Artikel BLUD.id

MEKANISME PENGAJUAN DAN PENGESAHAN RBA

MEKANISME PENGAJUAN DAN PENGESAHAN RBA- Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) yang disusun oleh satker BLU diusulkan kepada menteri/ pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan. Usulan RBA ini disertai dengan usulan standar pelayanan minimal, tarif dan/atau standar biaya. Kemudian dalam hal satker BLU menyusun RBA menggunakan standar biaya berdasarkan perhitungan akuntansi biaya, usulan RBA ini dilampiri dengan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM). Format SPTJM adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. RBA yang diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan ditandatangani oleh Pimpinan BLU, dan diketahui oleh Dewan Pengawas atau pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan jika satker BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas. RBA yang telah disetujui oleh menteri/pimpinan lembaga/ketua dewa kawasan menjadi dasar penyusunan RKA-K/L untuk satker BLU. RKA-K/L dan RBA diajukan kepada menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggara. Pengajuan RKA-K/L dan RBA dilaksanakan sesuai dengan jadwal dalam ketentuan penyusunan RKA-K/L berdasakan Pagu Anggaran. Kemudian Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran menelaah RKA-K/L dan RBA yang diajukan oleh menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan dalam rangka penelaahan RKA-K/L, sebagai bagian dari mekanisme pengajuan dan penetapan APBN. Pemimpin BLU melakukan penyesuaian RKA-K/L dan RBA dengan Keputusan Presiden mengenai Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat. RBA yang telah disesuaikan kemudian ditandatangani oleh Pemimpin BLU, diketahui oleh Dewan Pengawas dan disetujui menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan sebagai RBA definitif. Dalam hal satker BLU tidak mempunyai Dewan Pengawas, maka RBA definitif ditandatangani oleh Pimpinan BLU, diketahui oleh pejabat yang ditunjuk oleh menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan dan disetujui menteri/pimpinan kembaga/ketua dewan kawasan. Menteri/pimpinan lembaga/ketua dewan kawasan menyampaikan RKA-K/L dan RBA definitif kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dan Direktur Jenderal Perbendaharaan. Dimana RBA definitif ini merupakan dasar untuk melakukan kegiatan satker BLU. Pemimpin BLU dapat menyusun rincian RBA definitif sebagai penjabaran lebih lanjut dari RBA definitif. Tata cara penusunan dan format rincian RBA definitif ditetapkan oleh Pemimpin BLU. Demikian artikel tentang MEKANISME PENGAJUAN DAN PENGESAHAN RBA. Semoga artikel ini bisa bermanfaat dan berguna.

PERSYARATAN PENYUSUTAN ASET TETAP (AKUNTANSI PEMERINTAH)

PERSYARATAN PENYUSUTAN ASET TETAP (AKUNTANSI PEMERINTAH) - Penyusutan adalah alokasi yang sistematis atas nilai suatu aset tetap yang dapat disusutkan selama masa manfaat yang bersangkutan. Kapasitas atau manfaat suatu aset tetap semakin lama semakin menurun karena digunakan dalam kegiatan operasi pemerintah dan sejalan dengan itu maka nilai aset tetap tersebut juga semakin menurun. Tujuan utama dari penyusutan bukan untuk menumpuk sumber daya bagi pembayaran utang atau penggantian aset tetap yang disusutkan. Tujuan dasarnya adalah menyesuaikan nilai aset tetap untuk mencerminkan nilai wajarnya. Di samping itu penyusutan juga dimaksudkan untuk mengalokasikan beban penyusutan yang diakibatkan pemakaian aset tetap dalam kegiatan pemerintahan. Untuk menerapkan penyusutan, prasyarat yang perlu dipenuhi adalah : 1. Identitas Aset yang kapasitasnya menurun Aset tetap harus dapat diidentifikasi sehingga dapat dibedakan antara aset tetap yang dapat menurun kapasitas dan manfaatnya dengan aset yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya. Aset yang kapasitas dan manfaatnya menurun adalah peralatan dan  mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan sebagainya. Sedangkan aset yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya atau bahkan bertambah nilainya adalah tanah dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset tetap yang dapat menurun kapasitas dan  manfaatnya akan memerlukan penyesuaian nilai, sehingga perlu disusutkan. Sebaliknya, aset tetap yang tidak menurun kapasitas dan manfaatnya tidak perlu disusutkan.   2. Nilai yang Dapat Disusutkan Nilai aset tetap menjadi prasyarat dalam penyusutan. PSAP menganut nilai historis, sehingga kecuali karena kondisi yang tidak memungkinkan perolehan nilai historis, nilai aset tetap yang diakui secara umum adalah nilai perolehannya. Tanpa mengetahui nilai perolehan aset tetap, maka nilai aset tetap yang dapat disusutkan tidak dapat dihitung. Selain itu, nilai perolehan pun menjadi faktor penentu besarnya nilai buku. Nilai buku diperoleh dari pengurangan nilai perolehan dengan nilai akumulasi penyusutan. Sebelum penerapan SAP, entitas pemerintah mencatat nilai aset tetap dengan pengukuran yang berbeda dengan berbagai acuan. Dengan berlakunya SAP maka penilaian aset tetap harus disesuaikan dengan pedoman yang diatur dalam Buletin Teknis Penyusunan Neraca Awal. Nilai wajar yang sesuai dengan SAP akan menjadi dasar dalam menentukan nilai aset tetap yang dapat disusutkan.   3. Masa Manfaat dan Kapasitas Aset Tetap Suatu aset disebut sebagai aset tetap adalah karena manfaatnya dapat dinikmati lebih dari satu tahun atau satu periode akuntansi. Ukuran manfaat itu sendiri berbeda-beda. Ada yang dapat diukur dengan indikator yang terkuantifikasi dan ada yang tidak. Suatu kendaraan atau mesin, misalnya, secara teknis dapat dilengkapi dengan keterangan dari produsen tentang potensi total jarak yang dapat ditempuh atau potensi total jam kerja penggunaan. Akan tetapi, unit manfaat dari aset tetap seperti komputer, gedung, atau jalan, misalnya relatif lebih tidak dapat dikuantifikasi. Akibatnya, untuk aset yang tidak mempunyai unit manfaat yang dapat dihitung dengan spesifik, dipakailah indikator pengganti seperti prakiraan potensi masa manfaat. Demikian Artikel yang membahas tentang PERSYARATAN PENYUSUTAN ASET TETAP (AKUNTANSI PEMERINTAH). Semoga bermanfaat dan berguna untuk menambah pengetahuan. Sumber : Buletin Teknis Nomor 18 tentang Akuntansi Penyusutan Berbasis Akrual

Model pembelajaran Teaching Factory untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Model pembelajaran Teaching Factory untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)- Pembelajaran Teaching Factory (TEFA) adalah model pembelajaran di SMK berbasis produksi / jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri dan dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Pelaksanaan Teaching Factory menuntut keterlibatan mutlak pihak industri sebagai pihak yang relevan menilai kualitas hasil pendidikan di SMK. Penerapan Teaching Factory (TEFA) juga harus melibatkan pemerintah, pemerintah daerah dan stakeholders dalam pembuatan regulasi, perencanaan, implementasi maupun evaluasinya. Pelaksanaan Teaching Factory sesuai Panduan TEFA Direktorat PMK terbagi atas 4 model, dan dapat digunakan sebagai alat pemetaan SMK yang telah melaksanakan TEFA. Adapun model tersebut adalah sebagai berikut: 1. Model Dual Sistem Model pertama, Dual Sistem dalam bentuk praktik kerja lapangan adalah pola pembelajaran kejuruan di tempat kerja yang dikenal sebagai experience based training atau enterprise based training. 2. Model Competency Based Training (CBT) Model kedua, Competency Based Training (CBT) atau pelatihan berbasis kompetensi merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menekankan pada pengembangan dan peningkatan keterampilan dan pengetahuan peserta didik sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Pada model ini, penilaian peserta didik dirancang untuk memastikan bahwa setiap peserta didik telah mencapai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pada setiap unit kompetensi yang ditempuh. 3. Model Production Based Education and Training (PBET) Model ketiga, Production Based Education and Training (PBET) merupakan pendekatan pembelajaran berbasis produksi. Kompetensi yang telah dimliki oleh peserta didik perlu diperkuat dan dipastikan keterampilannya dengan memberikan pengetahuan pembuatan produk nyata yang dibutuhkan dunia kerja (industri dan masyarakat). Model keempat, Teaching Factory adalah konsep pembelajaran berbasis industri (produk dan jasa) melalui sinergi sekolah dan industri untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dengan kebutuhan pasar. Selama ini, menurut Mendikbud, cukup banyak SMK dengan teaching factory yang cukup maju beroperasi layaknya industri. Agar pemasukan yang didapatkan dari penjualan hasil produksi teaching factory tidak dikategorikan sebagai penyimpangan pengelolaan keuangan maka perlu mendorong SMK dengan teaching factory menjadi Badan Layanan Umum Daerah. Sumber : mutudidik.wordpress.com & kemendikbud.go.id

PEMBUKUAN PENGELUARAN BAGI BENDAHARA BADAN LAYANAN UMUM

PEMBUKUAN PENGELUARAN BAGI BENDAHARA BADAN LAYANAN UMUM- Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per- 47 /Pb/2014 mengatur Teknis pembukuan bagi Bendahara Pengeluaran adalah pembukuan terkait uang yang dikelola berupa : Uang Persediaan, Ls Bendahara, PNBP/Pendapatan BLU yang diterima dari Bendahara Penerimaan, Pajak, Uang Pihak Ketiga, Dana Bergulir, Uang Titipan, dan Hibah Donasi/ Sumbangan Non Pemerintah serta diatur sebagai berikut: A. Penginputan pagu anggaran Penginputan pagu anggaran dilakukan di sisi Debet-Kredit (in-out) pada BKU dan di sisi pagu anggaran pada Buku Pengawasan Anggaran Belanja. Namun, mengingat belanja dari dana Rupiah Murni (UP /TUP dan LS Bendahara), PNBP/Pendapatan BLU maupun hibah donasi sumbangan berada dalam satu DIPA, Buku Pengawasan Anggaran Belanja harus bisa membedakan sumber dana yang digunakan untuk masing-masing belanja. B. Transaksi atas Uang Persediaan Transaksi atas Uang Persediaan dan LS Bendahara Bagi BLU yang masih menerima dana berupa uang Persediaan dan LS Bendahara, teknis pembukuannya tetap mengacu pada Perdirjen Perbendaharaan terkait yang secara umum adalah sebagai berikut: Pada saat Bendahara Pengeluaran menerima UP dan atau TUP dari KPPN, Bendahara Pengeluaran melakukan pembukuan sebagai berikut : Dibukukan pada BKU sebesar nilai bruto di sisi debet dan sebesar nilai potongan (jika ada) di sisi kredit. Dibukukan pada Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu UP sebesar nilai netto di sisi debit. Surat Perintah Membayar Penggantian Uang Persediaan (SPM-GUP) yang telah diterbitkan SP2D nya sebagai sarana pengisian kembali / revolving UP dibukukan sebagai berikut : Dibukukan pada BKU sebesar nilai bruto di sisi debet dan sebesar nilai potongan (jika ada) di sisi kredit. Dibukukan pada Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu UP sebesar nilai netto di sisi debit. SPM-GUP Nihil dan atau SPM-PTUP yang dinyatakan sah merupakan dokumen sumber sebagai bukti pengesahan belanja yang menggunakan UP / Tambahan UP (TUP) dan dibukukan oleh Bendahara Pengeluaran sebesar nilai bruto di sisi debet dan sisi kredit (in-out) pada BKU, dan dibukukan di kolom Sudah Disahkan pada Posisi UP pada Buku Pengawasan Anggaran Belanja. Pembukuan kuitansi bukti pembayaran dan faktur pajak diatur sebagai berikut : Dibukukan sebesar nilai bruto di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu UP, dan dicatat di sisi Bukti Pengeluaran pada Posisi UP pada Buku Pengawasan Anggaran Belanja sesuai akun terkait. Dibukukan sebesar nilai faktur pajak Surat Setoran Pajak (SSP) di sisi debet pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Pajak. Pembukuan SSBP dan SSP dilaksanakan sebagai berikut : SSBP penyetoran sisa UP dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu UP. SSP pembayaran pajak dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Pajak. SPM / SP2D Ls Bendahara dibukukan sebagai berikut : Dibukukan sebesar nilai bruto di sisi debet pada BKU dan dicatat di kolom Sudah Disahkan pada Posisi UP pada Buku Pengawasan Anggaran Belanja sesuai kode akun berkenaan. Dibukukan sebesar nilai potongan di sisi kredit pada BKU. Dibukukan sebesar nilai netto di sisi debet pada Buku Pembantu Kas dan Buku Pembantu LS Bendahara. Pembukuan atas bukti pembayaran dan SSPB / SSBP dari Ls Bendahara dilakukan sebagai berikut : Dibukukan sebesar tanda terima bukti pembayaran di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS Bendahara. SSPB / SSBP yang dinyatakan sah, dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu LS Bendahara. Dalam hal SPM-LS Bendahara tidak terdapat potongan pajak pihak terbayar, Bendahara Pengeluaran wajib melakukan pemotongan pajak dimaksud pada saat pelaksanaan pembayaran. Pembukuan dilakukan sebagai berikut: Dibukukan sebesar nilai potongan pajak/ SSP dibukukan di sisi debet pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Pajak. Saat dilakukan penyetoran dengan menggunakan SSP yang dinyatakan sah maka dibukukan di sisi kredit pada BKU, Buku Pembantu Kas, dan Buku Pembantu Pajak. Demikian Artikel tentang PEMBUKUAN PENGELUARAN BAGI BENDAHARA BADAN LAYANAN UMUM. Semoga dapat Bermanfaat dan berguna. Trimakasih

ANALISIS LAYANAN KEUANGAN DALAM PENILAIAN KINERJA KEUANGAN

ANALISIS LAYANAN KEUANGAN DALAM PENILAIAN KINERJA KEUANGAN -Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif maupun kualitatif untuk dapat menggambarkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan organisasi, baik pada tahap perencanaaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai. Kinerja keuangan adalah gambar setiap hasil ekonomi yang mampu diraih oleh perusahaan perbankan pada periode tertentu melalui aktivitas - aktivitas perusahaan untuk menghasilkan keuntungan secara efisien dan efektif yang dapat diukur perkembangannya dengan mengadakan analisis terhadap data keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Setiap perusahaan mempunyai kinerja yang berbeda - beda sesuai dengan kemampuan dari setiap komponen yang ada pada perusahaan dalam menunjukkan prestasi kerjanya. Kinerja merupakan aktivitas dari setiap organisasi atau perusahaan selama periode tertentu. Kinerja ini perlu untuk diukur dan dinilai agar setiap perusahaan mengetahui keadaan yang lebih akurat tentang perusahaannya.. Penilaian kinerja dapat digunakan untuk menekan perilaku yang tidak semestinya dan dapat merangsang serta menegakkan perilaku yang semestinya diinginkan melalui umpan balik hasil kinerja pada waktunya memberikan penghargaan, baik yang bersifat intrinsik maupun ekstrinsik. Adanya penilaian kinerja mengakibatkan manajemen puncak dapat memperoleh dasar yang obyektif untuk memberikan kompensasi sesuai dengan prestasi yang disumbangkan masing - masing pusat pertanggungjawaban kepada perusahaan secara keseluruhan. Semua ini dapat diharapkan dapat memberikan motivasi dan rangsangan pada masing-masing bagian untuk bekerja lebih efektif dan efisien. Penilaian kinerja keuangan  merupakan  salah  satu  cara  yang  dapat  dilakukan  oleh  pihak  manajemen  agar  dapat memenuhi kewajibannya terhadap para penyandang dana dan juga untuk  mencapai tujuan  yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Cara untuk mengetahui baik buruknya kinerja keuangan dalam suatu  perusahaan  dapat  diketahui  dengan  cara  menganalisis  suatu  laporan  keuangan. Ada beberapa teknik yang biasanya digunakan dalam melakukan analisis, dimana salah satunya adalah  analisis  rasio. Analisis rasio merupakan salah satu teknik analisis  yang  dapat  memberikan  petunjuk  yang  menggambarkan  kondisi  keuangan  perusahaan antara  variable-variabel  yang  bersangkutan  dan  dipakai  sebagai  dasar  untuk  menilai  kondisi tertentu. Analisis  rasio  merupakan  metode  analisis  yang  sering  dipakai  karena  merupakan metode  yang  paling  cepat  untuk  mengetahui  kinerja  keuangan  suatu  perusahaan. Demikian Artikel tentang ANALISIS LAYANAN KEUANGAN DALAM PENILAIAN KINERJA KEUANGAN. Semoga artikel ini bermanfaat dan berguna. Terimkasih

PENERAPAN PPK BLUD PADA UPTD BIDANG PLP (PENGOLAHAN PERSAMPAHAN DAN/ATAU AIR LIMBAH DOMESTIK)

PENERAPAN PPK BLUD PADA UPTD BIDANG PLP (PENGOLAHAN PERSAMPAHAN DAN/ATAU AIR LIMBAH DOMESTIK) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 68 dan pasal 69 menjadi awal penerapan Pengelolaan keuangan BLUD. Kedua pasal ini mengatur bahwa instansi pemerintah yang memiliki tugas pokok dan fungsi dalam memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Fleksibilitas tersebut diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Hal ini didukung pula dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah. Prinsip yang tertuang dalam undang-undang tersebut menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLUD. Melalui pola pengelolaan keuangan BLUD inilah diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Pengelolaan dan pengembangan sistem persampahan atau air limbah domestik merupakan tanggung jawab pemerintah guna menjamin agar setiap orang dapat terlayani akses sanitasi yang layak. Untuk memastikan pelayanan persampahan dan/atau air limbah domestik domestic berjalan dengan baik, salah satunya adalah mendorong Unit Pelaksana Teknis pada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disebut SKPD yang secara operasional memberikan layanan pengelolaan persampahan atau air limbah domestik, dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah melalui Kepala SKPD untuk ditetapkan sebagai BLUD. Untuk mendapatkan status pengelolaan BLUD, UPTD harus memenuhi persyaratan substantif, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif, sebagaimana diatur dalam Permendagri No.79 Tahun 2018. UPTD pengelola bidang PLP (meliputi persampahan atau air limbah domestik) menyelenggarakan layanan yang berhubungan dengan penyediaan barang/jasa. Hal tersebut secara substantif telah memenuhi salah satu persyaratan pengajuan penerapan PPK-BLUD. Adapun persyaratan teknis dan administratif yang harus dipenuhi adalah sama seperti UPTD lainnya yang akan menerapkan PPK-BLUD yaitu:   PERSYARATAN TEKNIS Memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efi­sien dan produktif Memiliki spesi­kasi teknis yang langsung dengan layanan publik Terjadinya peningkatan pendapatan dan efisie­nsi dalam membiayai pengeluaran   PERSYARATAN ADMINISTRATIF Terpenuhi apabila UPTD pengusul membuat dan menyampaikan dokumen Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja, Pola Tata Kelola Rencana Strategis Bisnis (Renstra) Standar Pelayanan Minimal Laporan Keuangan atau Prognosis/Proyeksi Keuangan, dan Laporan Adudit Terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Demikian Artikel tentang PENERAPAN PPK BLUD PADA UPTD BIDANG PLP (PENGOLAHAN PERSAMPAHAN DAN/ATAU AIR LIMBAH DOMESTIK). Semoga artikel ini bermanfaat dan berguna. Terima Kasih.   Sumber: BUKU 3 PENERAPAN PPK BLUD PADA UPTD BIDANG PLP 2017, DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA & DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PEMUKIMAN

Jumlah Viewers: 1081