Artikel BLUD.id

FLEKSIBILITAS YANG DIMILIKI BLU/BLUD PART 5

FLEKSIBILITAS YANG DIMILIKI BLU/BLUD PART 5 Kerja Sama Berbeda dengan SKPD atau unit kerja, BLUD dapat melakukan kerjasama-kerjasama dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan kerjasama dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan. Prinsip kerjasama ekonomis, efektif, efesien, dan saling menguntungkan. Kerjasama operasional: dilakukan melalui pengelolaan manajemen dan proses operasional secara bersama dengan mitra kerjasama dengan tidak menggunakan barang milik daerah. Dalam hal pemanfaatan barang milik daerah (BMD), dilakukan melalui pendayagunaan dan/atau optimalisasi BMD dengan tidak mengubah status kepemilikan untuk memperoleh pendapatan dan tidak mengurangi kualitas pelayanan umum yang menjadi kewajiban BLUD. Pendapatan yang berasal dari pemanfaatan BMD yang sepenuhnya untuk menyelenggarakan tugas pokok dan fungsi kegiatan BLUD yang bersangkutan. Tata cara kerjasama dengan pihak lain diatur dengan Peraturan Kepala DaerH. Investasi Dapat melakukan investasi jangka pendek sepanjang memberi manfaat bagi peningkatan pendapatan dan pelayanan masyarakat. Tidak mengganggu likuiditas keuangan BLUD dengan tetap memperhatikan rencana pengeluaran. Pengertian investasi jangka pendek merupakan investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 bulan. Bentuk investasi jangka pendek berupa deposito pada bank umum dengan jangka waktu 3 bulan s.d 12 bulan dan/atau yang dapat diperpanjang secara otomatis surat berharga negara jangka pendek. Karakteristik investasi jangka pendek dapat segera diperjualbelikan/dicairkan ditujukan untuk manajemen kas dan instrumen keuangan dengan risiko rendah. Pengelolaan investasi BLUD diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. UNSUR BLUD

FLEKSIBILITAS YANG DIMILIKI BLU/BLUD PART 6

FLEKSIBILITAS YANG DIMILIKI BLU/BLUD PART 6 Remunerasi merupakan imbalan kerja yang diberikan dalam komponen: gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangon, dan/atau pensiun. Ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.  Komponen remunerasi:  a). Gaji yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tetap setiap bulan; b). Tunjangan tetap yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan di luar gaji setiap bulan; c). Insentif yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan diluar gaji; d). Bonus atas prestasi yaitu imbalan kerja berupa uang yang bersifat tambahan pendapatan diluar gaji, tunjangan tetap dan insentif, atas prestasi kerja BLUD yang dapat diberikan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran setelah BLUD memenuhi syarat tertentu; e). Pesangon yaitu imbalan kerja berupa uang santunan purna jabatan sesuai kemampuan keuangan BLUD; dan/atau f). Pensiun yaitu imbalan kerja berupa uang. SiLPA dan Defisit Anggaran. SiLPA BLUD merupakan selisih lebih antara realisasi penerimaan dan pengeluaran BLUD selama 1 tahun anggaran (dihitung berdasarkan laporan realisasi anggaran pada 1 periode anggaran). SiLPA dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya, kecuali atas perintah Kepala Daerah disetorkan sebagian atau seluruhnya ke kasda dengan mempertimbangkan posisi likuiditas dan rencana pengeluaran BLUD. Pemanfaatan SiLPA dalam tahun berikutnya: dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan harus melalui mekanisme APBD. Pemanfaatan SiLPA dalam tahun berikutnya apabila dalam kondisi mendesak dapat dilaksanakan mendahului APBD. Kondisi mendesak yang dimaksud pelayanan dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dan/atau belum cukup anggarannya pada tahun anggaran berjalan dan keperluan mendesak lainnya yang apa bila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemda dan masyarakat. Belanja BLUD yang sumber dananya dari SiLPA BLUD, diintegrasikan/dikonsolidasikan ke dalam RKA SKPD pada akun belanja daerah yang selanjutnya dirinci dalam 1 program, 1 kegiatan, 1 output dan jenis belanja. Dalam hal anggaran BLUD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutupi defisit tersebut antara lain dapat bersumberdari SiLPA tahun anggaran sebelumnya dan penerimaan pinjaman. Rekomendasi penerapan BLUD

Prinsip Tata Kelola yang Penting dan Wajib Dimiliki oleh BLU/BLUD

Salah satu pernyaratan administrasi yang harus dipenuhi BLU/BLUD adalah adanya dokumen Pola Tata Kelola. Dokumen ini menjadi persyaratan karena akan menjadi dasar BLU/BLUD untuk beroperasi. Tata kelola ini dapat pula dikatakan sebagai sebuah peraturan internal yang digunakan untuk mengkontrol seluruh aktivitas internal dari BLU/BLUD itu sendiri. Tata Kelola ini memuat antara lain kelembagaan, prosedur kerja, pengelompokann fungsi, dan pengelolaan sumber daya manusia. Tata kelola yang dimiliki oleh BLU/BLUD harus memperhatikan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, serta independensi.   Transparansi merupakan asas keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan terkait arus informasi sehingga informasi dapat secara langsung diterima oleh pihak yang membutuhkan.   Akuntabilitas merupakan prinsip yang terkait dengan kejelasan fungsi, struktur, dan sistem yang dipercayakan kepada BLU/BLUD agar pelaksanaan pengelollan dapat dipertanggungjawabkan.   Responsibilitas merupakan kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan organisasi terhadap prinsip bisnis yang sehat serta peraturan perundang-undangan.   Independensi merupakan kemandirian dalam mengelolaan organisasi secara profesional tanpa adanya benturan kepentingan, pengaruh dan/atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip bisnis yang sehat.   Seluruh prinsip diatas sangatlah penting bagi BLU/BLUD. Namun, terdapat dua prinsip yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan tata kelola BLU/BLUD. Prinsip tersebut adalah prinsip responsibilitas dan independensi. Prinsip responsibilitas ini menjadi sangat penting dan wajib dimiliki oleh BLU/BLUD karena prinsip inilah yang membedakan BLU/BLUD dengan instansi pemerintahan yang umumnya terkenal lamban merespon permintaan, kebutuhan serta perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi. Maka dari itu, dengan adanya prinsip ini pada BLU/BLUD dapat menjalankan kegiatannya dengan benar-benar memperhatikan kebutuhan masyarakat sehingga tujuan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan umum bagi masyarakat dengan hadirnya BLU/BLUD dapat tercapai. Prinsip yang tidak kalah penting lainnya adalah prinsip independensi. Dalam melaksanakan kegiatannya BLU/BLUD haruslah independen dilihat dari berbagai aspek seperti tidak terpengaruh oleh tekanan politik dan independen dalam pengelolaannya organisasinya. Prinsip ini pada dasarnya menekankan bahwa BLU/BLUD harus menjadi organisasi yang profesional dalam melayani masyarakat.   Sumber: e-Learning Bimtek Keuangan Daerah Ditjen Perimbangan Keuangan-Kementrian Keuangan, Pengantar BLUD http://www.djpk.kemenkeu.go.id/

PENGELOLAAN BARANG PADA BLU & BLUD

Siklus pengadaan atau siklus logistik dalam bentuk barang dan/atau jasa pada umumnya dimulai dari perencanaan/ penganggaran, pengadaan, pendistribusian, penyimpanan, penggunaan, pemeliharaan dan penghapusan yang disertai pertanggungjawaban. Pengadaan barang dan jasa BLU/BLUD dalam menjalankan siklus tersebut dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi dan ekonomis sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Perencanaan pengadaan barang harus didasarkan pada RBA BLU/BLUD yang tercermin dalam APBN maupun APBD karena landasan RBA BLU dilakukan berdasarkan APBN kementerian teknis terkait yang merupakan sumber anggaran BLU, sedangkan BLUD berdasarkan pada APBD. Hal ini dilakukan terutama untuk belanja modal, sehingga keuangan BLU adalah keuangan negara dan keuangan BLUD adalah keuangan daerah. Menurut Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, barang inventaris milik BLU/BLUD dapat dialihkan kepada pihak lain dan/atau dihapuskan berdasarkan pertimbangan ekonomis. Pengalihan inventaris BLU/BLUD kepada pihak lain dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, atau dihibahkan, dan penerimaan hasil penjualan barang inventaris merupakan pendapatan BLU/BLUD. Pengalihan dan/atau penghapusan barang inventaris dilaporkan kepada menteri/pimpinan dan kepala SKPD bersangkutan BLU atau BLUD tidak dapat menghapuskan aset tetap, kecuali atas persetujuan pejabat yang berwenang. Aset tetap yang dimaksud adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari dua belas bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLU/BLUD atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, tidak dijelaskan siapa pejabat yang berwenang memberikan persetujuan pemindahtanganan aset BLU/BLUD. Namun, karena BLU dan BLUD bukan merupakan badan hukum, tetapi merupakan instansi dalam lingkungan pemerintah, ketentuan yang tercantum dalam Pasal 46 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004, tentang Perbendaharaan Negara merupakan petunjuk siapa yang berwenang memberikan persetujuan tersebut. Hal ini dapat pula disimpulkan dari Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005, dimana ditetapkan aset berupa tanah dan bangunan BLU disertifikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia, sedangkan aset berupa tanah dan bangunan BLUD disertifikatkan atas nama Pemerintah Daerah bersangkutan. Selanjutnya, tanah dan bangunan yang tidak digunakan BLU/BLUD untuk penyelenggaraan tugas pokok dan fungsinya, dapat dialihgunakan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD terkait dengan persetujuan Menteri Keuangan untuk BLU dan oleh gubernur, bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya. Penerimaan hasil sebagai akibat penjualan aset tetap merupakan pendapatan BLU atau BLUD. Terhadap ketentuan seharusnya dibedakan aset tetap yang dibeli atas beban APBN atau APBD. Jika aset tetap atas beban APBN, seharusnya merupakan penerimaan PNBP dari kementerian/lembaga yang bersangkutan. Demikian pula bila aset tetap yang pengadaannya berasal dari APBD, seharusnya merupakan PDBP dari provinsi/ kabupaten atau kota terkait. referensi : PP Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

PEMBENTUKAN BLU DAN BLUD SEBAGAI SALAH SATU UPAYA PENINGKATAN PELAYANAN

Berdasarkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, tujuan nasional atau negara adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, mencerdaskan kehidupan bangsa, berkedaulatan rakyat, dan demokratis dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan bangsa. Penyelengaraan tugas-tugas pemerintahan dilaksanakan oleh presiden dalam negara kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk sentralisasi yang berarti seluruh bidang-bidang pemerintahan diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Di sisi lain dikenal pula penyelanggaraan tugas-tugas pemerintahan yang tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat tetapi diselenggarakan oleh pemerintahan daerah dalam bentuk desentralisasi. Desentralisasi dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat serta peningkatan daya saing daerah dengan memerhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan nasional maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bersinergi dalam mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelengaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administrasi. Institusi penyelenggara layanan publik dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk yakni institusi biroraksi umum dengan derajat otonomi yang terbatas atau tidak sama sekali, BLU/D (Badan Layanan Umum/Daerah) sebagai institusi yang semi otonom dan BUMN/D sebagai institusi publik/negara yang benar-benar otonom yang mengelola setiap sumber daya dan pembuat keputusan (full otonom). Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah pada awalnya merupakan satuan kerja biasa di kementeriaan negara (BLU) dan satuan kerja biasa di Pemerintah Daerah (BLUD). Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU/BLUD ada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Pola Keuangan Badan Layanan Umum/ Badan Layanan Umum Daerah diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU/D apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif. Kemudian dapat berubah statusnya menjadi BLU/D setelah diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk status BLU dan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota untuk status BLUD

PENDAPATAN DAN BELANJA BLU ATAU BLUD

Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah pada awalnya merupakan satuan kerja biasa di kementeriaan negara (BLU) dan satuan kerja biasa di Pemerintah Daerah (BLUD). Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU/BLUD ada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Pola Keuangan Badan Layanan Umum/ Badan Layanan Umum Daerah diberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Berikut di bawah ini akan dibahas gambaran umum tentang sumber pendapatan BLU/BLUD dan belanja yang bersumber dari APBN/APBD Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU/BLUD. Penerimaan yang dimaksud adalah penerimaan yang berasal dari otorisasi kredit anggaran kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah, bukan dari kegiatan pembiayaanAPBN/APBD. Demikian pula pendapatan yang bersumber dari hasil kerjasama BLU/BLUD dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU/BLUD yang dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU/BLUD sesuai dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA). Sementara itu pendapatan yang diperoleh dari jasa kepada masyarakat dan hibah tidak terkait dengan layanan yang diperoleh dari masyarakat atau dari badan lain, merupakan pendapatan operasional. Pendapatan operasional tersebut dilaporkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) kementerian/lembaga atau penerimaan bukan pajak dari pemerintah daerah. Belanja BLU/BLUD terdiri dari unsur biaya yang sesuai dengan struktur biaya yang tertuang dalam RBA definitif, yang pengelolaannya bersifat fleksibel berdasarkan kesetaraan antara volume kegiatan pelayanan dengan jumlah pengeluaran sesuai dengan praktek bisnis yang sehat. Pengertian fleksibilitas pengelolaan belanja berlaku dalam ambang batas sesuai dengan yang ditetapkan dalam RBA, sehingga kalau belanja akan melampaui ambang batas RBA harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Keuangan untuk BLU dan gubernur, bupati/walikota untuk BLUD atas usulan menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. Selanjutnya dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLU dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBN/APBD kepada Menteri Keuangan/PPKD melalui menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya. Belanja BLU/BLUD dilaporkan sebagai belanja barang dan jasa kementerian negara/lembaga/SKPD/ Pemerintah Daerah. Ketentuan tersebut dapat dilihat dalam Pasal 14 dan 15 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU.

Jumlah Viewers: 143