Artikel BLUD.id

Pedoman Akuntansi Badan Layanan Umum

Pada artikel sebelumnya kita sudah membahas apa itu Badan Layanan Umum & bagaimana Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Selanjutnya perlu ditetapkan juga suatu pedoman akuntansi untuk Badan Layanan Umum sebagai pedoman pengembangan standar akuntansi di bidang industri spesifik dan/atau pedoman pengembangan sistem akuntansi Badan Layanan Umum (BLU). Tujuan dibuatnya pedoman ini tidak lain untuk : Acuan dalam pengembangan standar akuntansi BLU dalam hal belum terdapat standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia yang dapat diterapkan oleh BLU. Acuan dalam pengembangan dan penerapan sistem akuntansi keuangan BLU sesuai dengan jenis industrinya. Pedoman ini menjelaskan gambaran umum, jenis , akuntansi pendapatan, akuntansi biaya, akuntansi aset, akuntansi kewajiban, dan akuntansi ekuitas. Sistem akuntansi adalah serangkaian prosedur baik manual maupun terkomputerasi mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai denga ntahap pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan. Sistem akuntansi pada BLU terdiri dari 3 bagian yakni sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan laporan keuangan pokok untuk keperluan akuntabilitas, manajemen dan tranparansi; sistem akuntansi aset tetap  yang menghasilkan laporan aset tetap untuk keperluan manajemen aset tetap; dan sistem akuntansi biaya, menghasilkan informasi biaya satuan (unit cost) per unit layanan, pertanggungjawaban kinerja ataupun informasi lain yakni kepentingan manajerial. BLU menerapkan standar akuntansi keuangan yang diterbitkan oleh asosiasi profesi akuntansi Indonesia sesuai dengan jenis industrinya. Dalam hal tidak terdapat standar akuntansi, BLU dapat mengembangkan standar akuntansi industri yang spesifik dengan mengacu pada pedoman akuntansi BLU sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini. Standar akuntansi industri spesifik ditetapkan menteri/pimpinan lembaga setelah mendapatkan persetujuan Menteri Keuangan. Setiap transaksi keuangan BLU harus diakuntansikan dan dokumen pendukungnya dikelola secara tertib. Periode akuntansi BLU meliputi masa 1 (satu) tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Sistem akuntansi keuangan BLU dirancang untuk menyajikan informasi posisi keuangan BLU, informasi kemampuan BLU untuk memperoleh sumberdaya ekonomi dan beban dalam satu periode, informasi sumer dan penggunaan dana, infomrasi pelaksaan anggaran, informasi ketaatan peraturan. Laporan keuangan milik BLU harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Laporan keuangan yang dihasilkan juga memiliki karakteristik antara lain : Basis akrual. Pembukuan berpasangan. Berpedoman pada prinsip pengendalian internal sesuai dengan praktik bisnis yang berlaku secara umum. Agar integrasi laporan keuangan BLU menjadi lebih baik maka BLU mengembangkan sub sistem akuntansi sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP). Sistem akuntansi pada aset BLU juga diatur secara khusus. Sistem akuntansi untuk aset tetap minimal harus mampu untuk menghasilkan laporan yang menyediakan informasi aset menurut jenisnya, kuantitas, nilai mutasi, kondisi aset tetap yang merupakan milik BLU itu sendiri dan aset tetap yang bukan milik BLU namun berada di dalam penguasan BLU. Dalam pengelolaan dan pencatatan aset tetap miliknya, BLU dapat menggunakan sistem pengelolaan BMN (Barang Milik Negara) milik kementerian keuangan. Untuk pengelolaan aset tetap milik BLU ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain: Tanah dan atau bangunan disertifikasi atas nama pemerintah pusat atau daerah. Aset BLU dicatat dan dilaporkan sesuai dengna standar akuntansi keuangan yang berlaku. BLU sepanjang belum memiliki sistem pencatatan aset, dapat menggunakan aplikasi SIMAK-BMN dengan melakukan penyusutan. Nilai aset tetap dalam laporan konsolidasi K/L/Pemda, dibukukan sebesar nilai yang tealh dilakukan penyusutan dan amortisasi. Sistem akuntansi biaya pada BLU paling sedikit harus mampu untuk menghasilkan informasi tentang harga pokok produksi, informasi tentang biaya satuan per unit layanan yang diberikan, dan juga informasi mengenai analisa varian ( perbedaan antar biaya standar dan biaya sesungguhnya yang dikeluarkan organisasi). Sistem akuntansi biaya dalam BLU menghasilkan informasi yang sangat berguna untuk : Kegiatan perencanaan dan pengendalian kegiatan operasional BLU. Pengambilan keputusan oleh pimpinan atau pejabat yang berwewang dalam organisasi BLU tersebut. Melakukan perhitungan tarif layanan BLU.   Berikut artikel pembahasan mengenai Pembentukan Pedoman Akuntansi pada Badan Layanan Umum. Artikel Selanjutnya kita akan membahas Pelaporan Keuangan pada Badan Layanan Umum . Artikel yang terkait bisa dilihat pada web kami : mari diklik :) Selengkapnya silahkan Hubungi tim BLUD HP Konsultan BLUD : +62 813-6290-0800 Telp Kantor               : (+62) 274 488 599    

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 tahun 2007 menyatakan bahwa SPM merupakan salah satu dokumen wajib yang harus dibuat untuk pengajuan syarat administratif. SPM harus memuat batasan minimal mengenai jenis dan mutu layanan dasar yang harus dipenuhi SKPD atau Unit Kerja. SPM memiliki bobot penilaian 20% dari keseluruhan dokumen. Penilaian 20% tersebut berisikan mengenai beberapa unsur penilaian, antara lain: Fokus; artinya kegiatan pelayanannya fokus pada jenis dan mutu pelayanan untuk menunjang tugas dan fungsi. Terukur; artinya kegiatan pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dapat Dicapai; artinya kegiatannya nyata, realistis, tingkat pencapaiannnya dapat diukur Relevan dan dapat diandalkan artinya kegiatan yang sejalan dengan kebutuhan masyarakat dan organisasi, berkaitan dan dapat dipercaya untuk menunjang tugas dan fungsi. Kerangka waktu; artinya kejelasan dan ketepatan waktu pelaksanaan kegiatan. Kelengkapan SPM; berisikan mengenai kelengkapan jenis pelayanan sesuai dengan SPM yang diberlakukan. Keterkaitan SPM dengan Rencana Strategis Bisnis (RSB) dan anggaran tahunan; berisikan mengenai kaitan antara SPM dengan Rencana Stategis Bisnis dan anggaran tahunan. Ada hubungan yang jelas antara SPM dengan Rencana Strategis Bisnis dan Anggaran tahunan SKPD/ Unit Kerja. Legitimasi daerah/ Kementerian; berisikan mengenai keabsahan dokumen SPM yang ditandai dengan adanya tanda tangan dan stempel Kepala Daerah. Dokumen ini akan menjadi Surat Keputusan yang sah mengenai SPM BLU/ BLUD. Untuk contoh sistematika SPM nya adalah sebagai berikut :               Format ini mengacu kepada Pemenkes Nomor : 129/ Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Untuk format SPM satker lainnya bisa ditambahi dengan kebutuhan SPM sesuai dengan kebutuhan masing-masing satker. Format diatas hanya conoh format SPM rumah sakit, sehingga tidak mutlak harus demikian untuk satker selain rumah sakit.

Perbedaan Sebelum dan Setelah BLU

Perbedaan sebelum dan setelah BLU. Setelah menyandang status sebagai BLU hal pertama yang harus dilakukan adalah menyusun anggaran atau yang disebut dengan Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU. Sebelum menjadi BLU, hal yang dilakukan adalah menyusun dan membahas RKAKL setiap bulan juni/juli. Namun setelah menjadi BLU yang terlebih dahulu dibahas sebelum menyusun RKAKL adalah menyusun dan membahas RBA. Timeline menyusun RBA sama dengan timeline menyususn RKAKL sebelumnya, yang berbeda adalah pokok pembahasan dalam menyusun RBA dan RKAKL. Setelah menyusun RBA kemudian baru menyusun RKAKL. Hal pertama yang perlu dilakukan dalam menyusun dan membahas RBA BLU adalah menyusun RBA definitif (rincian RBA) dari masing-masing unit. Pejabat teknis dari masing-masing unit menyampaikan kebutuhan anggaran untuk unitnya. Hal ini kemudian dibahas dan disusun menjadi RBA BLU yang dibagi menjadi RBA per unit. Setelah itu rincian RBA diklasifikasikan kedalam jenis belanja, yaitu belanja pegawai, barang dan jasa, belanja modal. Setelah mendapatkan nominal total per tiga jenis belanja tersebut baru diajukan sebagai RKAKL. Sehingga yang diajukan sebagai RKAKL adalah nominal total dari ketiga jenis belanja tersebut. Sedangkan rinciannya ada di RBA dan ikut dilampirkan dalam pengajuan RKAKL. Pembagian jenis belanja tersebut diatur dalam Permenkeu Nomor 92 Tahun 2011, Pasal 7 dan 8. Berikut adalah cuplikannya: Perbedaan sebelum dan setelah menjadi BLU adalah setelah BLU apabila ada pergeseran RBA hanya perlu diketahui sampai kepala BLU. Tidak perlu sampai dengan ranah eksternal BLU seperti Kanwil seperti saat masih RKAKL. Hal ini karena RKAKL yang sudah diajukan oleh BLU hanya gelondong berdasarkan jenis belanja, sehingga apabila dalam pelaksanaannya terdapat pergeseran anggaran namun masih dalam jenis belanja yang sama tidak akan merubah RKAKL. Oleh karena itu hanya perlu sampai dengan pemimpin BLU. RKAKL yang diajukan setelah menjadi BLU hanya gelondong dalam kode rekening 5.2.1 Belanja barang, dan 5.2.2 belanja modal. Belanja pegawai jika ada masuk dalam jenis belanja barang dan jasa khusus untuk BLU.

Pejabat Pengelola BLUD

Pejabat pengelola BLUD dalam Permendagri No. 61 tahun 2007 dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu (1) Pemimpin; (2) Pejabat Keuangan; dan (3) Pejabat Teknis. Akan tetapi sebutan pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis dapat disesuaikan dengan penamaan yang berlaku pada SKPD atau Unit Kerja yang menerapkan PPK-BLUD. Pengangkatan dalam jabatan dan penempatan pejabat pengelola BLUD ditetapkan berdasarkan kompetensi dan kebutuhan praktik bisnis yang sehat. Kompetensi merupakan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh pejabat pengelola BLUD berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Sedangkan, kebutuhan praktik bisnis yang sehat merupakan kepentingan BLUD untuk meningkatkan kinerja keuangan dan non keuangan berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik.  Pejabat pengelola BLUD diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah. Pemimpin BLUD bertanggungjawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Sedangkan pejabat keuangan dan pejabat teknis BLUD bertanggungjawab kepada pemimpin BLUD. Pemimpin BLUD mempunyai fungsi penanggungjawab umum operasional dan keuangan BLUD yaitu (a) memimpin, mengarahkan, membina, mengawasi, mengendalikan, dan mengevaluasi penyelenggaraan kegiatan BLUD;  (b) menyusun renstra bisnis BLUD; (c) menyiapkan RBA; (d) mengusulkan calon pejabat pengelola keuangan dan pejabat teknis kepada kepala daerah; (e) menetapkan pejabat lainnya sesuai kebutuhan BLUD; dan (f) menyapaikan dan mempertanggunjawabkan kinerja operasional serta keuangan BLUD kepada kepala daerah. Pejabat keuangan mempunyai fungsi sebagai penanggungjawab keuangan BLUD yaitu (a) mengkoordinasikan penyusunan RBA; (b) menyiapkan DPA-BLUD; (c) melakukan pengelolaan pendapatan dan biaya; (d) menyelenggarakan pengelolaan kas; (e) melakukan pengelolaan utang-piutang; (f) menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap dan investasi; (g) menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan (h) menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan. Pejabat teknis BLUD mempunyai fungsi sebagai penanggungjawab teknis di bidang masing-masing yaitu (a) menyusun perencanaan kegiatan teknis di bidangnya; (b) melaksanakan kegiatan teknis sesuai dengan RBA; dan (c) mempertanggungjawabkan kinerja operasional di bidangnya. Pejabat pengelola dan pegawai BLUD dapat berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) dan/ atau non PNS yang profesional sesuai dengan kebutuhan. Untuk pejabat pengelola dan pegawai BLUD yang berasal dari non PNS dapat dipekerjakan secara tetap atau berdasarkan kontrak. Dimana pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLUD yang berasal dari PNS disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengangkatan dan pemberhentian pegawai BLUD yang berasal dari non PNS dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, ekonomis, dan produktif dalam meningkatkan pelayanan. Pemimpin BLUD-SKPD merupakan pejabat pengguna anggaran/ barang daerah. Dalam hal pemimpin BLUD-SKPD berasal dari non PNS, maka pejabat keuangan BLUD wajib berasal dari PNS yang merupakan pejabat pengguna anggaran/ barang daerah. Sedangkan pemimpin BLUD-Unit Kerja merupakan pejabat kuasa pengguna anggaran/ barang daerah pada SKPD induknya sehingga dalam hal pemimpin BLUD-Unit Kerja berasal dari non PNS, maka pejabat keuangan BLUD wajib berasal dari PNS yang merupakan pejabat kuasa pengguna anggaran/ barang daerah pada SKPD induknya. Untuk pengangkatan dan pemberhentian pejabat pengelola dan pegawai BLUD yang berasal dari non PNS diatur lebih lanjut dengan keputusan kepala daerah.

Pentingnya Menjadi BLUD

Pentingnya Menjadi BLUD   Mengapa harus menjadi BLUD? Pertanyaan tersebut sering menjadi pertanyaan dengan jawaban yang panjang. Banyak yang mengatakan menjadi BLUD itu sulit, harus menyediakan ini dan itu, belum lagi laporannya berubah mengacu kepada SAK, dan harus menyusun RBA. Lalu di mana pentingnya menjadi BLUD?   Pentingnya menjadi BLUD akan dibahas di bawah ini: Sebagai UPT/D yang bekerja melayani masyarakat bahwa pelayanan yang utama. Contoh sebelum menjadi BLUD maka anggaran akan menunggu dari daerah dahulu, dan segala bentuk pengeluaran harus menunggu dari daerah, sedangkan setelah BLUD maka dana operasional BLUD terletak di pimpinan BLUD sebagai kuasa pengguna anggaran.   Sebelum menjadi BLUD maka per 1 Januari akan sulit untuk belanja sebab biasanya akan menunggu pencairan dari daerah, namun setelah menjadi BLUD maka per 1 Januari sudah bisa belanja dari SiLPA tahun lalu yang boleh langsung digunakan sehingga pelayanan tidak terkendala oleh anggaran.   Fleksibilitas anggaran ini akan sangat dirasakan oleh UPT/D yang melayani masyarakat. Jika sebelum BLUD harus belanja yang sesuai dengan RKA, maka setelah BLUD bisa lebih fleksibel penggunaanya berdasarkan kebutuhan.   11, dan 12 Desember tim Syncore BLUD kedatangan tamu dari Kabupaten Berau, di mana mereka akan membentuk UPT dan kemudian menjadikan BLUD. Pertanyaan mereka adalah apakah membentuk UPT dan beberapa tahun kemudian abru BLUD atau seperti apa? Pematery Bapak Rudy Suryanto menjawab sekaligus bahwa membentuk UPT dan di BLUD kan sekaligus. Alasan ini adalah untuk keamanan,s ebab BLUD memiliji jalur aman pengelolaan keuangan, apalagi UPDB ini adalah pengelolaan dana bergulir, maka BLUD lah jalan yang aman. Begitu juga jika ada yang bertanya, bahwa puskesmas belum BLUD, dan akan akreditasi, maka apakah menjadi BLUD dahulu atau akreditasi , maka jawabannya adalah menjadi BLUD dahulu sebab kebutuhan dana akreditasi sangat ebsar, jika sudah BLUD maka pengelolaan dananya akan fleksibel. Sehingga disarankan menjadi BLUD dahulu baru kemudian akreditasi. BLUD bagaiman ambulance yang memiliki jalan sendiri dan boleh menerobos lampu merah. BLUD Fleksibel dalam pengelolaan keuangannya yang berkaitan dengan pelayanan.

Badan Layanan Umum (BLU)

Pengertian Badan Layanan Umum (BLU) Dalam PP No. 25 tahun 2005 menyatakan bahwa Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/ atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Tujuan penerapan pengelolaan keuangan BLU oleh instansi di lingkungan pemerintah BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktik bisnis yang sehat. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu instansi pemerintahan untuk dapat menerapkan PPK BLU Fleksibilitas pengelolaan keuangan berarti bahwa BLU memiliki keleluasaan dalam mengelola keuangan/ barang BLU pada batas-batas tertentu yang dapat dikecualikan dari ketentuan yang berlaku umum. Sehingga agar Satuan Kerja pemerintah pusat (satker) dapat menerapkan Pengelolaan Keuangan BLU apabila memenuhi persyaratan (a) Substantif; (b) Teknis; dan (c) Administratif. Persyaratan Substantif terpenuhi apabila instansi pemerintahan yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan (a) Penyediaan barang dan/ atau jasa layanan umum; (b) Pengelolaan wilayah/ kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; (c) Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/ atau pelayanan kepada masyarakat Persyaratan Teknis apabila kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU dan kinerja keuangan satuan kerja instansi bersangkutan adalah sehat. Persyaratan Administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen, antara lain (a) Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat; (b) Pola tata kelola; (c) Rencana strategis bisnis (d) Standar pelayanan minimal; (e) Laporan keuangan pokok atau prognosa/ proyeksi laporan keuangan dan; (f) Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen. Proses penetapan suatu pemerintah untuk menerapkan PPK BLU Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Ketua Dewan Kawasan dapat mengusulkan Instansi pemerintah yang memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif untuk menerapkan PK BLU kepada Menteri Keuangan. Selanjutnya Menteri Keuangan akan melakukan penilan atas usulan tersebut, dan apabila telah memenuhi semua persyaratan di atas, maka Menteri Keuangan mentetapkan instansi pemerintah bersangkutan untuk menerapkan PK BLU. Menteri Keuangan memberi keputusan penetapan atau surat penolakan terhadap usulan penetapan BLU paling lambat 3 (tiga) bulan sejak dokumen persyaratan diterima secara lengkap dari Menteri/ Pimpinan Lembaga/ Ketua Dewan Kawasan. Penetapan BLU dapat berupa pemberian status BLU secara penuh atau status BLU Bertahap. Penetapan status BLU/ BLUD secara penuh diberikan apabila persyaratan substantif, teknis, dan administratif telah dipenuhi dengan memuaskan. Satker yang berstatus BLU secara penuh diberikan fleksibilitas pengelolaan keuangan yaitu pengadaan pendapatan, pengelolaan belanja, pengelolaan barang dan/ atau jasa, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, pengelolaan investasi, perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan. Sedangkan status BLU Bertahap diberikan apabila persyaratan substantif dan teknis telah terpenuhi namun persyaratan administratif belum terpenuhi secara memuaskan. Status BLU Bertahap berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat diusulkan untuk menjadi BLU secara penuh. BLU bertahap diberikan fleksibilitas berkaitan dengan jumlah dana yang dapat dikelola  langsung, pengelolaan barang, pengelolaan piutang, dan perumusan standar, kebijakan, sistem, dan prosedur pengelolaan keuangan. Fleksibilitas tidak diberikan dalam pengelolaan investasi, pengelolaan utang, dan pengadaan barang dan/ atau jasa. Proses pencabutan status BLU PP No 23 tahun 2005 pasal 6 menjelaskan bahwa penerapan PPK BLU berakhir apabila : dicabut oleh Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya; dicabut oleh Menteri Keuangan/ gubernur/ bupati/ walikota berdasarkan usul dari Menteri/ pimpinan lembaga/ kepala SKPD apabila BLU sudah tidak memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. berubah statusnya menjadi badan hukum dengan kekayaan negara yang dipisahkan. Apabila Menteri/ gubernur/ bupati/ walikota sesuai kewenangannya, membuat pentapan pencabutan penerapan PPK-BLU atau penolakannya paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal usulan tersebut diterima. Jika melebihi jangka waktu tersebut, usulan pencabutan dianggap ditolak. Terhadap instansi pemerintah yang pernah dicabut dari status PPK BLU dapat diusulkan kembali untuk menerapkan PPK BLU.              

Jumlah Viewers: 826