Artikel BLUD.id

Penyusunan Laporan Operasional

Laporan operasional merupakan laporan baru untuk pemerintahan, namun sebenarnya sudah diperkenalkan di PP Nomor 24 Tahun 2005.  Laporan ini menurut paragraf 78 Kerangka Konseptual Nomor 71 Tahun 2010 adalah laporan yang menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan.  Penyusunan laporan operasional diambil dari neraca saldo kode akun 7 dan 8 kemudian menjadi laporan operasional dan jurnal penutup laporan operasional sehingga mendapatkan surplus/defisit-LO.  Unsur yang dicakup secara langsung dalam laporan operasional terdiri dari pendapatan-LO, beban, transfer, dan pos-pos luar biasa.  Masing- masing unsur dapat dijelaskan dalam paragraf 79 Kerangka Konseptual Nomor 71 Tahun 2010 sebagai berikut:  Pendapatan-LO adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. 46 Beban adalah kewajiban pemerintah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Pos Luar Biasa adalah pendapatan luar biasa atau beban luar biasa yang terjadi karena kejadian atau transaksi yang bukan merupakan operasi biasa, tidak diharapkan sering atau rutin terjadi, dan berada di luar kendali atau pengaruh entitas bersangkutan.  Ketiga unsur laporan operasional diatas pada akhirnya akan membentuk surplus/defisit-LO merupakan selisih antara pendapatan-LO dan beban selama satu periode pelaporan.  Setelah diperhitungkan surplus/defisit dari kegiatan non operasional dan pos luar biasa. Contoh format laporan operasional BLUD dapat dilihat sebagai berikut:  

Kendala dalam Pengelolaan Keuangan BLUD

Dalam pengelolaan keuangan BLUD dapat ditemui beberapa kendala yang bersumber dari internal maupun eksternal.  Solusi dari kendala tersebut harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing BLUD, dan peraturan daerahnya.  Tim Syncore BLUD telah merangkum beberapa kendala yang sering dialami oleh UPT dan UPTD dalam pengelolaan keuangan BLUD berdasarkan case study.  Pertama apabila UPT atau UPTD mengalami kendala dalam menyusun pola tarif. Penyusunan pola tarif UPTD yang telah berstatus BLUD dapat dilakukan dengan dasar unit cost untuk selanjutnya disahkan oleh Pemimpin Daerah.  Penggunaan dasar tersebut dilakukan untuk meningkatkan relevansi tarif dengan cost yang dikeluarkan oleh UPTD dalam memberikan layanan.  Namun jika UPT/UPTD belum menyusun pola tarif sendiri, maka UPT/UPTD harus menggunakan pola tarif yang diatur pada Perda.  Kemudian apabila UPT Atau UPTD terkendala dengan SOP Penerimaan dan pencairan anggaran BLUD.  Pembentukan SOP penerimaan dan pencairan anggaran BLUD dapat dilakukan dengan berpedoman ke PPK -BLUD atau dengan mengikuti pelatihan SOP yang diadakan oleh Syncore BLUD.  Berlanjut kendala terakhir yakni bagaimana mekanisme pencairan anggaran BLUD. Yakni melalui pejabat Teknis dan Bendahara Pengeluaran mengajukan SPPD ke Pejabat Keuangan.  Selanjutnya pejabat keuangan akan mengajukan OPD ke Pimpinan BLUD supaya Pejabat Keuangan memperoleh otorisasi untuk membuat PD agar Bendahara Pengeluaran dapat melakukan pembayaran ke pihak ketiga.  Begitulah ketiga kendala dalam pengelolaan keuangan BLUD yang sering kali dialami oleh UPT dan UPTD.

Konsep Dasar Akuntansi Pemerintah

Akuntansi adalah proses identifikasi, pencatatan, pengukuran, pengklasifikasian, pengikhtisaran transaksi dan kejadian keuangan, penyajian laporan, serta penginterpretasian atas hasilnya.  Maksud dari proses identifikasi dan pencatatan dalam akuntansi disini adalah setiap kejadian transaksi keuangan diperlukan adanya pencatatan serta identifikasi pada pos-pos akun mana yang sesuai dengan kejadian transaksinya.  Begitu pula dengan mengklasifikasi transaksi yang dilakukan termasuk dalam bagian pos akun yang mana saja nanti digunakan ketika sudah melakukan pencatatan, pengklasifikasian dan pengikhtisaran transaksi kemudian disajikan dalam bentuk laporan keuangan yang sesuai dengan pedoman atau peraturan-peraturan yang mengatur proses penyusunan laporan keuangan. Akuntansi pemerintah merupakan salah satu metode dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah.  Penyusunan laporan keuangan tersebut diatur dalam peraturan yang berlaku, sehingga menjadi dasar dalam pencatatan setiap transaksi keuangan di setiap instansinya.  Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang keuangan negara tercantum dalam UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dalam undang-undang tersebut mengatur seluruh pendapatan dan belanja negara/daerah.  Dimana dalam ketentuan peraturan tersebut mengamanahkan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual yang dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 tahun. PP 12 Tahun 2019 mengatur proses penyusunan dan penyajian laporan keuangan setiap kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (yang selanjutnya disingkat SKPD).  Sebagai entitas yang melakukan penyusunan laporan keuangan dan kemudian akan dikonsolidasikan menjadi LKPD Sehingga dapat disampaikan kepada Kepala Daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.  Laporan Keuangan yang disusun pemerintah  daerah ini tetap sama seperti yang diatur dalam PP 71 tahun 2010, ada tujuh laporan keuangan.  Sedangkan untuk laporan keuangan SKPD selaku entitas akuntansi disusun dan disajikan oleh kepala SKPD sebanyak lima laporan yang meliputi laporan realisasi anggaran, neraca, laporan operasional, laporan perubahan ekuitas, dan catatan atas laporan keuangan.  Laporan keuangan SKPD diatas merupakan laporan yang diperlukan oleh setiap SKPD pada tiap daerah dimana setiap daerah memiliki SKPD masing-masing. Termasuk dalam hal ini SPKD yang membawahi Badan Layanan Umum Daerah.

Akuntansi Dana Bergulir Pada Badan Layanan Umum Daerah

Pengertian dan Karakteristik Dana Bergulir Dana bergulir pada pemerintah daerah adalah dana yang dialokasikan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Badan Layanan Umum Daerah untuk kegiatan perkuatan modal usaha bagi koperasi, usaha mikro, kecil, menengah dan usaha lainnya yang berada di bawah pembinaan Satuan Kerja yang mempunya tugas dan fungsi terkait. Adapun karakteristik dari dana bergulir adalah sebagai berikut: Dana tersebut merupakan bagian dari keuangan daerah.  Dana tersebut dicantumkan dalam APBD dan laporan keuangan pemerintah daerah.  Dana tersebut harus dimiliki, dikuasai, dikendalikan dan/atau dikelola oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA).  Dana disalurkan/dipinjamkan kepada masyarakat/kelompok masyarakat, ditagih kembali dengan atau tanpa nilai tambah, dan digulirkan kembali kepada masyarakat/kelompok masyarakat (revolving fund).  Ditujukan untuk perkuatan modal koperasi, usaha mikro, kecil, menengah dan usaha lainnya. Pemerintah daerah dapat menarik kembali dana bergulir. Dana yang digulirkan oleh pemerintah daerah dapat ditagih oleh pemerintah daerah, baik untuk dihentikan pergulirannya maupun akan digulirkan kembali kepada masyarakat.  Mekanisme Penyaluran Dana Bergulir oleh BLUD Dana bergulir dapat disalurkan oleh Pemerintah Daerah melalui BLUD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan melalui mekanisme sebagai berikut:  BLUD pengelola dana bergulir mendapat alokasi dana dari APBD yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran (DPA).  BLUD tersebut mengajukan pencairan dana kepada Bendahara Umum Daerah (BUD).  Penyaluran dana dilakukan secara langsung oleh BLUD sesuai ketentuan.  Dana yang disalurkan tersebut merupakan pinjaman yang harus dikembalikan oleh debitur/masyarakat peminjam kepada BLUD pengelola dana bergulir.  BLUD pengelola dana bergulir melakukan pengelolaan dana, pengendalian dan penagihan dana dari masyarakat, menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat/kelompok masyarakat, serta melaporkan dan mempertanggungjawabkan dana tersebut

Faktor Pendorong Pengelolaan BLUD

Pada artikel di website Kementerian Dalam Negeri yang ditayangkan pada tanggal 23 Desember 2013 menjelaskan beberapa keistimewaan yang mendorong banyak unit kerja SKPD terutama di bidang Kesehatan agar menerapkan BLUD sebagai berikut: Fleksibilitas Keistimewaan Khusus Pengawasan yang Lebih Baik dari Otoritas yang Bersangkutan Peningkatan kualitas Pelayanan Publik Pada penjelasan keempat yaitu peningkatan kualitas pelayanan publik, salah satu hal yang mendorongnya adalah Remunerasi. Penjelasan dari artikel-artikel di website Kementerian Dalam Negeri yang disebutkan di dalam Buku Pedoman Penerapan BLUD tertuang juga di dalam Permendagri No 79 Tahun 2018 tentang BLUD. Dalam Permendagri menjelaskan Remunerasi diberikan kepada Pejabat Pengelola dan Pegawai BLUD diberikan remunerasi sesuai dengan tanggung jawab dan Profesionalisme. Remunerasi merupakan imbalan kerja yang diberikan dalam komponen meliputi: Gaji Tunjangan Insentif Bonus Pesangon Dan Pensiun Terdapat beberapa ketentuan remunerasi untuk pejabat keuangan dan pejabat teknis  dimana ditetapkan paling banyak sebesar 90% dari remunerasi pemimpin BLUD. Tujuan adanya remunerasi ini adalah peningkatan kualitas pelayanan publik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum.

Mekanisme Alur Pengeluaran Badan Layanan Umum Daerah

Badan Layanan Umum Daerah atau yang selanjutnya akan disebut sebagai BLUD memiliki mekanisme pola pengelolaan keuangannya sendiri.  Mekanisme pola pengelolaan keuangan BLUD terdiri dari empat alur besar, yaitu alur anggaran (RBA), alur penerimaan (keuangan), alur pengeluaran (keuangan) dan alur akuntansi.  BLUD memiliki fleksibilitas untuk mengelola keuangannya sendiri, artinya semua pendapatan yang diterima oleh masing-masing UPTD dari hasil jasa layanan maupun lainnya bisa langsung digunakan untuk kegiatan operasional BLUD. Dari keempat alur besar mekanisme pola pengelolaan keuangan BLUD diatas yang akan dibahas lebih mendalam dalam artikel ini adalah mekanisme alur pengeluaran di BLUD. Pengeluaran sangat erat kaitannya dengan belanja BLUD, yaitu mekanisme pencatatan semua uang yang berputar di ranah bendahara pengeluaran BLUD. Mulai dari pengajuan permintaan dana untuk belanja, uang yang diterima untuk belanja sampai dengan bukti realisasi belanja BLUD. Alur pengeluaran BLUD dimulai dari pengajuan uang persediaan (UP) pada awal periode akuntansi oleh bendahara pengeluaran BLUD. Setelah UP tersebut disetujui maka selanjutnya akan ada pemindahbukuan dari rekening bank penerimaan ke bank pengeluaran sejumlah penyetujuan dana UP.  Setelah dana UP berada di tangan bendahara pengeluaran kemudian digunakan untuk melakukan belanja baik rutin maupun non rutin BLUD sesuai dengan kebutuhan BLUD. Apabila penggunaan dana sudah mencapai 75% maka bendahara pengeluaran akan mengajukan ganti uang (GU) untuk mengganti uang yang sudah digunakan sesuai dengan bukti kas keluar.  Setelah GU disetujui kemudian bendahara penerimaan akan melakukan pemindahbukuan dari bendahara penerimaan ke bendahara pengeluaran sejumlah total bukti kas keluar yang di SPJ kan untuk dilakukan ganti uang.  Setelah dana GU dipindahbukukan maka total dana yang ada di bendahara pengeluaran akan kembali utuh sejumlah UP, yang kemudian akan digunakan lagi untuk belanja.  Mekanisme GU akan terus berlangsung sampai dengan akhir periode akuntansi. Namun pada saat akhir periode akuntansi akan ada GU nihil, yaitu mekanisme GU namun tidak ada aktifitas pemindahbukuan dana. Selain mekanisme UP dan GU ada pula mekanisme belanja langsung (LS). Mekanisme LS digunakan untuk belanja yang tidak menggunakan dana UP melainkan langsung dari bendahara penerimaan ke pihak ketiga.  Pengajuan SPP LS tetap dilakukan oleh bendahara pengeluaran karena masih dalam ranah pengeluaran. Pembahasan selanjutnya mengenai mekanisme SPP, SPM dan SP2D di dalam alur UP, GU dan LS akan dibahas dalam artikel selanjutnya.  

Jumlah Viewers: 908