Artikel BLUD.id

PENILAIAN DAN PENETAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Menteri Dalam Negeri telah menetapkan peraturan baru yaitu SE Mendagri Nomor 981/1011/SJ tentang Modul Penilaian dan Penetapan Badan Layanan Umum Daerah. Modul tersebut ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan penilaian dan penetapan Badan Layanan Umum Daerah. Dalam melakukan penilaian, kepala daerah membentuk Tim Penilai yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Berdasarkan aturan baru tersebut, Tim Penilai beranggotakan paling sedikit terdiri atas Sekretaris Daerah sebagai ketua, PPKD sebagai sekretaris, Kepala SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai anggota, Kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota serta tenaga ahli yang berkomppeten dibidangnya apabila diperlukan.                Dokumen yang dinilai adalah dokumen- dokume persyaratan administratif yang terdiri dari pernyataan kesaggupa untuk meningkatkan kinerja, pola tata kelola, Rencana Strategis (Renstra), Standar Pelayanan Minimal (SPM), laporan keuangan atau prognosis/proyeksi keuangan dan laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Jika salah satu dari enam persyaratan administratif tidak terpenuhi, maka tidak dilakukan penilaian dan dapat diajukan kembali apabila seluruh persyaratan sudah terpenuhi. Dalam hal proses penilaian, ada 2 format penilaian dokumen yang terdapat dalam SE Mendagri Nomor 981/1011/SJ. Kedua format tersebut dibedakan berdasarkan apakah SKPD telah mempunyai Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) atau belum. Setelah dilakukan penilaian terhadap dokumen administratif maka hasil penilaian dituangkan dala Berita Acara Hasil Penilaian Usulan Penerapan BLUD disertai dengan kesimpulan penilaian dokumen administratif usulan penerapan BLUD.                Terkait dengan hasil penilaian, dala hal nilai dari doumen administratif kurang atau sama dengan 60 maka hasil penilaian ditolak untuk menerapkan BLUD dan apabila nilai dari dokumen admistratif lebih dari 60 maka hasil penilaian menyatakan diterima untuk menerapkan BLUD. Untuk selanjutnya, hasil penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk rekomendasi penerapan BLUD. Rekomendasi tersebut disampaikan kepada kepala daerah sebagai dasar penetapan penerapa BLUD yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah.

BAGAIMANA PROSES PENETAPAN BLUD

Penetapan Badan Layanan Umum Daerah dapat dilakukan dengan beberapa tahap prosedur. Pertama, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas/ Badan Daerah harus mengajukan permohonan penerapan BLUD terlebih dahulu kepada kepala SKPD. Kepala SKPD kemudian mengajukan permohonan kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Pengajuan permohonan tersebut dengan melampirkan dokumen persyaratan administratif yang telah dibuat. Dokumen persyaratan administratif ada 6 yaitu surat pernyataan meningkatkan kinerja, dokumen standar pelayanan minimal, dokumen tata kelola, dokumen laporan keuangan pokok, dokumen rencana strategis serta surat pernyataan bersedia untuk diaudit. Kepala daerah kemudian melakukan penilaian terhadap permohonan penerapan BLUD dengan membentuk tim penilai yang telah ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Tim penilai tersebut menurut Pasal 47 ayat 3 Permendagri 79 Tahun 2018 disebutkan minimal beranggotakan sekretaris daerah sebagai ketua, PPKD sebagai sekretaris, kepa;a SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai anggota, kepala SKPD yang membidangi perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota dan kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota. Kemudian apabila diperlukan, maka tim penilai dapat melibatkan tenaga ahli yang berkompeten di bidangnya untuk dapat membantu pelaksanaan penilaian BLUD. Tim penilai bertugas untuk menilai permohonann penerapan BLUD paling lama yaitu 3 bulan dan dalam melaksanakan tugasnya dapat berkoordinasi dengan Menteri melalui Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah. Hasil penilaian oleh tim disampaikan kepada kepala daerah sebagai bahan pertimbangan penetapan atau penolakan penerapan BLUD. Penerapan BLUD akan ditetapkan dengan keputusan kepala daerah berdasaran hasil penilaian dari tim penilai dengan persetujuan kepala daerah. Keputusan kepala daerah disampaikan kepada pimpinan DPRD paling lama 1 bulan sejak tanggal yang ditetapkan.

ATURAN BARU TERKAIT PENILAIAN DAN PENETAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah memberikan fleksibilitas kepada Badan Layanan Umum Daerah sebagai keleluasaan dalam pola pengelolaan keuangan dengan penerapan praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dala rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya fleksibilitas yag diberikan dan untuk menjawab tuntutan pelayanan masyarakat agar pelayanan publik meningkat, penetapan BLUD harus dilakukan secara selektif dan cermat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, pada 6 Februari tahun 2019 lalu, Menteri Dalam Negeri telah menetapkan peraturan baru yaitu SE Mendagri Nomor 981/1011/SJ tentang Modul Penilaian dan Penetapan Badan Layanan Umum Daerah. Modul tersebut ditetapkan dengan tujuan untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melakukan penilaian dan penetapan Badan Layanan Umum Daerah, sehingga dapat memberikan layanan umum secara lebih efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat sejalan dengan praktek bisnis yang sehat. Peraturan baru ini juga ditetapkan mengingat diterbitkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 yang menggantikan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 sehigga perlu adanya panduan baru kepada pemerintah daerah dalam melakukan penilaian dan penetapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).                Garis besar modul terdiri atas penjelasan mengenai tim penilai, tata tertib tim penilai, dokumen administratif yang dinilai, proses penilaian dan hasil penilaian. Dengan diterbitkannya modul penilaian dan penetapan Badan Layanan Umum Daerah tersebut, diharapkan akan dapat menjadi pedoman bagi pemerintah daerah dalam melakukan penilaian dan penetapan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang mempunyai tugas dan fungsi pelayanan langsung kepada masyarakat untuk menerapkan Badan Layanan Umum Daerah. Pedoman Penilaian Usulan Penerapan Badan Layanan Umum Daerah yang tercantum di dalam SE Mendagri Nomor 981/1011/SJ dapat digunakan oleh Tim Penilai dalam melakukan penilaian atas usulan penerapan Badan Layanan Umum Daerah dan tersusunnya instrument penilaian bagi Tim Penilai sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah sehingga obyektivitas, transparasi dan kualitas penilaian dapat terjaga.

URUSAN KESEHATAN DI ERA OTONOMI DAERAH

Perbedaan yang paling signifikan pada sektor kesehatan sejak adanya era otonomi adalah berubahnya status kepegawaian PNS pada sektor kesehatan (Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit) dari PNS Departemen Kesehatan menjadi PNS Daerah. Namun secara substansial bahwa desentralisasi urusan kesehatan ini menyisakan beberapa persoalan. Terdapat kebingungan para pemangku kepentingan sektor kesehatan di daerah dengan adanya dua induk. Satu terkait dengan aturan-aturan birokrasi aparatur pemerintah yang harus tunduk dan patuh terhadap ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri, sementara satu lagi harus tetap mempedomani standar, aturan dan ketentuan dari kementerian teknis sektor kesehatan yaitu Kementrian Kesehatan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) jelas disebutkan bahwa perangkat daerah terdiri dari : Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, BAPPEDA, Dinas, Lembaga Teknis Daerah (LTD) dan Kecamatan. Lembaga Teknis Daerah bisa berbentuk Badan, Kantor dan RUMAH SAKIT. Sehingga jelas kedudukan RSUD adalah sebagai Lembaga Teknis Daerah yang dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah (PP 41/2007 Pasal 8 dan Pasal 15). Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah pada Pasal 43 yang secara substansi menyatakan bahwa terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas Daerah Kabupaten/Kota di bidang kesehatan berupa rumah sakit Daerah kabupaten/kota dan pusat kesehatan masyarakat sebagai unit organisasi bersifat fungsional dan unit layanan yang bekerja secara profesional. Sampai disini sebenarnya berakhirnya riwayat Lembaga Teknis Daerah yaitu RSUD dan berubah bentuk menjadi UPTD dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Rumah Sakit Daerah sebagai sebuah lembaga dibawah Bupati/Walikota langsung dan berubah menjadi hanya sebuah unit dibawah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pada Pasal 44 PP Nomor 18 Tahun 2016 merupakan penegasan bahwa RSUD dipimpin oleh direktur rumah sakit Daerah kabupaten/kota, bersifat otonom dalam penyelenggaraan tata kelola rumah sakit dan tata kelola klinis serta menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum Daerah (PPK-BLUD).

PERMASALAHAN PENERAPAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BLUD RUMAH SAKIT PEMERINTAH

Layanan rumah sakit di Indonesia cenderung untuk kalangan menengah ke bawah, sehingga aspek kualitas pelayanan mempengaruhi pasien memilih rumah sakit untuk berobat. Karena segmen layanan kesehatan rumah sakit pemerintah untuk kelas menengah ke bawah berakibat menjadikan rumah sakit yang murah serta bermutu. Kondisi tersebut membuat rumah sakit harus dituntut untuk melayani masyarakat kelas menengah ke bawah dengan keterbatasan sumber dana. Oleh karena itu, dibutuhkan manajerialisme dalam organisasi rumah sakit agar bisa menghasilkan jasa yang memiliki kualitas yang lebih baik. Istilah Badan Layanan Umum (BLU) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mulai diketahui pada tahun 2004 sebagaimana terdapat pada Pasal 1 UU No.1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah (PP) No 23 Tahun 2005 dan revisi UU Rumah Sakit No. 44 Tahun 2009 yang mengamanatkan bahwa Rumah Sakit harus menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Penerapan BLUD rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme, mendorong enterpreneureship, transparansi, dan akuntabilitas dalam rangka pelayanan publik. Pada keadaan tersebut rumah sakit memiliki beberapa masalah antara lain rumah sakit diwajibkan menyusun SAK karena dikelola dengan prinsip bisnis. SAP perlu dibuat untuk keperluan konsolidasi dengan pemda. Oleh karenanya BLUD membuat keduanya hal tersebut mengakibatkan rumah sakit tidak mampu menyajikan informasi akuntansi yang komprehensif karena laporan keuangan dihasilkan dari basis yang berbeda. Selanjutnya rumah sakit belum menerapkan fleksibilitas yang diberikan berupa penentuan tarif layanan dan remunerasi. Hal tersebut membuat rumah sakit terlihat masih ragu untuk menerapkan fleksibilitas tersebut. Sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas dalam menyusun laporan keuangan walaupun sudah mencukupi namun belum semua memahami prinsip PPK BLUD. Dan tidak semua rumah sakit memiliki tenaga akuntansi sehingga masih kesulitan dalam memahami peran informasi akuntansi dalam pengambilan keputusan.

AKUNTANSI KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN BLUD

Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran, Bendahara Pengeluaran BLUD dapat diberikan Uang Persediaan sebagai uang muka  untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari. Dalam hal pengelolaan Uang Persediaan tersebut, pada setiap awal periode anggaran Bendahara Pengeluaran melakukan pengajuan Uang Persediaan (UP) kepada Pejabat Keuangan yang selanjutnya akan di tandatangani oleh Pemimpin BLUD. Uang Persediaan hanya digunakan untuk jenis pengeluaran yang tidak dapat dilakukan langsung oleh bendahara pengeluaran kepada pihak yang menyediakan barang dan/atau jasa. Rekening pengeluaran BLUD selain mengelola uang persediaan juga mengelola uang yang akan digunakan untuk belanja dalam bentuk tambahan uang persediaan, atau dana LS yang dikelola oleh bendahara pengeluaran BLUD. Rekening pengeluaran BLUD dapat dibuka atas nama bendahara pengeluaran dan bendahara pengeluaran pembantu. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran terdiri dari kas tunai dan kas di rekening pengeluaran. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran akan bertambah apabila terdapat aliran uang masuk yang antara lain berasal dari: Transfer uang persediaan dan/atau dana LS yang dikelola oleh bendahara pengeluaran dari Bendahara Penerimaan Penerimaan uang pengembalian belanja Penerimaan jasa giro pada Rekening Pengeluaran Penerimaan uang potongan pajak yang dipungut oleh bendahara pengeluaran. Saldo Kas di Bendahara Pengeluaran akan berkurang apabila terdapat aliran uang keluar, yang antara lain berasal dari: Belanja Operasi dan Belanja Modal Penyetoran uang pengembalian belanja Penyetoran uang potongan pajak yang dipungut oleh bendahara pengeluaran ke RKUN. Sebagai bagian dari pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran, bendahara pengeluaran wajib menyetorkan sisa uang persediaan paling lambat pada hari kerja terakhir di bulan terakhir tahun anggaran. Bukti setoran sisa uang persediaan harus dilampiri sebagai bukti pertanggungjawaban. Apabila masih terdapat uang persediaan yang belum disetorkan ke Rekening Bendahara Pengeluaran sampai dengan tanggal Neraca, maka harus dilaporkan sebagai Kas di Bendahara Pengeluaran. Dalam pelaksanaan belanja daerah, Bendahara Pengeluaran juga bertindak sebagai wajib pungut atas transaksi keuangan yang dikenakan pajak Pemerintah seperti PPh 21 dan PPN, dimana uang atas potongan pajak tersebut harus segera disetorkan ke RKUN. Apabila sampai dengan tanggal Neraca masih terdapat uang dalam pengelolaan Bendahara Pengeluaran yang berasal dari potongan pajak Pemerintah, jumlah tersebut dilaporkan di neraca sebagai Kas Lainnya di Bendahara Pengeluaran.

Jumlah Viewers: 1116