Artikel BLUD.id

Efektifitas Sistem Aplikasi Akuntansi Badan Layanan Umum Daerah

Basis akuntansi penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi instansi yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU/BLUD) telah mengalami perubahan, menyesuaikan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 13 tentang Penyajian Laporan Keuangan Badan Layanan Umum. Sejalan dengan ketentuan tersebut, maka akuntansi untuk penyusunan laporan keuangan BLU/BLUD mengalami perubahan, dari sebelumnya menggunakan basis SAK menjadi SAP. Sesuai PSAP nomor 13, implementasi akuntansi dan pelaporan keuangan menetapkan kedudukan BLU/BLUD sebagai entitas pelaporan. Perubahan ini membawa konsekuensi perlakuan akuntansi dan jumlah komponen laporan keuangan menjadi 7 jenis laporan, terdiri dari: a. Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih; b. Laporan Realisasi Anggaran; c. Laporan Operasional; d. Neraca; e. Laporan Arus Kas; f. Laporan Perubahan Ekuitas; dan g. Catatan atas Laporan Keuangan. Penyajian laporan keuangan BLU/BLUD sebagai entitas pelaporan tersebut di atas berbeda dibandingkan dengan kedudukannya sebagai entitas akuntansi (Satker/SKPD/UPTD) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan kementerian atau laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD). Perbedaan tersebut meliputi aspek pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan, sehingga masih memerlukan rekonsiliasi untuk keperluan konsolidasi meskipun sama-sama menggunakan basis SAP. Berdasarkan PSAP Nomor 11 Paragraf 19 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian, selaku penerima anggaran belanja pemerintah (APBN/APBD), BLU/BLUD adalah entitas akuntansi, yang laporan keuangannya dikonsolidasikan pada entitas pelaporan yang secara organisator membawahinya. Selaku satuan kerja pelayanan berupa Badan, walaupun bukan berbentuk badan hukum yang mengelola kekayaan Negara yang dipisahkan, BLU/BLUD merupakan entitas pelaporan. Pelaporan keuangan tidak terlepas dari sistem akuntansi. Sistem akuntansi adalah serangkaian prosedur baik manual maupun terkomputerisasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,  pengikhtisaran sampai pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan. Dalam hal ini, sistem akuntansi terkomputerisasi dapat lebih mengefisiensi waktu daripada sistem akuntansi manual, dan tentunya akan sangat membantu pelaku penyusun laporan keuangan untuk dapat membuat laporan keuangan dengan waktu yang relatif lebih cepat dibandingkan  menggunakan sistem akuntansi manual. Aplikasi akuntansi BLUD Syncore tersedia untuk Puskesmas/RSUD yang berstatus BLUD untuk membantu dalam penyusunan laporan keuangan yang dapat mengurangi langkah yang biasa dilakukan secara manual, dengan adanya penerapan aplikasi akuntansi BLUD langkah yang perlu dilakukan adalah menganalisis dan menginput transaksi, maka sistem aplikasi akan langsung menyajikan laporan keuangan yang dibutuhkan. sehingga terciptanya efisiensi waktu dan efektifitas kinerja melalui pemanfaatan teknologi di era digital.(Novi)

Dokumen RBA Sesuai Permendagri Nomor 79 Tahun 2018

Setelah ditetapkan sebagai BLUD, maka wajib untuk menyusun Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLUD untuk setiap tahunnya. RBA yang disusun tidak hanya berisi rincian mata anggaran pendapatan dan belanja saja, namun juga memuat beberapa hal lain yang dimuat dalam satu dokumen RBA. Waktu untuk menyusun dokumen RBA sama dengan waktu untuk membuat dan mengajukan RKA. RBA menganut pola anggaran yang fleksible namun tetap diatur dalam ambang batas tertentu. Muatan dokumen RBA untuk BLUD diatur dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 59 yang menyebutkan bahwa muatan RBA meliputi: Ringkasan Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan Meliputi ringkasan nominal anggaran dari jenis pendapatan, belanja dan pembiayaan. Format ringkasan pendapatan, belanja dan pembiayaan sudah terlampir dalam Lampiran Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 seperti gambar berikut ini:                     Rincian Anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan Meliputi rincian nominal anggaran dari jenis pendapatan, belanja dan pembiayaan sesuai dengan yang tersaji di ringkasan diatas. Format rincian pendapatan, belanja dan pembiayaan sudah terlampir dalam Lampiran Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 seperti gambar berikut ini:                                   Perkiraan Harga Merupakan perkiraan atau estimasi harga jual produk barang dan/atau jasa setelah memperhitungkan biaya per satuan dan tingkat margin yang ditentukan seperti tercermin dari tarif layanan. Setelah menjadi BLUD dibolehkan untuk menghitung sendiri tarif layanan yang akan diberikan. Tentunya penghitungan tarif tersebut harus berdasarkan unit cost. Unit cost merupakan penghitungan biaya yang dikeluarkan untuk melakukan suatu tindakan pelayanan. Tentunya tarif yang diajukan harus diatas penghitungan unit cost agar tidak rugi. Selisih lebih antara tarif dan unit cost dapat menjadi laba, sedangkan selisih kurang dapat menjadi kerugian.BLUD masih merupakan bagian dari perangkat daerah, sehingga dalam penentuan tarif pelayanan tersebut harus melibatkan beberapa instansi pemda terkait. Hasil penghitungan tarif tersebut dijadikan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentan tarif pelayan BLUD. Besaran Presentase Ambang Batas Merupakan besaran presentase perubahan anggaran bersumber dari pendapatan operasional yang diperkenankan dan ditentukan dengan mempertimbangkan fluktuasi kegiatan operasional BLUD. Perkiraan maju atau fordward estimate Merupakan penghitungan kebutuhan dana untuk tahun anggaran berikutnya dari tahun yang direncanakan guna memastikan kesinambungan program dan kegiatan yang telah disetujui dan menjadi dasar penyusunan anggaran tahun berikutnya.

Mekanisme PPK-BLUD Dalam Hal Ambang Batas RBA

Dalam pelaksanaan anggaran, BLUD melakukan penatausahaan keuangan paling sedikit memuat: pendapatan dan belanja; penerimaan dan pengeluaran; utang dan piutang; persediaan, aset tetap dan investasi; dan ekuitas. Fleksibilitas badan layanan umum masih terkait dengan anggaran daerah, keterkaitan ini ada di pagu belanja pegawai, barang jasa dan modal. Maksudnya adalah bahwa fleksibilitas badan layanan umum ini tidak bebas merdeka 100%, tetap ada aturan sebab BLU/BLUD ini adalah satker yang hidup di dua alam, masih menjadi milik daerah namun harus menjalankan bisnis yang sehat. BLUD masih menjadi milik daerah berarti harus mengikuti aturan yang sudah ada sebelumnya, sedangkan menjalankan bisnis yang sehat berarti akan menyebabkan peningkatan pelayanan yang akan berdampak kepada adanya surplus/ defisit. Dengan kata lain Fleksibilitas badan layanan umum hanya berada pada Pola Pengelolaan Keuangan yang berbeda. Pengelolaan belanja BLUD diberikan Fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan. Fleksibilitas merupakan belanja yang disesuaikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA dan DPA yang telah ditetapkan secara definitif. Fleksibilitas dapat dilaksanakan terhadap belanja BLUD yang bersumber dari pendapatan BLUD dan hibah tidak terikat. Ambang batas merupakan besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam RBA dan DPA. Dalam hal belanja BLUD melampaui ambang batas terlebih dahulu mendapat persetujuan kepala daerah. Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLUD mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBD kepada PPKD. Besaran presentase ambang batas dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas. Besaran persentase ambang batas memperhitungkan fluktuasi kegiatan operasional, meliputi: kecenderungan/tren selisih anggaran pendapatan BLUD selain APBD tahun berjalan dengan realisasi 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya; dan kecenderungan/tren selisih pendapatan BLUD selain APBD dengan prognosis tahun anggaran berjalan. Besaran presentase ambang batas dicantumkan dalam RBA dan DPA. Pencantuman ambang batas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa catatan yang memberikan informasi besaran presentase ambang batas. Presentase ambang batas merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi, dicapai dan terukur, rasional dan dipertanggungiawabkan. ambang batas digunakan apabila pendapatan BLUD diprediksi melebihi target pendapatan yang telah ditetapkan dalam RBA dan DPA tahun yang dianggarkan.(Elin) Referensi : 1. Penyusunan RBA Menurut Permenkes No. 4 Tahun 2013 2. Batas-batas Tertentu dalam Fleksibilitas Badan Layanan Umum Daerah

Badan Layanan Umum Daerah Siap Terima Pegawai Non PNS

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) memiliki tujuan untuk melayani masyarakat semaksimal mungkin. Pelayanan yang memadai tidak lepas dari kinerja sumber daya manusia yang dimiliki. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik itu perusahaan maupun instansi. Sumber Daya Manusia (SDM) sendiri pada hakikatnya adalah manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu. Menurut Presiden Joko Widodo, SDM Indonesia memiliki kemampuan untuk berkompetisi dengan  negara-negara lain. Hanya saja presiden mengakui bahwa kekuatan ini belum dimaksimalkan potensinya. Banyaknya kekuatan ini dinyatakan sebesar 60% usia produktif masyarakat di Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut sangat memungkinkan dengan penerapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) akan semakin meningkatkan pelayanan masyarakat, karena tenaga yang akan diberdayakan semakin banyak dan berpotensi. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diberikan fleksibilitas dalam hal pengelolaan SDM yaitu diperbolehkan merekrut tenaga kerja yang berasal dari non PNS. Pengangkatan SDM tersebut  tentunya dengan mempertimbangkan sesuai kebutuhan, profesionalitas, kemampuan keuangan dan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis, dan produktif dalam meningkatkan pelayanan. Tenaga kerja yang berasal dari non PNS diberlakukan secara kontrak atau tetap dengan masa jabatan paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali periode masa jabatan berikutnya. Pengangkatan kembali untuk periode masa jabatan berikutnya paling tinggi berusia 60 (enam puluh) tahun. Pengadaan pejabat pengelola dan pegawai yang berasal dari non PNS dilaksanakan sesuai dengan jumlah dan komposisi yang telah disetujui PPKD. Hal-hal lain yang berkaitan dengan sumber daya manusia seperti pengadaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, batas usia, masa kerja, hak, kewajiban dan pemberhentian Pejabat Pengelola dan pegawai yang berasal dari tenaga profesional lainnya diatur dengan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) masing-masing. Dengan memaksimalkan sumber daya manusia yang tersedia, diharapkan dapat bersinergi dengan baik dan menciptakan pelayanan masyrakat yang memadai. Sehingga kesejahteraan masyarakat menjadi meningkat. Referensi : Pengangkatan Pegawai Non PNS Boleh Dilakukan oleh BLUD

Bagaimana Mengukur Kinerja Pada Badan Layanan Umum?

Kinerja merupakan gambaran mengenai bagaimana tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi dimana itu akan tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Oleh karenanya, maka pengukuran dari suatu kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana keberhasilannya. Pengukuran kinerja sendiri didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Pengukuran kinerja ini juga mencakup pengukuran informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan/atau jasa serta kualitas yang ada, hasil kegiatan dengan maksud yang diinginkan dan efektivitas tindakan yang dilakukan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan sekedar kemampuan menunjukkan uang publik dibelanjakan, akan tetapi juga meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Adapun akuntabilitas terdiri dari akuntabilitas program, akuntabilitas kegiatan, dan akuntabilitas keuangan, akuntabilitas kinerja pelayanan publik, akuntabilitas biaya pelayanan publik, dan akuntabilitas laporan pengelolaan keuangan. Untuk itu, diperlukan adanya suatu alat berupa system untuk mengukur bagaimana kinerja sector publik, termasuk juga Badan Layanan Umum. Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Penilaian kinerja keuangan dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 79 Tahun 2018 pasal 18 yaitu diukur paling sedikit meliputi perolehan hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas), memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas), dan kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran. Adapun penilaian kinerja non keuangan dengan mengukur paling sedikit berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran dan pertumbuhan. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment systems bagi karyawan yang menjalankannya. Jika ada system reward and punishment systems, sebagian besar karyawan akan termotivasi untuk menjalankan kinerja dengan sebaik mungkin.(Lintang)

Penyebab Kurangnya Efektivitas dan Efisiensi Implementasi PPK BLU

Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah pusat atau pemerintah daerah dan yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum). Diterapkannya BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Penerapan PPK BLU dengan fleksibilitas pengelolaan keuangan yang diberikan seharusnya dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, namun realitanya penerapan PPK BLU belum dapat optimal sehingga tujuan diterapkannya PPK BLU belum dapat tercapai sepenuhnya. Menurut Budi Waluyo dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, dalam Analisis Permasalahan pada Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, penerapan PPK BLU belum berjalan secara efektif dan efisien dikarenakan tiga kategori penyebab. Penyebab pertama belum efektifnya implementasi PPK BLU adalah karena adanya tarik menarik kepentingan antara pelaku kebijakan yaitu Kementrian Keuangan, Kementerian Teknis, dan Satuan Kerja BLU. Faktor ini antara lain dapat ditunjukkan dengan permasalahan yang terjadi pada  masa transisi, pemanfaatan idle cash, remunerasi, dan pengukur kinerja. Penyebab kedua kurang efektifnya implementasi PPK BLU adalah pada konten PPK BLU yang kurang memperhatikan prinsip fleksibilitas dan kemudahan bagi BLU. Penyebab yang ketiga, sekaligus faktor yang terakhir adalah lingkungan kepemerintahan yang menunjukkan kuatnya kultur birokrasi dalam pengelolaan keuangan dan secara konsisten melaksanakan prosedur keuangan dengan rujukan pada peraturan yang berlaku umum bagi satuan kerja instansi pemerintah. Faktor ini dapat dijelaskan dengan standar biaya dan pencatatan pendapatan dalam bentuk barang. Faktor-faktor tersebut mengakibatkan implementasi PPK BLU belum memberikan manfaat yang efektif dan efisien bagi BLU sendiri maupun untuk  masyarakat. Sehingga, untuk menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi penerapan PPK BLU harus meminimalisir faktor-faktor penyebab diatas. Sumber: https://www.researchgate.net/publication/282606397_ANALISIS_PERMASALAHAN_PADA_IMPLEMENTASI_POLA_PENGELOLAAN_KEUANGAN_BADAN_LAYANAN_UMUM

Jumlah Viewers: 1040