Artikel BLUD.id

FLEKSIBILITAS UPT/SKPD SETELAH DITETAPKAN MENJADI BLUD

SKPD atau Unit Kerja yang menerapkan PPK-BLUD diberikan fleksibilitas dalam Pola Pengelolaan Keuangannya, antara lain: Pendapatan BLUD yang berasal dari jasa layanan dapat digunakan langsung untuk membiayai kegiatannya, sehingga tidak masuk kas daerah terlebih dahulu. Hal ini sangat terasa pada Rumah Sakit Daerah, kalau Rumah Sakit Daerah tidak menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, pendapatan harus disetor ke Kas Daerah (tidak boleh digunakan langsung). Kita mungkin perlu merenung, apa yang akan terjadi kalau sebuah RSD memerlukan obat bagi pasiennya dengan sangat segera, sementara obat di RSD tersebut sudah tidak mencukupi atau mungkin sudah tidak ada. Kalau RSD tersebut belum menerapkan PPK-BLUD maka pencairan dananya harus melalui mekanisme dalam APBD sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Berapa lama sampai tersedianya obat-obatan tersebut ? Bisa jadi pasiennya tidak tertolong jiwanya hanya karena prosedurnya terlalu panjang dan lama. Selain itu, penerimaan yang bersumber dari APBD atau APBN dapat diberlakukan sebagai pendapatan BLUD, hal ini mempunyai makna bahwa BLUD yang telah memberi jasa layanan pada masyarakat, namun pemerintah (melalui APBN) atau pemerintah daerah (melalui APBD) yang membayar untuk jasa layanan tersebut. Dalam hal ini Pemerintah atau Pemerintah Daerah membeli jasa layanan yang telah diberikan oleh BLUD. Sehingga APBN atau APBD tersebut dapat diberlakukan sebagai pendapatan BLUD. Belanja (biaya) BLUD boleh melampaui pagu yang telah ditetapkan (flexsible budget) sepanjang pendapatan atau belanjanya bertambah atau berkurang. Utang/Piutang, Investasi dan Kerjasama BLUD boleh melakukan utang/piutang, investasi, dan kerjasama. Utang atau pinjaman dan investasi jangka panjang harus dengan persetujuan Kepala Daerah. Pengadaan barang dan jasa Pendapatan yang berasal selain dari APBD atau APBN boleh tidak dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau perubahannya. Makna dari pemberian fleksibilitas dalam pengadaan barang dan jasa dimaksud, adalah untuk mempercepat pelayanan yang diberikan. Namun tetap dengan prinsip efisien, efektif, transparan, bersaing, tidak diskriminatif, akuntabel dan praktek bisnis yang sehat. Pengelolaan barang BLUD boleh menghapus aset tidak tetap seperti aset yang sudah tidak produktif atau sudah tidak efisien lagi. Sebagai contohnya tempat tidur pasien yang sudah reyot, dari pada memenuhi ruangan/gudang lebih baik dijual. Hasil dari penjualan aset tersebut merupakan pendapatan BLUD. Pejabat Pengelola dan pegawai BLUD Kriteria pengelola dan pegawai BLUD boleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Non PNS. Pegawai Non PNS diperlukan sepanjang BLUD yang bersangkutan sangat membutuhkan dan dalam rangka peningkatan pelayanan. Baik PNS maupun Non PNS harus yang betul-betul profesional, jangan sampai pegawai yang ada di BLUD karena titipan dari para pejabat yang berpengaruh di daerah tersebut. Namun untuk pejabat keuangan dan bendahara wajib dijabat oleh PNS. Dewan Pengawas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.05/2007 tentang Dewan Pengawas Badan Layanan Umum disebutkan bahwa Dewan Pengawas dapat berjumlah 3(tiga) orang kalau nilai asetnya sebesar 75 (tujuh puluh lima) miliar rupiah sampai dengan 200 (dua ratus) miliar rupiah, atau nilai omsetnya antara 15 (lima belas) miliar sampai dengan 30 (tiga puluh) miliar rupiah setahun. Sementara itu, Dewan Pengawas dapat berjumlah antara 3 (tiga) atau 5 (lima) orang kalau nilai asetnya diatas 200 (dua ratus) miliar rupiah atau nilai omsetnya di atas 30 milai rupiah setahun. Lalu siapa yang berhak jadi Dewan Pengawas ? Untuk BLUD-SKPD adalah Sekretaris Daerah, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dan Tenaga Ahli. Sedangkan BLUD Unit Kerja, terdiri dari Kepala SKPD induk, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah, dan Tenaga Ahli. Bolehkah Kepala Daerah menjadi Dewan Pengawas? jawabannya tidak. Karena dilihat dari tugas Dewan Pengawas salah satunya adalah melaporkan kepada Kepala Daerah tentang kinerja BLUD. Kalau Kepala Daerah menjadi Dewan Pengawas, maka Kepala Daerah tersebut melaporkan kepada dirinya sendiri, bisa diistilahkan jeruk makan jeruk. Remunerasi Pejabat Pengelola BLUD, dewan pengawas, sekretaris dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggung jawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan. Sehingga tidak lagi perhitungannya seperti PNS. Besaran remunerasi dapat dihitung berdasarkan indikator penilaian antara lain: (1) pengalaman dan masa kerja (basic index); (2) keterampilan, ilmu pengetahuan dan perilaku (competency index); (3) resiko kerja (risk index); (4) tingkat kegawatdaruratan (emergency index); (5) jabatan yang disandang (position index); dan (6) hasil/capaian kinerja (performance index). Penetapan tarif BLUD Ditetapkan dengan Peraturan Kepala karena untuk mempercepat proses penetapan dan efisiensi biaya. Namun demikian, penetapan tarif harus mempertimbangkan kontinuitas dan pengembangan layanan, daya beli masyarakat, serta kompetisi yang sehat. Selain itu, Kepala Daerah dapat membentuk tim untuk mengkaji kelayakan besaran tarif yang akan ditetapkan, yaitu dengan melibatkan pembina teknis, pembina keuangan, unsur perguruan tinggi dan lembaga profesi. Penetapan tarif pada BLUD mestinya berdasarkan unit cost. Untuk itu, perlu dipahami oleh jajaran pemerintah daerah, bahwa SKPD atau Unit Kerja yang sudah menerapkan PPK-BLUD, kewajiban pemerintah daerah dalam hal ini APBD masih tetap diperlukan dalam meningkatkan pelayanannya. Karena pendapatan BLUD itu minimal sama dengan belanja/biayanya. Laporan Keuangan Dalam menyusun Laporan Keuangan, BLUD merupakan perangkat daerah yang tidak dipisahkan. Untuk itu laporan keuangan BLUD merupakan bagian dari laporan keuangan SKPD atau Pemerintah Daerah. Akuntansinya wajib menggunakan Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sementara laporan Keuangan Pemerintah menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, maka di sini perlu adanya konsolidasian dalam menyusun laporan keuangan BLUD. Referensi : MEMAKSIMALKAN FLEKSIBILITAS BLUD

MANFAAT MENERAPKAN PPK - BLUD

Sebagai tindak lanjut dari UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Pemendagri 61 tahun 2007 (yang selanjutnya di-update menjadi Permendagri 79 Tahun 2018) tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah yang menjadi dasar dalam penerapan pengelolaan keuangan bagi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau Unit Kerja di lingkungan Pemerintah Daerah yang ingin menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan (PPK – BLUD) maka diwajibkan untuk memenuhi 3 syarat, yaitu: Syarat Substantif Syarat Teknis Syarat Administratif PPK – BLUD sendiri adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik – praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai pengecualian dari ketentuang pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Adapun manfaat menerapkan PPK – BLUD bahwa SKPD / Unit Kerja yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berpotensi untuk mendapatkan imbalan secara signifikan terkait dengan pelayanan yang diberukan, maupun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). SKPD / Unit Kerja diberi keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan. Sehingga instansi pemerintah dikelola secara bisnis, agar pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif yaitu dnegn menerapkan PPK – BLUD. Manfaat lain setelah menerapkan PPK – BLUD antara lain: Dapat dilakukan peningkatan pelayanan instansi pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Instansi pemerintah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolana keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktik bisnis yang sehat. Dapat dilakukan pengamanan atas aset negara yang dikelola oleh instansi terkait.Referensi : BLUD BERIKAN BANYAK MANFAAT

WORKSHOP PPK BLUD DINKES KABUPATEN MESUJI

Workshop PPK BLUD Dinas Kesehatan Kabupaten Mesuji Lampung telah selesai dilaksanakan di Hotel Yunna Lampung pada tanggal 2 sampai 4 Mei 2019, mulai hari Kamis sampai dengan Sabtu. Workshop Pola Pengelolaan Keuangan BLUD tersebut dihadiri oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Mesuji selaku perwakilan dari Bupati Mesuji, pejabat-pejabat lintas sektor, Dinas Kesehatan Kabupaten Mesuji, dan 12 puskesmas yang telah ditetapkan menjadi BLUD, yaitu Puskesmas Bukoposo, Puskesmas Tri Karya Mulya, Puskesmas Hadimulyo, Puskesmas Sidomulyo, Puskesmas Margojadi, Puskesmas Tanjung Mas Makmur, Puskesmas Adi Luhur, Puskesmas Sungai Sidang, Puskesmas Panggung Jaya, Puskesmas Simpang Pematang, Puskesmas Wiralaga serta Puskesmas Brabasan. Puskesmas-puskesmas di Mesuji telah ditetapkan menjadi PPK-BLUD sejak November tahun 2017 namun pelaksanaan pengelolaan keuangannya masih belum terlaksana hingga sekarang karena banyak dari pihak internal maupun internal belum memahami makana BLUD dan bagaimana pengelolaan BLUD kedepannya. Oleh karena itu, pada tahun 2019 ini Dinas Kesehatan Mesuji betul-betul ingin mendampingi implementasi PPK BLUD pada 12 Puskesmas tersebut, sesuai dengan amanat dari Permendagri Nomor 79 Tahun 2018. Tujuan dari Workshop Pengelolaan keuangan ini adalah agar bisa mengetahui apa saja yang harus dilaporkan, setelah menjadi BLUD, kapan melaporkan atau dengan kata lain untuk mengetahui kewajiban apa saja yang harus dipenuhi setelah menjadi BLUD. Kewajiban setelah menjadi BLUD adalah menyusun dokumen RBA, menyusun laporan keuangan SAP, dan membuat SPTJ. Narasumber pada pelatihan hari pertama adalah Bapak Ir. Bejo Mulyono MML selaku Pengurus Pusat ARSADA Bidang Pengembangan BLUD. Beliau menyampaikan materi mengenai Implementasi Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Bapak Bejo juga memberi pesan kepada seluruh pihak terkait BLUD di Kabupaten Mesuji bahwa ketika telah menjadi BLUD, UPT harusnya berani untuk melangkah sehingga praktek BLUD dapat terlaksana. Dukungan berbagai pihak juga dibuthkan agar pelaksanaan BLUD dapat terwujud. Pada sesi kedua dilanjutkan diskusi dengan Bapak Niza Wibayana Tito, M.Kom., M.M. mengenai apasaja yang perlu disiapkan supaya lebih mudah dalam membimbing 12 Puskesmas lainnya menjadi BLUD. Selain itu pada workshop hari pertama hingga ketiga, Bapak Tito juga menyampaikan materi RBA, penatausahaan, dan akuntansi berbasis Software Keuangan BLUD Syncore dan melakukan input RBA, Penerimaan sesuai dengan BKU masing-masing Puskesmas, Pengeluaran menggunakan alur UP dan BKK serta showing menu akuntansi dan laporan keuangan yang akan digunakan di Semester I dan Semester II nantinya.

AUDIT INTERNAL PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Secara umum audit merupakan suatu proses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi tentang kejadian dan kegiatan ekonomi untuk tujuan meningkatkan derajat kesesuaian asersi-asersi tersebut dengan standar yang telah ditetapkan dan dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan. Pada dasarnya audit merupakan instrumen bagi manajemen untuk membantu mencapai visi, misi dan tujuan organisasi dengan cara mendapatkan data dan informasi faktual dan signifikan berupa data, hasil analisa, penilaian, rekomendasi auditor sebagai dasar pengambilan keputusan, pengendalian manajemen, perbaikan dan atau perubahan. Untuk menilai kinerja pelayanan di  Puskesmas perlu dilakukan audit internal. Dengan adanya audit internal akan dapat diidentifikasi kesenjangan kinerja yang menjadi masukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan baik pada sistem pelayanan maupun sistem manajemennya .Dalam permendagri No 79 tahun 2018 secara eksplisit dijelaskan bahwa auditor internal BLUD adalah satuan pengawas internal. Satuan pengawas internal memiliki tugas sebagai berikut: Pengamanan harta kekayaan Menciptakan akurasi sistem informasi keuangan Menciptakan efisiensi dan produktivitas Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dalam penerapan praktek bisnis yang sehat. Satuan pengawas internal tersebut dibentuk oleh Pimpinan untuk pengawasan dan pengendalian internal terhadap kinerja pelayanan, keuangan dan pengaruh lingkungan sosial dalam menyelenggarakan Praktek Bisnis Yang Sehat dan berkedudukan langsung dibawah pimpinan BLUD. Namun untuk dapat diangkat sebagai satuan pengawas internal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Sehat jasmani dan rohani Memiliki keahlian , integritas, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan BLUD Memahami penyelenggaraan pemerintah daerah Memahami tugas dan fungsi BLUD Memiliki pengalaman teknis pada blud Berijazah paling rendah D-3 (Diploma 3) Pengalaman kerja paling sedikit 3 tahun Berusia paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun pada saat mendaftar pertama kali. Tidak pernah dihukum, karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah Tidak sedang menjalani sanksi pidana, dan Mempunyai sikap independen dan objektif. Sumber: Permendagri No 79 tahun 2018

PENGELOLAAN ASET BADAN LAYANAN UMUM

Aset Badan Layanan Umum adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/ atau dimiliki oleh BLU sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh serta dapat diukur dalam satuan uang, dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Dalam melaksanakan pengelolaan asetnya pemimpin melakukan pengawasan dan pengendalian langsung. Pengelolaan aset BLU ini meliputi perencanaan dan penganggaran, penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan, pemusnahan, dan penghapusan. Pengelolaan aset Badan Layanan Umum didasarkan atas asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai yang berpedoman pada ketentuan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Pengelolaan aset pada Badan Layana Umum dilaksanakan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: Tidak mengganggu kegiatan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat Biaya dalam rangka pelaksanaan kerja sama tidak dapat dibebankan pada Rupiah Murni APBN Aset BLU dapat digunakan sebagai dasar penerbitan surat berharga setelah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan; dan d. tidak berakibat terjadinya pengalihan Aset BLU kepada pihak lain. Pengelolaan aset BLU dilakukan dengan mekanisme Kerjasama Operasional (KSO) atau Kerjasama Sumber Daya Manusia atau Manajemen (KSM) yang dilakukan oleh pemimpin BLU yang meilibatkan pihak lain sebagai mitra dengan perjanjian yang dituangkan dalam naskah perjanjian antara pemimpin BLU dengan Mitra. Diadakannya KSO dan KSM adalah untuk meningkatkan penyediaan pelayanan umum kepada masyarakat; mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Aset BLU; dan meningkatkan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Dalam melakukan pengelolaan aset, BLU melakukan pencatatan terhadap setiap transaksi dari pelaksanaan pengelolaan aset pada BLU dan pendapatan yang diperoleh dari pelaksanaan pengelolaan aset dengan menggunakan mekanisme KSO atau KSM sebagaimana dimaksud merupakan pendapatan BLU yang dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA. Pendapatan tersebut dicatat sebagai PNBP BLU. Sedangkan untuk Peralatan dan mesin milik Mitra tidak dicatat sebagai Aset BLU. (Peraturan Menteri Keuangan No 136 tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset pada badan Layanan Umum)

MENYUSUN RBA BERDASARKAN PERDIRJEN PERBENDAHARAAN

Penyusunan dokumen RBA pada BLU berpedoman pada perdirjen perbendaharaan Nomor 20 Tahun 2012 tentang pedoman teknis penyusunan rencana bisnis dan anggaran satuan kerja badan layanan umum. Dijelaskan bahwa RBA yang disusun terdiri dari latar belakang, ringkasan eksekutif dan tiga bab utama. Tiga bab tersebut adalah pendahuluan, kinerja tahun berjalan dan rencana bisnis dan anggaran BLU tahun selanjutnya, dan Penutup. Ringkasan eksekutif memuat uraian mengenai kinerja satuan kerja BLU tahun berjalan dan target kinerja RBA yang hendak dicapai, termasuk asumsi-asumsi penting yang digunakan serta faktor-faktor internal dan eksternal yang akan mempengaruhi pencapaian target kinerja. BAB I memuat gambaran umum mengenai keterangan ringkas landasan hukum keberadaan satker BLU yang dapat berupa keputusan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang mendasari operasional satker BLU, sejarah berdirinya dan perkembangan satker BLU hingga tahun berjalan dan peranannya bagi masyarakat. Dalam gambaran umum ini juga dijelaskan mengenai karakteristik kegiatan/layanan yang dilakukan oleh BLU yang berupa keterangan ringkas mengenai kegiatan/layanan utama yang menjadi layanan unggulan BLU. Bab I juga memuat tentang Visi dan Misi BLU, budaya kerja BLU, serta susunan pejabat pengelola dan Dewan pengawas BLU. BAB II memuat gambaran kondisi internal, kondisi eksternal, serta asumsi makro dan mikro yang digunakan dalam penyusunan RBA. Kondisi internal, kondisi eksternal, asumsi makro, dan asumsi mikro yang dijelaskan adalah yang berkaitan dengan keberhasilan pencapaian target kinerja. Selain gambaran kondisi BLU, dalam bab II ini juga menunjukkan tentang pencapaian kinerja dan target kinerja BLU. Pada pencapaian dan target kinerja BLU ini menguraikan mengenai pencapaian kinerja tahun berjalan dan target kinerja yang ingin dicapai. Bagian ini perlu memuat uraian pencapaian kinerja tahun berjalan dan target kinerja per unit kerja, uraian program, kegiatan, dan output, serta rincian pendapatan, biaya, dan pembiayaan. Pada bab II juga harus memuat tentang ambang batas belanja BLU dan Prakiraan maju tiga tahun kedepan pendapatan dan belanja BLU. BAB III adalah penutup, yang memuat seluruh pembahasan dari bab-bab sebelumnya serta hasil -hasil yang telah dicapai dan hambatan dalam melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang telah ditetapkan serta upaya pemecahan masalah yang dihadapi. Sumber: Perdirjen Perbendaharaan Nomor 20 Tahun 2012

Jumlah Viewers: 1069