oleh Dirjen Cipta Karya, keberhasilan fasilitas pengelolaan sampah sangat bergantung pada kolaborasi antar pemangku kepentingan, terutama pemerintah daerah dan masyarakat. Tanpa partisipasi aktif dari dua elemen ini, sebaik apapun teknologi dan fasilitas yang dibangun, hasilnya tidak akan optimal.
Tantangan terbesar dalam pengelolaan sampah hari ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan soal sistem dan tata kelola. Pemerintah daerah menjadi aktor kunci dalam membangun sistem ini mulai dari perencanaan, pembiayaan, penyediaan SDM, hingga pengawasan dan pelibatan publik. Fasilitas seperti TPST Mekarrahayu dan Tegallega tentu tidak bisa berdiri sendiri. Keberlanjutan operasionalnya memerlukan kejelasan kelembagaan, manajemen pelayanan yang akuntabel, serta dukungan regulasi daerah yang kuat. Apalagi jika targetnya adalah menjangkau puluhan ribu rumah tangga seperti yang direncanakan di Kota Bandung.
Dalam berbagai pengalaman kami mendampingi pemerintah daerah, masalah utama yang sering muncul adalah kurangnya integrasi antara infrastruktur dan kelembagaan pengelolaan sampah. Banyak infrastruktur dibangun, tetapi tidak dibarengi dengan pembentukan unit pengelola yang kuat dan sumber daya manusia yang memadai. Selain itu, masyarakat sebagai pengguna layanan masih belum terlibat secara optimal, baik dalam pemilahan sampah, pengurangan dari sumber, maupun pemanfaatan kembali sampah organik. Padahal, keterlibatan masyarakat bukan sekadar pelengkap, melainkan salah satu kunci keberhasilan pengelolaan sampah di tingkat lokal.
Dalam konteks replikasi fasilitas RDF atau pengolahan modern lainnya, pemerintah daerah perlu memastikan kesiapan sistem hulu-hilir, termasuk kontrak jangka panjang dengan pihak industri sebagai pengguna akhir bahan bakar alternatif, serta sistem pengawasan internal yang transparan dan dapat dievaluasi secara berkala. Langkah pemerintah pusat melalui pembangunan fasilitas pengelolaan sampah di berbagai daerah tentu perlu diapresiasi. Namun demikian, pengelolaan sampah akan efektif bila dibarengi dengan perencanaan kelembagaan yang matang, pelibatan masyarakat, serta manajemen operasional yang transparan.
Syncore Indonesia percaya bahwa pembangunan sistem persampahan harus bersifat menyeluruh menghubungkan infrastruktur, kelembagaan, pendanaan, edukasi publik, hingga kemitraan jangka panjang dengan sektor swasta. Dengan pendekatan ini, fasilitas seperti TPST Mekarrahayu dan Tegallega tidak hanya menjadi proyek percontohan, tetapi juga menjadi bagian dari solusi nyata bagi kota-kota di Indonesia yang sedang berjuang membangun sistem layanan persampahan yang lebih baik.
Comments (0)