Artikel BLUD.id

Rumah Sakit Umum Daerah sebagai BLUD

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) merupakan unit kerja atau SKPD pemerintah yang saat ini banyak statusnya diubah menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Dengan adanya perubahan status tersebut, RSUD harus membuktikan kinerjanya setelah ditetapkan sebagai BLUD. Saat ditetapkan sebagai BLUD, RSUD telah dilengkapi dengan ukuran-ukuran kinerja yang dapat dievaluasi sebagai salah satu bentuk pertanggungjawabannya. Kinerja yang dimaksud meliputi (1) Kinerja pelayanan dapat diukur dari pencapaian volume dan mutu pelayanan klinis yang dilakukan di berbagai instalasi, dengan membandingkan antara perencanaan yang terdapat di Rencana Strategis Bisnis (RSB) dengan pencapaian pada saat dilakukannya evaluasi. (2) Kinerja keuangan dapat diukur dari pencapaian indikator-indikator keuangan yang telah ditetapkan pada perencanaan (Rencana Strategis Bisnis). (3) Kinerja manfaat dapat dilihat antara lain dari jenis-jenis pelayanan yang dikembangkan setelah menerapkan PPK-BLUD, sehingga dengan adanya jenis layanan ini masyarakat tidak perlu mencari pelayanan sejenis ke luar daerah, dan sebagainya.  Sesuai dengan Permendagri No. 61 Tahun 2007, Evaluasi dan penilaian kinerja BLUD dilakukan setiap tahun oleh kepala daerah dan/atau dewan pengawas terhadap aspek keuangan dan non keuangan, bertujuan untuk mengukur tingkat pencapaian hasil pengelolaan BLUD sebagaimana ditetapkan dalam renstra bisnis dan RBA. Evaluasi dan penilaian kinerja dari aspek keuangan dapat diukur berdasarkan tingkat kemampuan BLUD dalam: Memperoleh hasil usaha atau hasil kerja dari layanan yang diberikan (rentabilitas), Memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas), Memenuhi seluruh kewajibannya (solvabilitas), Kemampuan penerimaan dari jasa layanan untuk membiayai pengeluaran. Sedangkan penilaian kinerja dari aspek non keuangan dapat diukut berdasarkan perspektif pelanggan, proses internal pelayanan, pembelajaran, dan pertumbuhan. Tujuan Menilai implementasi dari Permendagri No. 61 Tahun 2007 di RSUD Mengevaluasi kinerja RSUD sebagai BLUD yang terdiri dari kinerja pelayanan, kinerja keuangan, dan kinerja manfaat sesuai dengan yang telah ditetapkan pada dokumen Pola Tata Kelola, SPM, dan RSB RSUD. Tahapan Kegiatan Kegiatan evaluasi kinerja RSUD yang melaksanakan BLUD diawali dengan cara penyusunan instrument penilaian oleh tim penilai, peninjauan lapangan, diskusi hasil peninjauan lapangan dan laporan hasil evaluasi. Untuk selengkapnya terkait Permendagri No. 6 Tahun 2007 Silahkan Klik Disini

Ketentuan Umum: Dokumen Pelaksanaan Anggaran BLUD

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara merupakan tatanan hukum administrasi keuangan negara yang telah secara jelas memberikan panduan dalam pengelolaan tata laksana dan organisasi penyelenggaraan pelaksanaan anggaran negara. Kendati demikian, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tersebut tidak dapat secara langsung dioperasionalisasikan di lingkunganPemerintah karena memerlukan petunjuk teknis lebih lanjut yang diatur oleh Pemerintah. Untuk itu, dalam rangka good governance diperlukan Peraturan Pemerintah yang akan menjadi pedoman yang lebih rinci tentang bagaimana APBN tersebut dilaksanakan yang merupakan wujud konkret dari sistem pelaksanaan APBN di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dimaksudkan untuk menggantikan posisi pedoman pelaksanaan APBN yang selama ini menjadi acuan dalam pelaksanaan APBN beserta ketentuan teknisnya. Ketentuan tersebut saat ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 tahun 2002. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan dalam pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Mengingat hal tersebut, untuk keperluan pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, setiap Pengguna Anggaran (PA) wajib menyusun Dokumen pelaksanaan anggaran. Sebagai dokumen yang disusun oleh PA, Dokumen pelaksanaan anggaran merupakan pernyataan PA mengenai apa yang akan dilakukan dan dihasilkan, berapa anggaran yang disediakan, dan kapan uang tersebut akan dibayarkan oleh PA dalam suatu tahun anggaran tertentu. Pernyataan tersebut sekaligus menginformasikan bahwa PA akan melakukan pencairan dananya sesuai dengan jadwal yang tercantum dalam Dokumen pelaksanaan anggaran. Dengan demikian, Dokumen Pelaksanaan Anggaran selanjutnya menjadi acuan PA dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan sebagai pelaksanaan APBN. Mengingat kewenangan dan tanggung jawabnya untuk mengelola dan menyediakan uang dalam jumlah cukup pada saat diperlukan, Menteri Keuangan selaku BUN (Bendahara Umum Negara) meminta kepada para Menteri/Pimpinan lembaga untuk menyampaikan Dokumen pelaksanaan anggaran guna diketahui dan disahkan (disetujui jadwal penarikan dananya). Pengesahan BUN atas Dokumen pelaksanaan anggaran PA pada hakikatnya adalah pernyataan kesediaan BUN untuk menyediakan uang dalam jumlah dan pada waktu sesuai dengan rencana penarikan dana yang telah disetujuinya. Hal tersebut juga merupakan pernyataan BUN kepada para Kuasa BUN agar mereka menyediakan uang para Kuasa BUN. Dengan demikian, DIPA pada hakikatnya merupakan media komunikasi antara BUN dengan para kuasa BUN yang telah ditunjuknya sekaligus dengan para PA.

Perhitungan Nilai Depresiasi dalam Laporan Keuangan

Penghitungan nilai depresiasi dalam laporan keuangan masih menjadi hal yang kerap dipertanyakan. Depresiasi adalah proses pengalokasian kos ke dalam periode-periode waktu yang menikmatinya. Depresiasi terjadi pada aset tetap yaitu, gedung dan bangunan; dan peralatan dan mesin. Jenis aset tersebut disebut sebagai aset terdepresiasi. Disebut demikian karena kemampuan aset tersebut dalam menghasilkan pendapatan akan menurun selama umur ekonomis aset. Tanah merupakan aset tetap yang tidak didepresiasi. Hal ini dikarenakan kegunaan dan kemampuannya dalam menghasilkan pendapatan tetap/tidak berkurang selama aset tersebut masih dimiliki. Nilai depresiasi penting diketahui guna menyusun laporan neraca dan laporan operasional yang sesuai dengan kondisi penggunaan aset yang sesungguhnya. Jurnal untuk mencatat besarnya depresiasi adalah sebagai berikut: (Debit) Biaya Depresiasi xxx (Kredit) Akumulasi Depresiasi xxx Biaya depresiasi masuk menjadi aspek penyusun biaya pengurang pendapatan dalam laporan operasional sementara, akumulasi depresiasi masuk menjadi aspek penyusun neraca sebagai pengurang nilai buku aset yang terdepresiasi. Umumnya, terdapat empat metode dalam menentukan besarnya nilai depresiasi. Keempat metode tersebut adalah metode garis lurus, metode unit produksi, metode saldo menurun ganda, dan metode jumlah angka tahun. Dari keempat metode tersebut, metode yang kerap digunakan adalah metode garis lurus. Metode garis lurus adalah metode yang mengalokasikan besaran depresiasi yang sama untuk tiap tahun masa ekonomis suatu aset. Misalnya diilustrasikan sebagai berikut: Pada awal tahun 2018 Puskesmas Sambilegi membangun gedung yang menghabiskan dana Rp100.000.000. Oleh tim penilai aset (tim appraisal), dinilai bahwa gedung tersebut dapat digunakan selama sepuluh tahun. Berapa besarnya nilai depresiasi gedung tersebut tiap tahunnya? Rumus penghitungan besarnya depresiasi dengan metode garis lurus adalah maka besarnya depresiasi gedung tersebut adalah Rp 100.000.000,- : 10 tahun = Rp 10.000.000,- per tahun Dari penghitungan tersebut diketahui bahwa di tiap tahun umur ekonomisnya (2018 sampai dengan 2028), gedung tersebut akan terdepresiasi sebesar Rp10.000.000. Di dalam sistem PPK-BLUD rancangan PT Syncore Indonesia, pencatatan besarnya depresiasi tahun berjalan dilakukan melalui menu Jurnal Umum. Sementara, besarnya akumulasi depresiasi tahun lalu wajib dicatat melalui menu Saldo Awal. Sebelum mengecek inputan depresiasi tersebut di menu Laporan Keuangan, kemudian klik Posting terlebih dahulu.

Penatausahaan Kas Bendahara Pengeluaran BLU

Penatausahaan Kas Bendahara Pengeluaran BLU Bendahara Pengeluaran adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan APBN pada Kantor/Satker Kementerian Negara/Lembaga. Kas di Bendahara Pengeluaran merupakan bagian dari SILPA, selain tentunya Kas di Kas Daerah. Dalam penatausahaan keuangan daerah dikenal istilah uang persediaan (UP) yaitu uang yang besarannya telah ditetapkan sekali untuk satu tahun, bersifat uang muka, harus dipertanggungjawabkan, dan bersifat revolving fund (Dana Bergulir). Jika jumlah UP tidak mencukupi untuk membiayai suatu kegiatan, maka bendahara pengeluaran dapat mengajukan tambahan uang persediaan (TU). Dalam prakteknya, UP, GU, dan TU diterima oleh bendahara pengeluaran melalui penerbitan dan pencairan SP2D UP, SP2D GU, dan SP2D TU. Pada saat dicairkannya SP2D tersebut terjadi pemindahbukuan dari rekening Kas Daerah ke rekening Bendahara Pengeluaran. Ketentuan penatausahaan kas pada bendahara pengeluaran BLU adalah sebagai berikut: Bendahara Pengeluaran menerima dan mengelola uang yang berasal dari dana Rupiah Murni DIPA BLU yang bersangkutan dan/ atau yang diterima dari Bendahara Penerimaan untuk digunakan sesuai rencana kebutuhan. Mekanisme penatausahaan dan pengelolaan uang yang berasal dari Rupiah Murni sebagaimana dimaksud diatas, mengikuti peraturan yang berlaku. Mekanisme penatausahaan dan pengelolaan uang yang berasal  dari  Bendahara  Penerimaan  sebagaimana dimaksud di atas  dilakukan sesuai peraturan SOP internal satker BLU terkait. Bendahara Pengeluaran dapat melakukan pembayaran atas  uang yang ditatausahakannya  setelah  mendapat perintah dari Pemimpin BLU atau pejabat yang ditunjuk. Perintah dari Pemimpin BLU atau pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud di atas dituangkan dalam dokumen yang bentuk dan formatnya  ditentukan oleh masing-masing BLU. Bendahara Pengeluaran dapat menyalurkan dana kepada BPP sesuai  perencanaan  dan/atau  permintaan  dana dengan  memperhatikan  ketersediaan  dana  yang dikelolanya. BPP menerima dana dari Bendahara Pengeluaran untuk digunakan sesuai rencana kebutuhan. Atas penyaluran dana oleh Bendahara Pengeluaran kepada BPP, BPP menyampaikan pertanggungjawaban kepada Bendahara Pengeluaran.  Pembukuan kas pada bendahara pengeluaran dilakukan dalam Buku Kas Umum (BKU), buku pembantu, dan buku pengawasan anggaran. Output pembukuan digunakan sebagai dasar penyusunan laporan pertanggungjawaban bendahara. Referensi: Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 162/PMK.05/2013 Tentang Kedudukan dan Tanggung Jawab Bendahara Pada Satuan Kerja Pengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Workshop Penyusunan RSB dan RBA Akper Jayakarta

Workshop penyusunan RSB dan RBA Akper Jayakarta berlangsung pada hari senin-rabu, tanggal 12 hingga 14 Maret 2018. Acara workshop berlangsung di Hotel Whiz Prime Malioboro Yogyakarta. Tujuan dilaksanakan workshop ini adalah adanya rencana untuk alih lembaga dari Lembaga Akademi Keperawatan menjadi Lembaga Diklat SDM di bidang kesehatan. Rencana alih Lembaga ini akan dilaksanakan di tahun 2019. Masa transisi peralihan Lembaga ini dimanfaatkan untuk menyusun Rencana Strategi Bisnis (RSB) 5 tahunan untuk lembaga diklat yang baru. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana proses menyusun startegi baru untuk lembaga baru. Agenda hari pertama workshop pada sesi satu dan dua adalah pemaparan materi mengenai penyusunan RSB dan RBA untuk lembaga yang akan beralih ke lembaga baru. Pada sesi satu narasumber yang dihadirkan adalah Bapak Ir. Bejo Mulyono., MML. selaku tim penyusun Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pola Pengelolaan Keuangan BLUD. Selain pemaparan materi juga berlangsung sesi diskusi mengenai isu-isu terkait dengan masa transisi peralihan lembaga. Dilanjutkan sesi kedua dengan narasumber Bapak Rudy Suryanto., S.E., M.Si. selaku senior konsultan BLUD dan akademisi. Pada sesi kedua juga dilakukan diskusi mengenai penyusunan RSB untuk Balai Diklat yaitu lembaga baru. Agenda hari kedua dan ketiga workshop berisi agenda workshop penyusunan RSB dan RBA. Pada sesi workshop peserta melakukan praktik langsung langkah-langkah penyusunan RSB. Praktik penyusunan RSB dimulai dari melakukan analisis SWOT (strengths, weaknesses, opportunity dan threats). Peserta mengisi form analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang akan terjadi di lembaga baru. Kemudian hasil isian form masing-masing peserta di diskusikan dan di mappingkan menjadi tabel analisis SWOT. Langkah selanjutnya faktor-faktor dalam tabel analisis SWOT tersebut dinilai dan diberikan skor untuk masing-masing faktor dan di mappingkan kedalam matriks penyusunan strategi. Sehingga, output penyusunan RSB adalah perumusan rencana strategis yang matang dari hasil analisis yang dilakukan oleh lembaga. Sesi terakhir dalam workshop ini adalah penyusunan RBA yang dilakukan dengan menggunakan Software Keuangan BLUD Syncore. Peserta melakukan input data RBA definitif kedalam sistem yang meliputi pendapatan dan rincian biaya RBA. Output dari sesi penyusunan RBA ini adalah laporan RBA BLUD. Artikel terkait: Sistematika Penyusunan RSB

Jumlah Viewers: 863