Artikel BLUD.id

Eksistensi Badan Layanan Umum Sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik

Badan Layanan Umum (BLU) pada awalnya adalah merupakan satuan kerja (satker)/instansi biasa di kementerian negara/lembaga yang sebenarnya tunduk kepada ketentuan/asas universalitas dalam hal pengelolaan keuangan negara. Satker/instansi birokrasi biasa ini sebagian besar sebelumnya merupakan satker/instansi pengelola Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Satkersatker ini pada umumnya menerima dana PNBP dari masyarakat karena satker-satker tersebut menyediakan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena sistem dan pola pengelolaan keuangan melalui mekanisme PNBP tidak memadai lagi (pasca reformasi politik dan keuangan) dalam hal peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat, terutama bagi satker PNBP yang menyediakan pelayanan jasa pendidikan dan kesehatan (perguruan tinggi dan rumah sakit). Dibentuklah Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 1 angka 23 yang menyatakan bahwa: “ BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.” Selanjutnya menurut Pasal 68 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, kekayaan BLU merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka tata kelola keuangan BLU juga mengacu pada ketentuan pengelolaan keuangan negara. Untuk itu maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Perbedaan antara instansi birokrasi/pemerintah biasa dengan BLU yakni hanya sebatas pada pengecualian terhadap tata cara pengelolaan keuangannya. Instansi pemerintah tunduk pada asas “universalitas” atau “universaliteit beginsel”, sedangkan terhadap pengelolaan keuangan BLU tidak berlaku asas tersebut. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang selanjutnya disebut PPK-BLU, adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yarg sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini sebagai pengecualian dan ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.  

PERMASALAHAN PADA IMPLEMENTASI POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM

Badan Layanan Umum (disingkat BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Sesuai mandat dari oleh Kementerian/Lembaga BLU diberikan fleksibilitas dalam melakukan pola pengelolaan keuangan. Dalam pelaksanaannya, upaya peningkatan layanan kepada masyarakat saat ini masih belum maksimal dan terdapat beberapa permasalahan yang terkait dengan administrasi pengelolaan keuangan BLU. BLU merupakan format baru dalam pengelolaan keuangan negara, sekaligus sebagai wadah baru bagi modernisasi manajemen keuangan sektor publik. Perubahan tersebut juga telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat memiliki tugas yang sangat mulia, yakni turut berperan dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tugas dan fungsi BLU adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel, menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Tujuan dibentuknya BLU adalah untuk lebih memberikan keleluasaan kepada satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanan untuk mengelola sumber daya yang ada sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Pemberian fleksibilitas tersebut dimaksudkan untuk mendorong satker BLU agar dapat menerapkan praktik bisnis yang sehat. Penerapan praktik bisnis yang sehat merupakan suatu upaya untuk mengadopsi prinsip dan kaidah manajemen yang baik dalam pengelolaan keuangan negara. Fungsi manajemen diadaptasi dengan tujuan agar tercipta tata kelola organisasi yang baik, akuntabel dan transparan. BLU bertanggungjawab untuk menyajikan layanan yang diminta kepada menteri sebagai principal. Dalam melaksanakan misi pelayanan publik, BLU memiliki tantangan yang cukup besar mengingat pemerintah sebagai principal, meminta kepada BLU sebagai agent untuk menjalankan misi tersebut dengan berpedoman kepada prinsip bisnis. Prinsip ini menekankan efisiensi dan produktivitas sebagaimana layaknya diterapkan pada dunia usaha, namun dengan tetap mengutamakan pada peningkatan kualitas pelayanan. BLU harus memiliki banyak inovasi agar bisa melakukan kegiatan yang kreatif dalam menciptakan metode pelayanan terbaik dan juga cara terbaik dalam menjalankan prinsip bisnis.

MANFAAT SISTEM INFORMASI AKUNTANSI

Sistem Informasi Akuntansi (SIA) adalah sebuah sistem informasi yang dibuat khusus untuk mempermudah kegiatan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan akuntansi. Sistem Informasi Akuntansi berfungsi untuk mengumpulkan dan menyimpan berbagai macam data mengenai aktivitas transaksi dari perusahaan dan kemudian data tersebut diproses menjadi sebuah informasi yang dapat digunakan dalam mengambil suatu keputusan yang diperlukan. Sistem informasi sangat berperan penting dalam menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan dalam informasi akuntansi tersebut, sehingga dapat disajikan sesuai dengan kebutuhan dari pemakai sistem informasi akuntansi. Penerapan sistem informasi akuntansi yang efektif dalam suatu organisasi akan memberikan banyak manfaat bagi keberhasilan organisasi jangka panjang maupun jangka pendek. Pemanfaatan sistem informasi akuntansi berbasis komputer tidak hanya dilakukan oleh organisasi yang memiliki tujuan untuk memperoleh profit saja. Akan tetapi, pemanfaatan sistem informasi akuntansi ini juga dilakukan oleh organisasi-organisasi publik yang memiliki orientasi atau tujuan organisasi untuk melayani publik. Dalam era globalisasi kebutuhan informasi yang mudah, cepat dan akurat sudah merupakan sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi. Demikian halnya dengan dunia kesehatan terutama puskesmas, hal yang terpenting adalah memberikan layanan informasi terutama informasi akuntansi kepada organisasi dan para ahli, guna memenuhi tuntutan terutama dalam pengolahan data menjadi laporan keuangan. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari implementasi sistem informasi akuntansi guna menghasilkan informasi yang berkualitas adalah sumber daya manusia. Peranan manusia dalam sistem informasi akuntansi sangat vital, karena jika sistem informasi akuntansi itu berkualitas sedangkan sumber daya manusia yang mengolah nya tidak berkompeten, maka hal ini tidak dapat menunjang keberhasilan dari suatu sistem tersebut. Hambatan-hambatan lain yang biasanya sering terjadi dalam penerapan sistem informasi akuntansi adalah Dibutuhkan accounting software dan perangkat komputer yang menunjang tingkat keamanan dan kerahasiaan data keuangan dan data keuangan yang dimiliki kurang lengkap dan informasi yang dihasilkan masih harus dilakukan verifikasi, sehingga menghabiskan waktu yang lebih lama dari yang seharusnya. Dengan begitu sistem informasi akuntansi sangat dibutuhkan agar berjalannya organisasi lebih baik dalam pola pengelolaan keuangan. referensi : Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)

10 FLEKSIBILITAS BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BLUD dituntut untuk meningkatkan pelayanan, sehingga perlu adanya fleksibilitas dalam pengelolaan dananya sendiri. Keleluasaan dalam pengelolaan keuangan dengan praktek bisnis yang sehat bertujuan meingkatkan layanan kepada masyarakat tanpa mencari keuntungan dalam rangka meningktakan kesejahteraan umum masyarakat. Terdapat 10 Fleksibilitas yang dapat dilakukan oleh BLUD diantaranya adalah: Pendapatan Pendapatan BLUD akan masuk ke dalam rekening penerimaan BLUD. Pendapatan dapat dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh BLUD tanpa meminta persetujuan SKPD. Penerimaan APBD merupakan pendapatan bagi BLUD dan kewajiban bagi pemda. Belanja Belanja BLUD menggunakan sumber dana jasa pelayanan atau bukan menggunakan dana APBD. Belanja dapat melebihi pagu anggaran sesuai dengan jumlah ambang batas yang telah ditetapkan. Ambang batas merupakan besaran persentase realisasi belanja yang dipernankan melampaui anggaran pada RKA/DPA BLUD. Pengadaan barang dan jasa Peraturan pengadaan barang dan jasa tidak mengacu pada Perpres pengadaan barang dan jasa pemerintah. Puskesmas mengatur sendiri dengan peraturan Pemimpin BLUD atau dengan mengajukan perbup mengenai pengadaan barang/jasa sebagai dasar peraturan. Utang piutang BLUD mengelola piutang sehubungan dengan penyerahan barang/jasa atau transaksi yang berhubungan langsung atau tidak langsung dengan kegiatan BLUD. Penagihan piutang dilakukan ketika piutang telah jatuh tempo dan dilakukan dengan administrasi penagihan yang baik. Piutang yang tak tertagih dapat dihapus secara mutlak atau bersyarat. BLUD juga dapat melakukan utang atau pinjaman jangka pendek dan jangka panjang. Tarif BLUD mengenakan tarif layanan sebagai imbalan atas penyediaan barang dan jasa kepada masyarakat dalam bentuk besaran tarif atau pola tarif. Pemimpin BLUD menyusun tarif layanan dengan mempertimbangkan aspek kontinuitas, pengembangan layanan, kebutuhan, daya beli masyarakat, asas keadilan dan kepatutan, dan kompetisi yang sehat. Sumber daya manusia (SDM) SDM BLUD terdiri dari pejabat pengelola dan pegawai. Pejabat pengelola bertanggung jawab terhadap kinerja umum operasional, pelaksanaan kebijakan fleksibilitas dan keuangan BLUD dalam memberi pelayanan. Pegawai bertugas menyelenggarakan kegiatan untuk mendukung kinerja BLUD. Pejabat pengelola terdiri atas pemimpin, pejabat keuangan, dan pejabat teknis. Kerjasama BLUD dapat melakukan kerjasama dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan. Prinsip kerjasama BLUD adalah efesiensi, efektivitas, ekonomis, dan saling menguntungkan baik secara finansial maupun non finansial. Investasi BLUD dapat melakukan investasi jangka pendek yaitu investasi yang dapat segera dicairkan untuk dimiliki selama 12 bulan atau kurang. Investasi tersebut dapat dilakukan sepanjang memberikan manfaat bagi peningkatan pendapatan dan pelayanan masyarakat. Bentuk investasi jangka pendek dapat berupa deposito pada bank dengan jangka waktu 3 sampai 12 bulan dan surat berharga. Remunerasi SDM BLUD dapat diberikan remunerasi sesuai dengan tingkat tanggung jawab dan profesionalisme yang telah dilakukan. Remunerasi merupakan imbalan kerja yang diberikan berupa gaji, tunjangan tetap, honorarium, insentif, bonus atas prestasi, pesangan, dan uang pensiun. SiLPA/defisit SiLPA merupakan selisih lebih antara realisasi penerimaan dan pengeluaran BLUD selama 1 tahun anggaran. SiLPA dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan melalui mekanisme APBD. Defisit merupakan selisih kurang antara pendapatan dan belanja BLUD. referensi : Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2018

PENGAUDITAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Alur akuntansi dan laporan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Oleh karena itu BLUD akan menyusun Laporan keuangan BLUD yang terdiri dari neraca, laporan operasional, laporan realisasi anggaran, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan saldo anggaran lebih (SAL), laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan yang selanjutkan akan diaudit oleh pemeriksa eksternal Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 99 menyatakan bahwa Laporan Keuangan BLUD akan diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Pemeriksa eksternal tersebut bertindak sebagai auditor eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kriteria penilaian dan pemberian opini oleh auditor eksternal adalah sebagai berikut: Wajar Tanpa Pengecualian Opini audit ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material. Dengan kata lain, informasi keuangan yang disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Wajar Dengan Pengecualian Opini audit ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Dengan kata lain, informasi keuangan yang disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan ”yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa” dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan. Tidak Wajar Opini audit ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material. Dengan kata lain, informasi keuangan yang disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. Tidak Menyatakan Pendapat Opini audit ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Dengan demikian, informasi keuangan yang disajikan dan diungkapkan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.

PENILAIAN PENETAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Seiring dengan perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan BLUD yang diganti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah, kini telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 981 Tahun 2019 tentang Modul Penilaian dan Penetapan BLUD. Surat edaran tersebut menjadi acuan terbaru penilaian BLUD yang telah disesuaikan Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah. Dalam melakukan penilaian, kepala daerah membentuk tim penilai yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Tim Penilai beranggotakan paling sedikit terdiri atas: Sekretaris Daerah sebagai ketua; PPKD sebagai sekretaris; Kepala SKPD yang membidangi kegiatan BLUD sebagai anggota; Kepala SKPD yang membidangi perencanaan pembangunan daerah sebagai anggota; Kepala SKPD yang membidangi pengawasan di pemerintah daerah sebagai anggota; Tenaga ahli yang berkompeten dibidangnya, apabila diperlukan. Tata tertib Tim Penilai dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: Tim Penilai wajib hadir dalam rapat penilaian. Dalam hal anggota tim Penilai berhalangan hadir, anggota tim Penilai tersebut dapat menunjuk pengganti yang memiliki kompetensi di bidangnya dan pendapat yang disampaikan oleh pengganti dianggap mewakili anggota Tim Penilai yang bersangkutan. Tim Penilai yang tidak hadir dan tidak menunjuk pengganti dianggap menyetujui keputusan yang diambil dalam rapat penilaian. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat, keputusan diambil berdasarkan musyawarah/mufakat. Jika tidak dapat diputuskan dengan musyawarah/mufakat, maka dilakukan pemungutan suara yang disetujui paling sedikit setengah dari jumlah Tim Penilai yang hadir ditambah 1 (satu) suara. Tim Penilai atau pengganti yang ditunjuk, wajib menandatangani Berita Acara Hasil Penilaian. Terdapat enam dokumen sebagai syarat administratif penilaian ditetapkannya BLUD. Jika salah satu dari enam persyaratan administratif tersebut tidak terpenuhi, maka penilaian tidak bisa dilakukan dan dapat diajukan kembali apabila seluruh persyaratan sudah terpenuhi. Dokumen yang dinilai adalah sebagai syarat administratif adalah sebagai berikut: Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja; Pola tata kelola; Rencana Strategis (Renstra); Standar Pelayanan Minimal (SPM); Laporan keuangan atau prognosis/proyeksi keuangan; Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Penilaian dokumen dilakukan sesuai dengan indikator-indikator dan bobot penilaian dalam SE Mendagri Nomor 981 Tahun 2019. Setelah  penilaian dokumen administratif, dalam hal nilai dari dokumen administratif kurang dari atau sama dengan 60, maka hasil penilaian ditolak untuk menerapkan BLUD dan apabila nilai dari dokumen administratif lebih dari 60, maka hasil penilaian diterima untuk menerapkan BLUD. Untuk selanjutnya hasil penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk rekomendasi penerapan BLUD. Rekomendasi disampaikan kepada kepala daerah sebagai dasar penetapan penerapan BLUD yang dituangkan dalam Keputusan Kepala Daerah. Sumber: Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 981/1010/SJ Tahun 2019

Jumlah Viewers: 1106