Artikel BLUD.id

Laporan Realisasi Anggaran Badan Layanan Umum

Laporan Realisasi Anggaran BLU menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) BLU paling kurang mencakup pos-pos sebagai berikut: Pendapatan-LRA; Belanja; Surplus/defisit-LRA; Penerimaan pembiayaan; Pengeluaran pembiayaan; Pembiayaan neto; dan Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA/SiKPA). Pendapatan BLU yang dikelola sendiri dan tidak disetor ke Kas Negara/Daerah merupakan pendapatan negara/daerah. Pendapatan-LRA pada BLU diakui pada saat pendapatan kas yang diterima BLU diakui sebagai pendapatan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum Akuntansi pendapatan-LRA dilaksanakan berdasarkan asas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). Dalam hal besaran pengurang terhadap pendapatan22 LRA bruto (biaya) bersifat variabel terhadap pendapatan dimaksud dan tidak dapat dianggarkan terlebih dahulu dikecualikan. Khusus untuk pendapatan dari Kerja Sama Operasi  (KSO), diakui berdasarkan asas neto dengan terlebih dahulu mengeluarkan bagian pendapatan yang merupakan hak mitra KSO. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan LRA BLU tahun berjalan dibukukan sebagai pengurang SiLPA pada BLU penambah SiLPA pada pemerintah pusat/daerah. Penyetoran kas yang berasal dari pendapatan LRA BLU tahun sebelumnya dibukukan sebagai pengurang Saldo Anggaran Lebih pada BLU dan penambah SAL pada pemerintah pusat/pemerintah daerah. Pendapatan-LRA pada BLU diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. Pendapatan-LRA pada BLU merupakan pendapatan bukan pajak. Termasuk pendapatan bukan pajak pada BLU adalah: Pendapatan layanan yang bersumber dari masyarakat; Pendapatan layanan yang bersumber dari entitas akuntansi/entitas pelaporan; Pendapatan hasil kerja sama; Pendapatan yang berasal dari hibah dalam bentuk kas; dan Pendapatan BLU lainnya\ Belanja pada BLU diakui pada saat pengeluaran kas yang dilakukan oleh BLU disahkan oleh unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan umum. Selisih antara pendapatan-LRA dan belanja pada BLU selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit-LRA.(Surya) Referensi : PSAP 13

Bagaimana Menilai Dokumen Administratif Pengajuan Menjadi BLUD?

Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana penilaian tim penilai dalam menilai dokumen yang diajukan oleh calon-calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Untuk menjadi calon Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang perlu disiapkan adalah 7 (enam) dokumen yaitu : Surat Permohonan Menjadi BLUD Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja Surat Bersedia untuk Diaudit Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pola Tata Kelola Laporan Keuangan Pokok (LKP) Rencana Strategi Bisnis (RSB) Ketujuh dokumen tersebut adalah dokumen yang akan dinilai oleh tim penilai. Setiap dokumen memiliki unsur-unsur dalam penilaian sendiri. Penilaian ini didasarkan oleh SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Di dalam peraturan tersebut sudah dijelaskan apa saja unsur yang harus diperhatikan dalam menilai setiap dokumen. Tim Konsultan kami pun melakukan review atas ketujuh dokumen klien didasarkan oleh peraturan tersebut. Di dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008 ini juga menjelaskan bobot tiap unsur penilaian. Nilai bobot dokumen adalah pembobotan terhadap dokumen administratif yang berdasarkan pada tingkat kepentingan dokumen dengan menggunakan CARL yaitu kemampuan untuk mencapainya atau yang disebut dengan Capability, bisa diterima atau Acceptability, dapat diandalkan atau Reliability, dan mengandung daya ungkit yang tinggi atau Leverage. Bobot masing-masing persyaratan administratif ini secara keseluruhan adalah : Surat Kesanggupan Meningkatkan Kinerja sebesar 5% Surat Bersedia untuk Diaudit sebesar 5% Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebesar 20% Pola Tata Kelola sebesar 20% Laporan Keuangan Pokok (LKP) sebesar 20% Rencana Strategi Bisnis (RSB) sebesar 30% Nilai tiap unsur nya dimulai dari angka 0 (nol) hingga angka 10 (sepuluh). Bobot nilai 0 (Nol) menjelaskan bahwa dokumen yang dinlai tidak memenuhi persyaratan yang diajukan atau isinya tidak sesuai dengan dokumen yang bersangkutan. Bobot nilai 10 (sepuluh) menjelaskan bahwa setiap detail isi dari dokumen telah memenuhi persyaratan atau unsur penilaian dan informasi yang diberikan pun saling terkait dengan dokumen yang lain.

Kriteria Penilaian dan Status Badan Layanan Umum Daerah

Artikel kali ini akan membahas lebih dalam lagi mengenai penilaian menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Indikator yang menjadi alat ukur dalam penilaian ini bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari apa yang telah ditetapkan sebagai bahan untuk pengambilan keputusan. Unsur yang dinilai adalah unsur-unsur yang harus tercantum dan merupakan bagian dari dokumen yang dinilai atau dalam kata lain pesyaratan minimal untuk memenuhi dokumen administratif tersebut. Unsur-unsur ini dapat Anda lihat dalam format penilaian yang terdapat di SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ tahun 2008. Nilai setiap unsur yang ada dimulai dengan skala 0 sampai dengan 10. Selain nilai per unsur diatur pula mengenai bobot per unsur nya. Bobot per unsur adalah pembobotan terhadap unsur yang dinilai yang sudah ditentukan di dalam pedoman ini berdsarkan CARL atau Capability, Acceptability, Reliability dan Leverage. Setelah nilai per unsur dan bobot per unsur ditentukan maka akan di dapatkan hasil penilaian per unsur. Penilaian ini ditutup dengan nilai akhir. Nilai akhir adalah hasil kali hasil penilaian per unsur dengan nilai bobot dokumen. Hasil akhir penilaian ini dapat dibandingkan dengan kriteria sesuai dengan format kriteria yang terdiri dari: Nomor urut Hasil penilaian Kriteria Kesimpulan Status yang direkomendasikan. Kriteria penilaian yang ditentukan dalam SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ Tahun 2008 terdiri dari: 1. BLUD penuh dengan hasil penilaian 80 sampai dengan 100, 2. BLUD Bertahap dengan hasil penilaian 60 -79 3. Ditolak menjadi BLUD dengan hasil penilaian kurang dari 60 Penilaian ini berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007. Sedangkan untuk Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 status yang direkomendasikan hanya ada dua yaitu : Diterima menjadi BLUD dengan hasil penilaian 800 – 100 Ditolak menjadi BLUD dengan hasil penilaian kurang dari 80. Sotya Roes Piyajeng

Penyusunan Pelaporan dan Pertanggungjawaban Atas Penerapan BLUD

Badan Layanan Umum Daerah atau yang sering disebut BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh Unit Pelakasana Teknis (UPT) dinas atau badan daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibiltas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Sebagai konsekuensi atas diterapkannya fleksibilitas pengelolaan BLUD, maka BLUD berkewajiban untuk menyusun pelaporan dan mempertanggungjawabkannya melalui laporan keuangan. Dengan dibuatnya laporan keuangan, BLUD diharapkan dapat mencerminkan kondisi kinerja keuangan maupun non keuangan BLUD pada tahun berjalan. Laporan keuangan BLUD disusun sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP) yang terdiri dari 7 (tujuh) komponen laporan dan disertai dengan laporan kinerja yang berisikan informasi pencapaian hasil atau keluaran BLUD. Ketujuh komponen laporan tersebut adalah sebagai berikut: Laporan realisasi anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan-LRA, belanja, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, dan sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode Laporan perubahan saldo anggaran lebih menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu Laporan operasional menyajikan ikhtisar sumber daya ekonomi yang menambah ekuitas dan penggunaannya yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah untuk kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dalam satu periode pelaporan. Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan kas, dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan pada BLU Laporan perubahan ekuitas menyajikan informasi kenaikan atau penurunan ekuitas tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya Catatan atas laporan keuangan menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Dalam penyusunan laporan keuangan, BLUD mengacu pada PSAP nomor 13 tentang penyajian laporan keuangan Badan Layanan Umum dimana laporan keuangan disusun dalam periode semestaran (pertengahan tahun) dan tahunan (akhir tahun). Untuk penyajian laporan keuangan tahunan harus dilampiri dengan laporan kinerja paling lama 2 (dua) bulan setelah periode pelaporan berakhir dan setelah SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah melakukan review atas laporan keuangan tersebut. Kamudian hasil review tersebut dijadikan satu kesatuan dengan laporan keuangan BLUD tahunan.   Referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 Agnes Alfiyanti Rochmatin

Menciptakan Manajemen Aset Yang Baik Demi Keberhasilan BLUD

Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan. Dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas serta penerapan praktik bisnis yang sehat, maka BLUD diberikan fleksibilitas dalam mengelola manajemen dan keuangannya sendiri, termasuk dalam hal pengelolaan aset. Pengelolaan aset dalam Badan Layanan Umum Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 80 telah menyebutkan bahwa BLUD dalam melaksanakan pengelolaan barang mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang milik daerah yaitu Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016.  Aset merupakan hal yang sangat fundamental bagi Badan Layanan Umum Daerah yang memilikinya, karena aset merupakan bagian yang penting dalam pencapaian tujuan dari pemilik aset, di mana aset terletak di dalam bagian dari proses yang membantu dalam pencapaian tujuan sebelum nantinya menjadi output yang diharapkan (goals). Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) mendefinisikan aset sebagai suatu sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Barang milik daerah sebagai salah satu unsur penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat harus dikelola dengan baik dan benar. Adapun asas-asas yang harus diperhatikan yaitu mengenai asas fungsional, asas kepastian, asas hukum, asas transparasi, asas efisiensi, asas akuntabilitas, dan asas kepastian nilai. Tiga prinsip dasar dalam pengelolaan aset milik Badan Layanan Umum Daerah dibagi menjadi tiga yaitu adanya perencanaan yang tepat, pelaksanaan/pemanfaatan secara efisien dan efektif serta pengawasan. Semua prinsip harus terpenuhi demi optimalisasi manajemen aset dalam Badan Layanan Umum Daerah.

Pengecualian Pengadaan Barang dan Jasa Pada BLUD

Pada penjelasan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum disebutkan bahwa: “BLU diberikan fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa.” Pada pembahasan kali ini akan membahas pengadaan barang jasa BLUD, yang mana ketentuannya dikecualikan dari ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018. Dalam  peraturan tersebut, yang mendapat pengecualian diantara lain : Pengadaan Barang/ Jasa pada BUMN/D dan BLU; Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan berdasarkan tarif barang/jasa yang dipublikasikan secara luas kepada masyarakat; Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan sesuai dengan praktik bisnis yang sudah mapan; dan/atau Pengadaan Barang/Jasa yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta sistem/aplikasi yang dibangun sebagai pelaksanaannya adalah best practice dalam tata kelola pengadaan dalam melaksanakan tugas pemerintahan. Oleh karena itu, pilihan BLU untuk mengadopsi keseluruhan ketentuan dalam Peraturan Presiden tersebut tidak sepenuhnya tepat. Hal tersebut mungkin terjadi karena kesulitan untuk mencari rujukan yang bisa tepat sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Atau mungkin juga merasa bahwa dengan mengacu pada Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah lebih “meyakinkan” bagi pihak eksternal. Dalam batang tubuh Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018: (1) tidak ada satupun kata “BUMN/D” khususnya pada bagian ruang lingkup; dan (2) memberikan pengecualian kepada BLU. Dalam penjelasan yang disampaikan oleh LKPP menjelang ditetapkannya Peraturan Presiden tersebut, disampaikan bahwa: Peraturan Presiden tersebut menekankan bahwa BUMN/BUMD dan BLU (diberi kewenangan)  penuh untuk mengatur tata cara pengadaan sendiri yang lebih sesuai dengan karakteristik lembaga. Fleksibilitas ini dalam rangka untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengadaan di BUMN/BUMD dan BLU. Namun demikian, hendaknya BUMN/BUMD dan BLU dalam menyusun tata cara pengadaannya tidak terjebak sekadar mengubah batasan pengadaan langsung dan lelang dan secara substansi tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Penjelasan tersebut menegaskan bahwa terdapat 2 (dua) pokok pikiran, yaitu: Menegaskan peluang BLU untuk merumuskan tata cara pengadaan yang berbeda dengan (atau menambahkan ketentuan yang sudah ada pada) Peraturan Presiden Nomor 16 tahun 2018; Tata cara yang disusun tidak sekadar menaikkan batasan pengadaan langsung. Terdapat beberapa pendekatan yang sudah diterima secara Internasional yang bisa dipakai dalam menyusun pedoman pengadaan di lingkungan BUMN/D dan BLU. Pendekatan tersebut adalah Supply Positioning Model, Contract Continum dan Supplier Perception Model yang perlu dipahami dalam menyusun Pedoman dan melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa.

Jumlah Viewers: 1039