Artikel BLUD.id

Perbedaan antara Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 tentang SPM Kesehatan dengan PMK No. 4 Tahun 2019 tentang Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan

Setiap Puskesmas wajib untuk menyusun standar pelayanan minimal yang sesuai dengan Permenkes No. 43 tahun 2016. Namun, seiring perkembangan zaman peraturan SPM perlu dilakukan perubahan. Perubahan SPM ini perlu dilakukan agar ada beberapa penajaman dari segi pelayanan kesehatan agar SPM ini dapat terimplementasi dengan baik di daerah. Perubahan ini dimuat pada PMK No.4 Tahun 2019 tentang Teknis Pemenuhan mutu Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Bidang kesehatan. Perbedaan antara Permenkes No. 43 tahun 2016 dan PMK No.4 Tahun 2019 mengenai SPM adalah sebagai berikut. Perbedaan Pertama Pada PMK No 4 tahun 2019, SPM Kesehatan dibagi menjadi SPM kesehatan Daerah Provinsi dan SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota. SPM kesehatan Daerah Provinsi kemudian terbagi lagi dalam 2 Jenis Pelayanan dasar yakni: Pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan Pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.   Perbedaan Kedua: Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas: Permenkes Nomor 43 Tahun 2016 PMK No. 4 Tahun 2019 a.     Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar; b.     Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai standar; c.     Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai standar; d.     Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; e.     Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; f.       Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; g.     Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar; h.     Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; i.       Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; j.       Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar; k.      Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar; dan l.       Setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai standar. a.     Pelayanan kesehatan ibu hamil;   b.     Pelayanan kesehatan ibu bersalin;   c.     Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;     d.     Pelayanan kesehatan balita;     e.     Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;     f.       Pelayanan kesehatan pada usia produktif;     g.     Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;     h.     Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;   i.       Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;     j.       Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;     k.      Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan   l.       Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus).   Perbedaan ketiga Perbedaan selanjutnya yakni pada PMK No.4 Tahun 2019 Mutu Pelayanan untuk setiap jenis pelayanan dasar pada SPM bidang kesehatan ditetapkan dalam 3 standar teknis yaitu: standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa; standar jumlah dan kualitas personel/sumber daya manusia kesehatan; dan petunjuk teknis atau tata cara pemenuhan standar.   Perbedaan Keempat Perbedaan lainnya terletak pada Capaian kinerja Pemerintah Daerah dalam pemenuhan mutu layanan. Pada PMK No. 4 tahun 2019 capaian kinerja ini tercantum jelas pada Pasal 4 yang berbunyi: “Capaian kinerja Pemerintah Daerah dalam pemenuhan mutu pelayanan setiap jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan harus 100% (seratus persen).” Sedangkan pada Permenkes No. 43 tahun 2016 hanya dijelaskan pada bagian Lampiran bagian C. Pengertian. “SPM merupakan hal minimal yang harus dilaksanakan oleh Pemda untuk rakyatnya, maka target SPM harus 100% setiap tahunnya. Untuk itu dalam penetapan indikator SPM, Kementerian/Lembaga Pemerintahan Non Kementerian agar melakukan pentahapan pada jenis pelayanan, mutu pelayanan dan/atau sasaran/lokus tertentu.”

Penilaian Kinerja

Tujuan Penilaian Kinerja adalah  untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja  organisasi melalui peningkatan kinerja SDM organisasi. Dalam penilaian kinerja  tidak hanya menilai hasil fisik tetapi pelaksanaan  pekerjaan  secara  keseluruhan  yang  menyangkut  berbaga  bidang seperti  kemampuan,  kerajianan,  disiplin,  hubungan  kerja  atau  hal-hal  sesuai dengan bidang dari tugasnya semua layak untuk dinilai.  Tujuan penilaian  kinerja  pada  dasarnya meliputi: Meningkatkan etos kerja Meningkatkan motivasi kerja. Untuk mengetahui tingkat kerja karyawan selama ini. Untuk mendorong pertanggung jawaban dari karyawan. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa, insentif uang. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lain. Pengembangan SDM yang  masih  dapat  dibedakan  lagi  kedalam penugasan  kembali,  seperti  diadakannya  mutasi  atau  transfer,  rotasi pekerjaan, promosi kenaikan jabatan, dan pelatihan. Sebagai alat untuk membantu dan menolong karyawan untuk mengambil inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja. Mengidentifikasikan dan menghilangkan  hambatan-hambatan  agar kinerja menjadi baik. 10. Sebagai  alat  untuk  memperoleh  umpan  balik  dari  karyawan  untuk memperbaiki  desain pekerjaan, lingkungan kerja mereka. Pemutusan hubungan kerja, pemeberian sanksi ataupun hadiah. Memperkuat antara hubungan  karyawan  dengan  supervisor  melalui diskusi  tentang kemajuan kerja mereka. Sebagai penyaluran yang  berkaitan  dengan  masalah  pribadi  maupun pekerjaan. Terdapat  beberapa  faktor-faktor  yang  dapat  mempengaruhi  kinerja  diantaranya  adalah  faktor  kemampuan  (ability)  dan  faktor  motivasi (motivation). Yaitu : A .Faktor  Kemampuan Secara  psikologis,  kemampuan  terdiri dari kemampuan potensi yang disebut IQ dan kemampuan reality. Artinya, pegawai yang memiliki IQ  yang  tinggi  dan  pendidikan  yang  memadai  untuk  jabatannya  dan terampil  dalam  mengerjakan  pekerjaan  sehari-hari,  maka  ia  akan  lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. B . Faktor  Motivasi Motivasi  terbentuk  dari  sikap  (attitude) seorang  pegawai  dalam  menghadapi  situasi  (situation)  kerja.  Sikap mental itu sendri merupakan kondisi mental yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang pegawai harus sikap mental yang siap secara psikosifisik (siap mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya seorang pegawai harus siap secara mental, secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, juga mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.

LAPORAN PERUBAHAN SALDO ANGGARAN LEBIH BLUD

Satuan kerja yang menerapkan pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), merupakan instansi di lingkungan pemerintah daerah yang mengelola kekayaan daerah yang tidak dipisahkan. Maka dari itu, sebagai instansi pemerintah, BLUD kemudian menerapkan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) serta Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP). BLUD pun wajib menyusun laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawabannya atas aktivitas operasional yang dilakukannya selama satu periode. Selain itu, Laporan Keuangan ini juga memberikan informasi tentang sumber daya ekonomi dan kewajiban BLU pada tanggal pelaporan dan arus sumber daya ekonomi selama periode berjalan. Informasi ini diperlukan pengguna untuk melakukan penilaian terhadap kemampuan ekonomi BLUD dalam menyelenggarakan kegiatannya di masa mendatang. Laporan Keuangan BLUD sendiri disusun sesuai PSAP 13 Penyajian Laporan Keuangan BLU. Berdasarkan permendagri No. 79 tahun 2018, Laporan keuangan yang wajib disusun oleh BLUD adalah Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih, Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Pada penjelasan berikut ini, akan difokuskan pada Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih BLUD serta contoh format penyusunannya. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih atau disingkat LP SAL, menyajikan informasi kenaikan atau penurunan Saldo Anggaran Lebih tahun pelaporan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laporan ini juga memberikan ringkasan atas pemanfaatan saldo anggaran dan pembiayaan pemerintah, sehingga suatu entitas pelaporan harus menyajikan rincian lebih lanjut dari unsur-unsur yang terdapat dalam LP-SAL dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih BLUD ini, menyajikan secara komparatif dengan periode sebelumnya pos-pos berikut: Saldo Anggaran Lebih awal; Penggunaan Saldo Anggaran Lebih; Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran tahun berjalan; Koreksi Kesalahan Pembukuan tahun Sebelumnya; Lain-lain; dan Saldo Anggaran Lebih Akhir. Saldo Anggaran Lebih (SAL) merupakan gunggungan atau jumlah akumulasi SiLPA sampai dengan tanggal pelaporan dan SAL dihasilkan dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA). SAL awal merupakan SAL yang berasal dari periode sebelumnya, sedangkan SAL akhir adalah SAL yang berasal dari perhitungan SAL periode pelaporan. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan atau selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan penerimaan pembiayaan dengan belanja dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan. Nilai SilPA/SiKPA pada akhir periode pelaporan inilah yang nantinya dipindahkan ke Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih. Berikut ini adalah ilustrasi PSAP 13 terkait Format Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih Badan Layanan Umum.  

Konsep Remunerasi

Terdapat 3 konsep remunerasi yang biasa disebut dengan 3P, yaitu: Position Position atau posisi yaitu pemberian remunerasi berdasarkan posisi jabatan yang ditempati. Dengan kata lain, remunerasi yang diberikan nilainya sama untuk setiap jabatan yang setingkat. People People atau orang adalah pemberian remunerasi kepada orang yang memiliki keahlian atau pendidikan khusus yang sesuai dengan pekerjaannya. Performance Performance atau kinerja adalah pemberian remunerasi yang diberikan kepada karyawan berdasarkan kualitas kinerjanya. Artinya tunjangan ini hanya diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja tinggi (berkualitas) atau sesuai harapan yang telah ditetapkan. Prinsip dasar yang penting untuk diketahui dalam penyusunan remunerasi, yaitu: Adil dan Proporsional Adil yang dimaksud tidak berarti bahwa setiap karyawan menerima upah atau gaji yang sama, namun juga harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu kondisi perusahaan dan kebutuhan pekerja. Di sisi perusahaan. Adil dan proporsional  berkaitan  dengan  kondisi  keuangan  perusahaan  dan kecenderungan pasar di masa mendatang apakah prospeknya bagus atau trend-nya menurun, sedangkan di sisi pekerja, adil adalah tercukupinya pendapatan  yang  dapat  memenuhi  kebutuhan  pekerja  maupun keluarganya.  Asas  adil  sangat  penting  karena  didapat  dalam  rangka mewujudkan  terciptanya  suasana  yang  harmonis,  motivasi  kerja, semangat, disiplin, dan stabilitas perusahaan. Layak dan Wajar Batasan pengertian layak dan wajar itu relative. Bisa saja di sisi pekerja mengatakan bahwa remunerasi yang didapat belum memenuhi kebutuhan pekerja dan keluarganya, sedangkan pihak pengusaha sudah memastikan bahwa  apa  yang  telah  diberikan  sudah  memenuhi  kesejahteraan. Parameter  yang  digunaan  untuk  menetapkan  remunerasi  karyawan  di perusahaan, yaitu ketentuan normatif yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan. Tepat Sebuah sistem pemberian remunerasi kepada pekerja berdasarkan kinerja karyawan. Hasil kerja karyawan dievaluasi dan dinilai  dengan mengacu pada  parameter  yang  telah  ditetapkan.  Hasil  penilaian  tersebut menentukan  berapa  seharusnya  remunerasi  yang  tepat  untuk  diterima karyawan tersebut. Kompetitif Dapat  bersaing  dengan  perusahaan  lain  seperti  perusahaan  yang menghasilkan produk sejenis atau lokasi perusahaan yang berdekatan agar tidak terjadi saling cemburu di antara sesama pekerja. Transparan Adanya  keterbukaan  dalam  penetapan  remunerasi.  Dalam  menetapkan syarat kenaikaan remunerasi harus diketahui dan mudah dipahami oleh karyawan.

KOMPONEN LAPORAN ARUS KAS

Laporan arus kas adalah bagian dari laporan finansial yang menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.   Aktivitas Operasi Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah selama satu periode akuntansi. Arus kas bersih aktivitas operasi merupakaan indikator yang menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari: Penerimaan Perpajakan; Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); Penerimaan Hibah; Penerimaan Bagian Laba Perusahaan negara/daerah dan Investasi Lainnya; Penerimaan Lain-lain/penerimaan dari pendapatan Luar Biasa; dan Penerimaan Transfer. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk: Pembayaran Pegawai; Pemabyaran Barang; Pembayaran Bunga; Pembayaran Subsisdi; Pembayaran Hibah; Pembayaran Bantuan Sosial; Pembayaran Lain-lain/Kejadian Luar Biasa; dan Pembayaran Transfer.   Aktivitas Investasi Aktivitas Investasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditunjukkan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap serta investasi lainnya yang tidak termasuk dalam setara kas. Arus kas dari aktivitas investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah kepada masyarakat di masa yang akan datang. Arus kas dari aktivitas investasi terdiri dari: Penjualan Aset Tetap; Penjualan Aset Lainnya; Pencairan Dana Cadangan; Penerimaan dari Divestasi; Penjualan Investasi dalam bentuk Sekuritas. Arus keluar kas dari aktivitas investasi terdiri dari: Perolehan Aset Tetap; Perolehan Aset Lainnya; Pembentukan dana Cadangan; Penyertaan Modal Pemerintah; Pembelian Investasi dalam bentuk Sekuritas.   Aktivitas Pendanaan Aktivitas pendaan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang berhubungan dengan pemberian piutang jangka panjang dan/atau pelunasan utang jangka panjang yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi piutang jangka panjang dan utang jangka panjang. Arus kas aktivitas pendaan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas yang berhubungan dengan perolehan atau pemberian pinjaman jangka panjang. Arus masuk kas dari aktivitas pendanaan anatara lain: Penerimaan utang luar negeri; Penerimaan dari utang obligasi; Penerimaan kembali pinjaman kepada pemerintah daerah; Penerimaan kembali pinjaman kepada perusahaan negara. Arus keluar kas dari aktivitas pendanaan anatara lain: Pembayaran pokok utang luar negeri; Pembayaran pokok utang obligasi; Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada pemerintah daerah; Pengeluaran kas untuk dipinjamkan kepada perusahaan negara.   Aktivitas Transitoris Aktivitas transitoris Aktivitas transitoris adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak termasuk dalam aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Arus kas dari aktivitas transitoris mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi pendapatan, beban, dan pendanaan pemerintah. Arus kas dari aktivitas transitoris antara lain transaksi Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), pemberian/penerimaan kembali uang persediaan kepada/dari bendahara pengeluaran, serta kiriman uang. PFK menggambarkan kas yang berasal dari jumlah dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum negara/daerah. Arus masuk kas dari aktivitas transitoris meliputi penerimaan PFK dan penerimaan transitoris seperti kiriman uang masuk dan penerimaan kembali uang persediaan dari bendahara pengeluaran. Arus keluar kas dari aktivitas transitoris meliputi pengeluaran PFK dan pengeluaran transitoris seperti kiriman uang keluar dan pemberian uang persediaan kepada bendahara pengeluaran.   Sumber : Standar Akuntansi Pemerintah, Komite Standar Akuntansi Pemerintahan 2019

Komponen Pola Tata Kelola BLUD

Sesuai dengan Permendagri No. 79 tahun 2018 salah satu persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD adalah dengan memiliki atau menyusun dokumen pola tata kelola. Berdasarkan Pasal 38 Permendagri No. 79 tahun 2018, pola tata kelola ini memuat kelembagaan, prosedur kerja, pengelompokan fungsi, dan pengelolaan sumber daya manusia. Penjelasan dari muatan pola tata kelola sebagai berikut: Kelembagaan Kelembagaan berisi struktur organisasi yang menggambarkan posisi jabatan yang ada pada UPTD dan hubungan wewenang atau tanggungjawab sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Prosedur kerja Prosedur kerja menggambarkan wewenang atau tanggungjawab masing-masing jabatan dan prosedur yang dilakukan dalam melaksanakan tugasnya. Pengelompokan fungsi Pengelompokan fungsi adalah adanya struktur organisasi yang logis dan sesuai dengan prinsip-prinsip pengendalian internal yang baik, dimana terdapat penempatan sumber daya manusia yang sesuai dengan kemampuan serta profesinya. Pengelompokan fungsi ini dibagi lagi menjadi dua yakni fungsi pelayanan (services) dan fungsi pendukung (supporting). fungsi pelayanan adalah fungsi yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan pelayanan UPT ke masyarakat, sedangkan fungsi pendukung adalah fungsi yang secara tidak langsung akan memberikan pengaruh kepada pelayanan yang diberikan UPT atau dengan kata lain fungsi ini membantu pelaksanaan fungsi pelayanan. Pengelolaan sumber daya manusia Pada pengelolaan sumber daya manusia (SDM) yang dimaksud dalam tata kelola BLUD adalah adanya pengaturan yang jelas terkait pengadaan, persyaratan, pengangkatan, penempatan, batas usia, masa kerja, hak, kewajiban, termasuk sistem reward dan punishment, serta pemberhentian (PHK) seluruh SDM yang ada di BLUD.   Seluruh muatan pada pola tata kelola ini menjadi wajib untuk dimiliki oleh UPT yang akan menjadi BLUD sebab semua unsur pola tata kelola ini akan menjadi salah satu dasar penilaian pada persyaratan administratif untuk penerapan BLUD. Seluruh unsur ini pun diniliai tidak hanya sebagai unsur-unsur pola tata kelola yang terpisah tetapi dinilai secara keseluruhan atau akumulatif. Apabila salah satu dari komponen muatan pola tata kelola ini tidak ada jelas akan mempengaruhi penilaian atas kelayakan diterima atau ditolaknya permohonan persyaratan BLUD. Pola tata kelola ini tidak hanya sebatatas persyaratan yang hanya ditampilkan dalam dokumen, tetapi harusnya menjadi bagian dari praktik BLUD karena akan menjadi penilaian atas akuntabilitas berbasis kinerja yang merupakan salah satu prinsip utama yang harus dimiliki oleh suatu BLUD.   Sumber: Permendagri No. 79 tahun 2018 & SE Mendagri No. 981/1011/SJ

Jumlah Viewers: 1089