Artikel BLUD.id

PENCATATAN JURNAL PENYESUAIAN DI BUKU JURNAL

Tahap selanjutnya dari siklus akuntansi di atas adalah membuat jurnal penyesuaian. Jurnal penyesuaian perlu dibuat untuk meng-update saldo akun agar memenuhi konsep matching cost againts revenue (penandingan yang match antara pendapatan dan beban dalam satu periode akuntansi) dan karena menganut basis akrual.  Hal ini untuk memastikan bahwa pendapatan diakui pada periode diperolehnya pendapatan itu dan beban diakui pada periode terjadinya. Penyesuaian memungkinkan untuk melaporkan posisi aset, kewajiban, dan ekuitas di neraca pada tanggal neraca dan untuk melaporkan jumlah surplus atau defisit yang wajar di laporan operasional.  Neraca saldo di atas mungkin belum memuat data laporan keuangan yang up-to-date, karena alasan - alasan berikut : Kejadian-kejadian tertentu, seperti pemakaian bahan pakai habis, tidak dijurnal setiap hari karena alasan kepraktisan. Beban yang terjadi karena berlalunya waktu, seperti berkurangnya manfaat gedung, persekot sewa dan asuransi, tidak dijurnal selama periode akuntansi. Beberapa akun, seperti beban listrik, mungkin belum dicatat karena tagihan dari PLN belum diterima. Dengan demikian, jurnal penyesuaian disusun untuk tujuan-tujuan berikut : Melaporkan semua pendapatan (revenues) yang diperoleh (earned) selama periode akuntansi. Melaporkan semua belanja atau beban yang terjadi selama periode akuntansi. Melaporkan dengan akurat nilai aset pada tanggal neraca. Melaporkan secara akurat kewajiban pada tanggal neraca.

PERKEMBANGAN PENERAPAN PPK-BLUD

Apa itu BLUD? Pasti kata BLUD masih terdengar asing untuk sebagian orang, walaupun sebelumnya sudah mendengar tetapi bukan berarti sudah memahaminya. Jadi, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah di Indonesia. Dibentuknya BLUD untuk mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencari keuntungan yang berpegang teguh pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Awal mula berdasarkan UU No.1/ 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang memberikan bukaan baru bagi instansi pemerintah untuk dapat menerapkan pola keuangan yang fleksibel dalam kegiatan pelayanan terhadap masyarakat. Menindaklanjuti peraturan di atas, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Pemendagri No.61/2007 tentang pedoman teknis pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah yang menjadi dasar dalam penerapan pola pengelolaan keuangan bagi badan layanan umum daerah (PPK BLUD). Pola Pengelolaan keuangan BLUD adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Hingga saat ini, penerapan PPK-BLUD berkembang dengan baik di setiap instansi pemerintah mulai dari RSUD, Puskesmas, BUMDes, Perguruan Tinggi, Sekolah, dan BLUD lainnya. Hal itu dikarenakan dengan menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD akan memberikan fleksibilitas baik dalam rangka pelaksanaan anggaran, pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengelolaan aset. Untuk manfaat yang didapat setelah penerapan PPK BLUD adalah perencanaan menjadi sesuai dengan kebutuhan, dapat meningkatkan jasa pelayanan, dan pelaksana keuangan bisa direalisasikan lebih praktis, mandiri dalam mendapatkan sumber dana lain dengan cara adanya pendapatan dari jasa layanan, dan masih banyak manfaat lainnya.

PETUNJUK TEKNIS PENGANGGARAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah, bersama ini disampaikan petunjuk teknis penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, serta pertanggungjawaban dana kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik pemerintah daerah yang belum menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD), sebagai berikut: Penganggaran a. Kepala FKTP menyusun rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN, untuk selanjutnya disampaikan kepada Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kesehatan. Berdasarkan rencana pendapatan dan belanja dana kapitasi JKN tersebut pada huruf a, Kepala SKPD Dinas Kesehatan menyusun Rencana Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD) Dinas Kesehatan, yang memuat rencana pendapatan dana kapitasi JKN dan rencana belanja dana kapitasi JKN. Rencana pendapatan dana kapitasi JKN dianggarkan dalam kelompok Pendapatan Asli Daerah, jenis Lain-lain Pendapatan Asli Daerah, obyek Dana Kapitasi JKN pada FKTP, rincian obyek Dana Kapitasi JKN pada masing-masing FKTP sesuai kode rekening berkenaan. Rencana belanja dana kapitasi JKN dianggarkan dalam kelompok Belanja Langsung dan diuraikan ke dalam jenis, obyek, dan rincian obyek belanja sesuai kode rekening berkenaan, yang pemanfaatannya mempedomani ketentuan Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah Daerah. RKA-SKPD Dinas Kesehatan sebagaimana tersebut pada huruf b dipergunakan sebagai bahan penyusunan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Contoh format RKA-SKPD pendapatan dan belanja Dinas Kesehatan tersebut pada huruf b tercantum dalam Lampiran I Surat Edaran ini.

URUSAN KESEHATAN DI ERA OTONOMI DAERAH

Perbedaan yang paling signifikan pada sektor kesehatan sejak adanya era otonomi adalah berubahnya status kepegawaian PNS pada sektor kesehatan (Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit) dari PNS Departemen Kesehatan menjadi PNS Daerah. Namun secara substansial bahwa desentralisasi urusan kesehatan ini menyisakan beberapa persoalan. Terdapat kebingungan para pemangku kepentingan sektor kesehatan di daerah dengan adanya dua induk. Satu terkait dengan aturan-aturan birokrasi aparatur pemerintah yang harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri, sementara satu lagi harus tetap mempedomani standar, aturan dan ketentuan dari kementerian teknis sektor kesehatan yaitu Kementrian Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) jelas disebutkan bahwa perangkat daerah terdiri dari : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, BAPPEDA, Dinas, Lembaga Teknis Daerah (LTD) dan Kecamatan. Lembaga Teknis Daerah bisa berbentuk Badan, Kantor dan RUMAH SAKIT. Sehingga jelas kedudukan RSUD adalah sebagai Lembaga Teknis Daerah yang dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (PP 41/2007 Pasal 8 dan Pasal 15). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah pada Pasal 43 yang secara substansi menyatakan bahwa terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah kabupaten/kota dan pusat kesehatan masyarakat sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Sampai disini sebenarnya berakhirnya riwayat Lembaga Teknis Daerah yaitu RSUD dan berubah bentuk menjadi UPTD dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rumah Sakit Daerah sebagai sebuah lembaga dibawah Bupati/Walikota langsung dan berubah menjadi hanya sebuah unit dibawah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada Pasal 44 PP Nomor 18 Tahun 2016 merupakan penegasan bahwa RSUD dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah kabupaten/kota, bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah (PPK-BLUD).

PERMASALAHAN PENERAPAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BLUD RUMAH SAKIT PEMERINTAH

Layanan rumah sakit di Indonesia cenderung untuk kalangan menengah ke bawah, sehingga aspek kualitas pelayanan mempengaruhi pasien memilih rumah sakit untuk berobat. Karena segmen layanan kesehatan rumah sakit pemerintah untuk kelas menengah ke bawah berakibat menjadikan rumah sakit yang murah serta bermutu. Kondisi tersebut membuat rumah sakit harus dituntut untuk melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dengan keterbatasan sumber dana. Oleh karena itu, dibutuhkan manajerialisme dalam organisasi rumah sakit agar bisa menghasilkan jasa yang memiliki kualitas yang lebih baik. Istilah Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mulai diketahui pada tahun 2004 sebagaimana terdapat pada Pasal 1 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 dan revisi UU Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 yang mengamanatkan bahwa Rumah Sakit harus menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Penerapan BLUD rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik. Pada keadaan tersebut rumah sakit memiliki beberapa masalah antara lain rumah sakit diwajibkan menyusun SAK karena dikelola dengan prinsip bisnis. SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan pemda. Oleh karenanya BLUD membuat keduanya hal tersebut mengakibatkan rumah sakit tidak mampu menyajikan informasi akuntansi yang komprehensif karena laporan keuangan dihasilkan dari basis yang berbeda. Selanjutnya rumah sakit belum menerapkan fleksibilitas yang diberikan berupa penentuan tarif layanan dan remunerasi. Hal tersebut membuat rumah sakit terlihat masih ragu untuk menerapkan fleksibilitas tersebut. Sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas dalam menyusun laporan keuangan walaupun sudah mencukupi namun belum semua memahami prinsip PPK BLUD. Dan tidak semua rumah sakit memiliki tenaga akuntansi sehingga masih kesulitan dalam memahami peran informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan.

PENARIKAN DAN PENGEMBALIAN DANA PADA BADAN LAYANAN UMUM

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah, ketentuan mengenai standar akuntansi pemerintahan dinyatakan dalam bentuk pernyataan standar akuntansi pemerintahan. Bahwa untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan Badan Layanan Umum, perlu diatur ketentuan mengenai penyajian, pedoman struktur dan persyaratan minimum isi laporan keuangan Badan Layanan Umum dalam suatu pernyataan standar akuntansi pemerintahan. Untuk mewujudkan pengelolaan kas badan layanan umum (BLU) yang dilaksanakan berdasarkan praktik bisnis yang sehat, perlu dilakukan upaya pembinaan terhadap badan layanan umum untuk meminimalkan kas yang menganggur (idle cash) dan berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara, serta berdasarkan ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, surplus anggaran badan layanan umum dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya kecuali atas perintah Menteri Keuangan disetorkan sebagian atau seluruhnya ke Kas Negara dengan mempertimbangkan posisi likuiditas badan layanan umum. Memperhatikan poin-poin tersebut, pada 18 Juli 2017 lalu telah diterbitkan PMK 98/PMK.05/2017 tentang Penarikan dan Pengembalian Dana Pada Badan Layanan Umum. Dengan PMK ini diharapkan pengelolaan kas pada badan layanan umum tersinergi dengan pengelolaan kas pemerintah dengan memanfaatkan kas yang menganggur pada badan layanan umum untuk pelaksanaan anggaran negara. Oleh karenanya, pengelolaan kas pada BLU harus secara efektif dan efisien dikelola agar tujuan BLU meningkatkan layanan terhadap masyarakat dapat lebih opti. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), BLU menyetorkan Surplus Anggaran dan/atau Dana Kelolaan ke Kas Negara melalui bank/pos persepsi dengan menggunakan sistem penerimaan negara.

Jumlah Viewers: 1142