Artikel BLUD.id

Transaksi Pendapatan BLU

Transaksi Pendapatan BLU adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas BLU selama satu periode yang mengakibatkan penambahan ekuitas bersih. Pendapatan BLU dalam kerangka keuangan negara merupakan kelompok pendapatan negara bukan pajak. Berdasarkan Permenkeu No. 220/PMK.05/2016 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan BLU, transaksi yang menjadi ruang lingkup pendapatan BLU adalah sebagai berikut : Pendapatan dari alokasi APBN - DIPA RM Pendapatan dari realisasi belanja pegawai, barang dan jasa, dan/atau belanja modal atas pagu DIPA yang sumber dananya rupiah murni sesuai dengan SPM/SP2D. Pendapatan dari pelayanan BLU yang bersumber dari masyarakat - DIPA PNBP Imbalan yang diperoleh dari jasa layanan BLU yang diberikan kepada masyarakat sesuai dokumen sumber penerimaan pendapatan transaksional. Pendapatan dari pelayanan BLU yang bersumber dari entitas pemerintah pusat - DIPA PNBP Imbalan yang diperoleh dari jasa layanan BLU yang diberikan kepada entitas akuntansi atau entitas pelaporan dalam kerangka sistem akuntansi pemerintah pusat yang membawahi maupun yang tidak membawahi organisasi vertikal BLU. Pendapatan hasil kerja sama - DIPA PNBP Perolehan pendapatan BLU dari kerja sama operasional, sewa-menyewa, dan usaha lainnya yang mendukung tugas dan fungsi BLU sesuai dokumen sumber penerimaan pendapatan transaksional. Pendapatan hiibah bentuk uang/barang/jasa dari masyarakat (entitas non pemerintah pusat) - DIPA PNBP Pendapatan yang diterima dari masyarakat, badan lain atau entitas non pemerintah pusat tanpa diikuti adanya kewajiban bagi BLU untuk menyerahkan barang/jasa sesuai dengan dokumen penerimaan hibah atau yang dipersamakan. Pendapatan BLU lainnya - DIPA PNBP Pendapatan BLU yang tidak berhubungan secara langsung dengan tugas dan fungsi BLU yang dapat berupa jasa giro, pendapatan bunga, keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, komisi, potongan, bentuk lain sebagai akibat dari penjualan kekayaan yang tidak dipisahkan, dan pengembalian secara kas atas beban atau biaya yang telah disahkan belanjanya pada tahun anggaran yang lalu. Pendapatan umum PNBP yang disetor ke kas negara - DIPA RM                           Pendapatan dari realisasi PNBP umum yang sumber dananya rupiah murni dan/atau untuk keuntungan rekening kas negara dan telah disetor ke rekening kas negara.

Pos Pembiayaan dalam APBD

Pos pembiayaan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) muncul pada era pasca reformasi. Pos pembiayaan merupakan pos ketiga setelah sebelumnya, pada masa pra reformasi, hanya terdapat dua pos dalam APBD, yaitu pendapatan dan belanja. Munculnya pos pembiayaan dalam APBD merupakan upaya agar APBD yang disusun semakin informatif. Informasi yang disampaikan dengan adanya pemisahan pos ini adalah memisahkan antara pinjaman dari pendapatan daerah. Pendapatan merupakan hak pemerintah daerah sementara, pinjaman belum tentu menjadi hak pemerintah daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Sama seperti pendapatan dan belanja, pembiayaan daerah yang dianggarakan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dianggarkan secara bruto dalam APBD. Silakan Download : PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Penerimaan pembiayaan ini mencakup (pasal 60): Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA), Pencairan dana cadangan, Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, Penerimaan pinjaman daerah, Penerimaan kembali pemberian pinjaman, dan Penerimaan piutang daerah. Sementara, pengeluaran pembiayaan adalah pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pengeluaran pembiayaan juga digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD. Pengeluaran ini terdiri dari: Pembentukan dana cadangan, Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah, Pembayaran pokok utang, dan Pemberian pinjaman daerah. Penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan tersebut dianggarkan dalam RKA-SKPD pada SKPKD. Jika dalam hal APBD diperkirakan defisit, ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang bersumber dari penerimaan pembiayaan. Selisih antara penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan akan menghasilkan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan (SiLPA). Silahkan kunjungi artikel terkait: Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Workshop PPK BLUD Holding Dinas Kesehatan Kota Depok

Worshop Pola Pengelolaan Keuangan BLUD holding Dinkes Kota Depok diselenggarakan di Hotel Bumi Wiyata, Depok. Kegiatan workshop ini  berlangsung selama tiga hari, yaitu Senin – Rabu, 05 Maret 2018 – 07 Maret 2018. Perserta workshop sebanyak 82 perserta dari 11 UPT Puksesmas se-Kota Depok. Narasumber workshop pola pengelolaan keuangan BLUD kali ini adalah Bapak Ir. Bejo Mulyono, MML. selaku tim penyusun Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 dan Bapak Niza Wibyana Tito, M.Kom, M.M. selaku senior konsultan BLUD. Output yang diharapkan dari pelatihan ini adalah laporan pertanggungjawaban bulan Januari dan Februari 2018 dan RBA tahun anggaran 2018. Agenda hari pertama pada sesi pertama adalah pemaparan materi mengenai pola pengelolaan keuangan BLUD. Sesi pertama ini disampaikan oleh Bapak Ir. Bejo Mulyono, MML. Penyampaian materi mengenai PPK-BLUD disampaikan dengan metode ceramah yang kemudian diselingi dengan tanya jawab. Peserta tampak antusias ketika sesi tnya jawab karena BLUD holding masih hal yang jarang di Indonesia, sehingga ada beberapa perlakuan dalam pola pengelolaan keuangannya yang berbeda. Sesi kedua, dihari pertama diisi dengan pembahasan mengenai RBA. Pada sesi kedua ini dilakukan penyamaan persepsi dalam penyusunan RBA BLUD holding, apakah akan dibuat per unit puskesmas atau cukup RBA holding setiap UPT. Selain itu penyamaan persepsi yang dilakukan juga mengenai Badan Akun Standar yang sudah disusun sebagai kebijakan akuntansi UPT Puskesmas Kota Depok. Badan Akun Standar inilah yang harus disesuaikan dengan kode akun di Software Keuangan BLUD Syncore. Dilanjutkan hari kedua dilakukan mapping akun atas data RBA 2018 yang dimiliki oleh puskesmas dan dilanjutkan dengan input data RBA ke sistem. Selama proses mapping kode akun dan input RBA kedalam system, peserta dipandu langsung oleh Bapak Niza Wibyana Tito., M.Kom., M.M selaku narasumber dan didampingi langsung oleh tim pendamping BLUD dalam penggunaan sistem. Hal ini bertujuan supaya peserta lebih mudah bertanya dan memahami cara penggunaan sistem. Selanjutnya sesi kedua pada hari kedua dilanjutkan dengan pemaparan mengenai alur penerimaan BLUD sekaligus pemaparan pengguanaan Software Keuangan BLUD Syncore di alur penerimaan.  Setelah selesai dilakukan pemaparan alur penerimaan maka peserta diberikan waktu untuk input data real penerimaan selama bulan Januari dan Februari 2018 kedalam software dan dilakukan review hasil input data. Agenda hari ketiga pada sesi pertama adalah pemaparan mengenai alur pengeluaran. Dalam sesi ini beberapa perserta melakukan editing dan perbaikan terhadap inputan penerimaan yang belum selesai. Kemudian dilanjutkan dengan input data pengeluaran bulan Januaari dan Februari dengan data real kedalam Software Keuangan BLUD Syncore. Dalam sesi ini dilanjutkan dengan review hasil inputan penerimaan dan pengeluaran oleh tim konsultan dan narasumber. Kemudian dilanjutkan ke sesi kedua yaitu pemaparan aplikasi software blud bagian akuntansi. Hal-hal yang dibahas selama sesi akuntansi adalah menganai input saldo awal dan cetak laporan keuangan dari software yang otomatis sudah akan tercetak.  Artikel terkait: Penyusunan Rencana Bisnis dan Anggaran BLUD Tahun Anggaran 2018

Dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Dana APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan unsur penting dan memiliki posisi yang strategis dalam keuangan daerah. Menurut Permendagri Nomor 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2018, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Sejalan dengan pengertian tersebut, dalam Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Bentuk dan susunan APBD pada era pra reformasi dan era pasca reformasi berbeda. Pada era pra reformasi, APBD mengalami perubahan sebanyak 2 kali. Berdasarkan UUD Nomor 6 Tahun 1975, awalnya APBD hanya terdiri atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan. Selanjutnya, struktur tersebut berubah menjadi pendapatan dan belanja. Pada era pasca reformasi, bentuk APBD di dasarkan pada Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berdasarkan Keputusan tersebut, pada pasal 2 dijelaskan bahwa struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi, saat ini bentuk APBD didasarkan atas Permendagri Nomor 13 Tahun 2006. Perbedaan struktur APBD pada masa pra reformasi dan pasca reformasi terletak pada adanya struktur pembiayaan. Pada masa pra reformasi, struktur pembiayaan tidak ada, dan baru muncul pada era pasca reformasi. Berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 pasal 23, dijabarkan mengenai pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Pembiayaan daerah adalah semua transaksi keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. Dalam Software Keuangan BLUD Syncore, penginputan dana APBD dilakukan melalui user login penerimaan dan pengeluaran. User penerimaan mencatat ketika dana APBD diterima melalui menu BKM APBD, dan user pengeluaran mencatat ketika dana APBD tersebut digunakan, yaitu dengan input di menu BKK APBD atau LS APBD. Laporan penerimaan dan pengeluaran dana APBD tersebut dapat dilihat di menu laporan BKU APBD.

Jaminan Sosial Nasional di Indonesia

Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah suatu tata cara penyelenggaraan program jaminan sosial oleh beberapa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Di Indonesia, peraturan yang mengatur tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional tertulis dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat menjadi BPJS adalah suatu badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang bertujuan untuk memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau angota keluarganya. BPJS bertanggung jawab untuk mengelola dana jaminan sosial yang bersumber dari himpunan iuran peserta beserta hasil pengembangannya untuk melakukan pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program jaminan sosial. Sistem yang dilaksanakan harus berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Peraturan yang menjelaskan tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS. BPJS bertanggung jawab kepada presiden dan terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan sedangkan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Selain fungsi yang telah dijelaskan sebelumnya, BPJS memiliki tugas untuk melakukan dan/atau menerima pendaftaran peserta, memungut dan mengumpulkan iuran dari peserta dan pemberi kerja, menerima bantuan dari pemerintah, mengelola Dana Jaminan Sosial untuk kepentingan peserta, mengumpulkan dan mengelola data peserta, membayarkan manfaat dan/atau membiayai pelayanan kesehatan sesuai ketentuan, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program kepada peserta dan masyarakat. Setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan nasional. Kewajiban tersebut secara rinci ditujukan kepada pemberi kerja untuk mendaftarkan dan memberikan data dirinya dan pekerjanya berikut anggota keluarganya secara lengkap dan benar kepada BPJS, serta setiap orang selain yang telah disebutkan sebelumnya, yang memenuhi persyaratan kepesertaan dalam program jaminan sosial. Setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditetapkan dapat dikenakan sanksi berupa teguran tertulis dan/atau denda yang dilakukan oleh BPJS, dan/atau tidak mendapat pelayanan publik tertentu yang dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah atas permintaan BPJS.

Hibah Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan dengan tegas bahwa selain berkewajiban mengalokasikan dana perimbangan, Pemerintah dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Pengalokasian dana perimbangan dan pemberian pinjaman dan/atau hibah ini dilaksanakan dalam kerangka hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur bahwa dalam rangka penyelenggaraan asas desentralisasi dan untuk mendanai pelaksanaan otonomi Daerah, Pemerintah memberikan sumber-sumber penerimaan kepada Pemerintah Daerah, yang antara lain terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Pinjaman Daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan. Selain itu, Pemerintah Daerah diberikan juga peluang untuk memperoleh pendapatan lainnya, yaitu pendapatan hibah sebagai lain-lain pendapatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Hibah Daerah, bahwa pengertian Hibah Daerah adalah pemberian dengan pengalihan hak atas sesuatu dari Pemerintah atau pihak lain kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukkannya dan dilakukan melalui perjanjian Hibah daerah meliputi hibah kepada Pemerintah Daerah dan hibah dari Pemerintah Daerah. Hibah kepada Pemerintah Daerah dapat berasal dari (a) pemerintah; badan, Lembaga atau organisasi dalam negeri; dan/ atau (c) kelompok masyarakat atau perorangan dalam negeri. Sedangkan hibah dari Pemerintah Daerah harus dilaksanakan sesuai dengan asas pengelolaan keuangan daerah. Dalam pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 pemberian hibah daerah dapat berbentuk uang, barang, dan/ atau jasa. Hibah dalam bentuk uang dapat berupa rupiah, devisa dan/ atau surat berharga. Hibah dalam bentuk barang dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak. Barang bergerak antara lain mesin, peralatan, kendaraan bermotor, sedangkan barang tidak bergerak antara lain tanah, Gedung, rumah, dan bangunan. Sedangkan hibah dalam bentuk jasa dapat berupa bantuan teknis, Pendidikan, pelatihan, penelitian, dan jasa lainnya. Pemerintah Daerah melaksanakan penatausahaan atas realisasi hibah dalam bentuk uang, barang, dan/ atau jasa dimana realisasi hibah tersebut dicatat dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah. Artikel terkait: Hibah Barang BLU/BLUD

Jumlah Viewers: 859