Artikel BLUD.id

MENERAPKAN PRINSIP TATA KELOLA YANG BAIK PADA BLUD

Tata kelola yang ada pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan peraturan internal yang penetapannya ditetapkan degan peraturan kepala daerah setempat. Prinsip dari tata kelola ini mencakup transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kesetaraan/kewajaran. Transparansi merupakan keterbukaan yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi secara langsung dapat diterima bagi yang membutuhkan dan keterbukaan informasi baik dalam proses pengambilan keputusan maupun dalam mengungkapkan informasi material mengenai perusahaan. Efek terpenting dari adanya suatu transparasi ini adalah terhindarnya benturan kepentingan berbagaii pihak dalam manajemen. Akuntabilitas merupakan kejelasan fungsi, struktur, sistem yang dipercayakan pada BLUD agar pengelolaan Lembaga dapat terlaksana dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Efek dari dilakukannya akuntabilitas ini adalah terhindarnya dari konslik atau benturan kepentingan peran. Responsilbilitas merupakan kesesuaian atau kepatuhan dalam pengelolaan organisasi dan kesesuaian prinsip korporasi bisnis yang sehat serta perundang-undangan. Efek jika ada responsibiltas maka akan terhindar dari permasalahan perpajakan, hubungan industrial, lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kera serta standar penggajian. Independensi merupakan kemandiirian pengelolaan organisasi secara professional. Efek dari adanya independensi adalah terhindarnya dari benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun. Yang terakhir adalah kesetaraan dan kewajaran dimana apabila diterapkan maka akan berefek pada perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian serta perundang-undangan. Secara keseluruhan tata kelola yang ada pada BLUD dibagi menjadi empat garis besar diantaranya kelambagaan, prosedur kerja, pengelolaan fungsi serta pengelolaan sumber daya manusia dimana masing-masing poin harus dapat berjalan dengan baik.  Di awal pembentukan BLUD, tata kelola akan dituangkan ke dalam suatu perbup. Adapun kriteria penilaian dokumen tata kelola yang menjadi lampiran perbup sesuai dengan SE Mendagri Nomor 900/2759/SJ ada dua indikator yaitu adanya kebijakan-kebijakan mengenai organisasi dan tata laksana serta adanya kebijakan tentang akuntabilitas. Unsur yang dinilai pada indikator yang pertama diantaranya terkait struktur organisasi, prosedur kerja, pengelompokan fungsi yang logis, pengelolaan SDM (penerimaan pegawai, penempatan, sistem remunerai, jenjang karir, pembinaan termasuk sistem reward dan punishment serta pemutusan hubungan kerja. Untuk indikator kedua, indikatoor yang dinilai adalah apakah ada sistem akuntabilitas berbasis kinerja, bagaimana kebijakan keuangannya (kebijakan mengenai tarif berdasarkan unit cost dan subsidi serta sistem akuntansi dan keuangan) serta bagaimana kebijakan pengelolaan keuangan dan limbah yang ada.

DITETAPKAN MENJADI BLUD, BAGAIMANA PENILAIANNYA

Mungkin banyak yang bertanya-tanya bagaimana suatu SKPD bisa ditetapkan menjadi BLUD jika mereka telah memenuhi tiga persyaratan BLUD yaitu terkait syarat subtantif, syarat teknis dan syarat administratif. Langkah selanjutnya apabila suatu SKPD telah menyelesaikan penyusunan dokumen Pra BLUD maka akan dilakukan penilaian oleh Tim Penilai. Tim Penilai terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda), Pejabat Pengelola Keuangan Daaerah (PPKD), Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Kepala Badan Pengawas Daerah (Bawasda) serta Tenaga Ahli misalnya asosiasi profesi, konsultan atau pihak lain yang dianggap kompeten. Adapun dokumen administratif yang dinilai terdiri dari surat pernyataan kesanggupan meningkatkan kinerja, pola tata kelola, rencana strategi bisnis, laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan keuangan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan hasil penilaian audit terakhir atau surat pernyataan bersedia untuk diaudit. Keseluruhan penilaian terkait penetapan BLUD telah dituangkan dalam peraturan SE Mendagri No 900/2759/SJ. Tujuan dibentuknya peraturan ini yaitu agar tersedianya acuan bagi Tim Penilai dalam melakukan penilaian atas usulan SKPD atau unit kerja pada SKPD yang akan menerapkan PPK BLUD, tersusunnya instrument penilaian bagi tim penilai sesuai dengan karakteristik dan potensi daerah yang dimiliki serta terjaganya obyektivitas, transparansi, dan kualitas penilaian yang baik.  Adapun bobot untuk masing-masing dokumen yang dinilai sesuai SE Mendagri No 900/2759/SJ dapat dilihat pada table berikut ini; Dalam SE Mendagri No 900/2759/SJ dijelaskan indikator, unsur yang dinilai beserta nilai per unsur dengan skala penilaian dalam penilaian dokumen administratif. Nilai per unsur menggunakan skala dengan rentang angka antara 0 (nol) sampai dengan 10 (sepuluh). Adapun batas nilai pada kriteria penilaian yang digunakan adalah nilai 80. Apabila nilai akhir yang diperoleh 80 keatas maka akan ditetapkan sebagai BLUD. Jika Salah satu dari enam persyaratan administrative tidak terpenuhi, maka permohonan untuk menjadi PPK-BLUD ditolak dan dapat diajukan kembali apabila seluruh persyaratan sudah terpenuhi. Adapun terkait format penilaian yang digunakan dapat dilihat dan dipelajari pada SE Mendagri No 900/2759/SJ karena telah dijabarkan secara lengkap tentang apa saja indikator dan unsur yang dinilai pada setiap indikator.

APA SAJA FLEKSIBILITAS YANG DIMILIKI BLUD

Dalam penerapannya, BLUD memiliki keleluasan dalam rangka menerapkan praktek bisnis yang sehat. Praktek bisnis yang sehat merupakan penyelenggaran dari fungsi organisasi yang berdasarkan dengan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu, berkesinambungan dan berdaya saing.  Keleluasaan ini bertujuan untuk meningkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan masyarakat. Untuk itu perlu kita ketahui bersama apa saja sebetulnya fleksibilitas yang akan didapatkan oleh suatu badan yang ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ini. Berdasarkan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018, fleksibilitas yang didapatkan oleh BLUD diantaranya yaitu terkait pengelolaan pendapatan, pengelolaan belanja pengadaan barang dan jasa, pengelolaan utang dan piutang, tarif, pengelolaan sumber daya manusia, pengelolaan kerjasama, pengelolaan investasi, pengelolaan remunerasi serta pengelolaan SiLPA dan defisit. Pada pengelolaan terkait pendapatan, BLUD dapat menggunakan seluruh pendapatan yang dimilikinya baik dari pendapatan jasa pelayanan, hibah, kerjasama, APBD dan lain-lain dengan masuk ke rekening kas BLUD dan dikelola serta dimanfaatkan sepenuhnya oleh BLUD. Dalam pengelolaan belanja, BLUD dapat melakukan belanja dengan menggunakan dana yang bersumber dari jasa layanan (non APBD) dan dapat melebihi pagu anggaran namun mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan. Pada pengelolaan pengadaan barang dan/atau jasa, BLUD tidak mengacu pada perpres pengadaan barang/jasa pemerintah yaitu Perpres 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pengadaan barang dan/atau jasa BLUD ini bertujuan untuk menjamin keterssediaan barang dan jasa yang lebih bermutu, lebih murah, lebih mudah dan cepat dalam proses pengadaannya dan mudah menyesuaikan dengan kebutuhan untuk mendukung kelancaran pelayanan. Dalam pengelolaan utang dan piutang, BLUD dapat melakukan utang seperti pinjaman jangka panjang sesuai dengan perundang-undangan, selain itu piutang yang ada juga dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat.                 Fleksibillitas BLUD juga terkait dengan pengelolaan tarif layanan dimana tarif ditetapkan dengan peraturan kepala daerah setempat. Tarif layanan ditetapkan sebagai imbalan atas penyediaan baranng dan/atau jasa layanan kepada masyarakat. Kemudian dalam pengelolaan sumber daya manusia, BLUD dapat melakukan rekrutmen terhadap tenaga professional lainnya meskipun berstatus non pegawai negeri sipil. Dalam hal pengelolaan kerjasama, BLUD dapat melakukan kerjasama dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan dengan berdasarkan pada prinsip efisiensi, efektivtas, ekonomis dan saling menguntungkan. Dalam hal investasi, BLUD dapat melakukan investasi jangka pendek sepanjang memberi manfaat bagi peningkatan pendapatan dan pelayanan masyarakat dan tidak menganggu likuiditas keuangan BLUD. Dalam hal remunerasi, BLUD dapat memberikan remunerasi sesai dengan tingkat tanggung jawan dan profesionalisme yang dimiliki baik dari pejabat pengelola maupun pegawainya. Dan yang terakhir, BLUD juga memiliki fleksibilitas dalam hal pengelolaan SiLPA dan defisit anggaran karena sisa kas yang dimiliki dapat digunakan dalam tahun anggaran berikutnya dan tidak ada setor ke kas daerah lagi.

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PADA RUMAH SAKIT SEBAGAI SALAH SATU SYARAT PENETAPAN BLUD

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas perayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaran pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Oleh karena itu, standar pelayanan minimal pada rumah sakit berbeda dengan puskesmas. Standar Pelayanan Minimal itu sendiri didefinisikan sebagai ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Indikator SPM adalah tolak ukur untuk prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuh didalam pencapaian suatu SPM tertentu berupa masukan, proses, hasil dan atau manfaat pelayanan.                 Standar Pelayanan Minimal untuk Rumah Sakit telah diatur di dalam Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008. Adanya peratura terkait standar pelayanan minimal ini dimaksudkan agar tersedianya anduan bagi daerah dalam melaksanakan perencanaan pelaksanaan dan pengendalian serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan minimal rumah sakit. Standar pelayanan minimal ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman tentang definisi operasional, indikator kinerja, ukuran atau satuan rujukan, target nasional untuk cara perhitungan / rumus / pembilangan penyebut / standar / satuan pencapaian kinerja dan sumber data. Dalam penyusunan dan penatapan SPM juga memperhatikan hal-hal diantaranya konsensus, sederhana, nyata, terukur, terbuka, terjangkau, akuntabel dan bertahap. Jenis-jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib disediakan oleh rumah sakit meliputi pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan bedah, pelayanan persalinan dan perinatology, pelayanan intensif, pelayanan radiologi, pelayanan laboratorium patologi klinik, pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan farmasi, pelayanan gizi, pelayanan transfuse darah, pelayanan keluarga miskin, pelayanan rekam medis, pengelolaan limbah, pelayanan administrasi manajemen, pelayanan ambulans/kereta jenazah, pelayanan pemulasaraan jenazah pelayanan laundry, pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit serta pencegah pengendalian infeksi. Adapun penjelasan detail terkait SPM untuk setiap jenis pelayanan, indikator dan standar dapat dilihat pada lampiran dalam Kepmenkes Nomor 129 Tahun 2008.

PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) SEBAGAI SALAH SATU SYARAT ADMINISTRATIF BLUD

Rencana Strategis yang selanjutnya disebut Rencana Strategis (Renstra) adalah dokumen perencanaan BLUD untuk periode 5 (lima) tahunan. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Rencana Strategis  (Renstra) ini masuk ke dalam salah satu persyaratan administratif yang harus diajukan ketika suatu Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) akan berubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) selain kelima syarat lainnya yaitu surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja, pola tata kelola, standar pelayanan minimal, laporan keuangan atau prognosis/proyeksi keuangan serta laoran audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Rencana Strategis (Renstra) yang dimaksud merupakan perencanaan lima tahunan yang disusun untuk menjelaskan strategi pengelolaan BLUD dengan mempertimbangkan alokasi sumber daya dan kinerja dengan menggunakan teknis analisis bisnis dimana penetapannya menggunakan Peraturan Kepala Daerah.                 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 79 Tahun 2018 pasal 42 menyebutkan bahwa Unit Pelaksana Teknis Dinas/ Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD, menyusun Rencana Strategis (Renstra) sesuai dengan ktentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku sebagai bagian dari Rencana Strategis (Renstra) Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) oleh UPTD ini memuat 4 hal yaitu terkait rencana pengembangan layanan, strategis dan arah kebijakan, rencana program dan kegiatan serta rencana keuangan selama lima tahun kedepan. Penyusunan Rencana Strategis (Renstra) dilakukan oleh pemimpin BLUD sebagaimana bunyi dari pasal 8 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) 79 tahun 2018. Pelaksanaan Rencana Strategis (Renstra) harus berdasarkan pada peningkatan pelayanan masyarakat, efisiensi, efektivitas, produktifitas berdasarkan praktek bisns yang sehat tanpa menguatamakan pengambilan keuntungan. Implementasi rencana strategis ini juga harus dilakukan dengan memperhatikan fleksibilitas dari penerapan BLUD. Selanjutnya, Rencana Strategis (Renstra) ini akan dipakai sebagai dasar penyusunan Rencana Bisnis Anggaran (RBA) dan digunakan sebagai evaluasi kinerja untuk setiap tahunnya.

PENGELOLAAN BELANJA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Permendagri No 79 Tahun 2018 menyatakan bahwa belanja BLUD terdiri dari belanja operasi dan belanja modal. Belanja operasi tersebut mencakup seluruh belanja BLUD untuk menjalankan tugas dan fungsi yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, belanja bunga dan belanja lain. Belanja modal mencakup seluruh belanja BLUD untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan BLUD. Belanja modal tersebut meliputi belanja tanah, belanja peralatan dan mesin, belanja gedung dan bangunan, belanja jalan, irigasi dan jaringan serta belanja aset tetap lainnya. Pengelolaan belanja pada Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diberikan fleksibilitas dengan mempertimbangkan volume kegiatan pelayanan masing-masing BLUD. Fleksibilitas tersebut merupakan belanja yang disesuaikan dengan perubahan pendapatan dalam ambang batas RBA dan DPA yang telah ditetapkan secara definitif. Fleksibilitas dapat dilaksanakan terhadap belanja BLUD yang bersumber dari pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud dalam jasa layanan, hibah, hasil kerjasama dengan pihak lain, lain-lain pendapatan BLUD yang sah serta hibah tidak terikat. Belanja juga memiliki ambang batas yang merupakan besaran persentase realisasi belanja yang diperkenankan melampaui anggaran dalam RBA dan DPA. Apabila belanja BLUD melampaui ambang batas sebagaimana dimaksud di atas maka BLUD wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan kepala daerah. Dalam hal terjadi kekurangan anggaran, BLUD dapat mengajukan usulan tambahan anggaran dari APBD kepada PPKD. Besaran presentase ambang batas pada BLUD dihitung tanpa memperhitungkan saldo awal kas. Namun, memperhitungkan fluktuasi kegiatan operasional yang meliputi kecenderungan/tren selisih anggaran pendapatan BLUD selain APBD tahun berjalan dengan realisasi 2 tahun anggaran sebelumnya dan kecenderungan/tren selisih pendapatan BLUD selain APBD dengan prognosis tahun anggaran berjalan. Besaran presentase ambang batas dicantumkan dalam RBA dan DPA dimana pencantuman tersebut berupa catatan yang memberikan informasi besaran presentase ambang batas. Presentase ambang batas merupakan kebutuhan yang dapat diprediksi, dicapai, terukur, rasional dan dipertanggungjawabkan. Ambang batas ini digunakan aabila pendapatan BLUD yang diprediksi atau dianggarkan telah melebihi target pendapatan yang telah ditetapkan dalam RBA dan DPA tahun yang dianggarkan.

Jumlah Viewers: 1079