Artikel BLUD.id

Pemotongan PPH Pasal 21 Bendahara Pemerintah

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau PPh Pasal 21 adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya sehubungan dengan pekerjaan/jasa/kegiatan wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21. Pembayaran Penghasilan yang wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh bendahara pemerintah antara lain adalah pembayaran atas gaji, tunjangan, honorarium, upah, uang makan dan pembayaran lainnya (tidak termasuk pembayaran biaya perjalanan dinas), baik kepada pegawai maupun bukan pegawai. Berikut skema pemotongan PPh Pasal 21 oleh bendahara: Catatan: apabila penerima penghasilan adalah selain Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI dan pensiunannya, pemotongan PPh Pasal 21 mengacu pada ketentuan umum pemotongan PPh Pasal 21. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 adalah: Pasal 21 Undang-undang PPh; Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2010; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010; Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009.

Pemungutan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 22

Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atau PPh Pasal 22 dilakukan sehubungan dengan pembayaran atas pembelian barang seperti: komputer, meubeler, mobil dinas, ATK dan barang lainnya oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak penyedia barang. Pemungutan Pajak Penghasilan dalam Pasal 22 dilakukan oleh: Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP); Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS). Rumus Besarnya PPh Pasal 22 yang wajib dipungut sebagai berikut: 1,5% x harga beli (tidak termasuk PPN)   Pemungutan Pajak Penghasilan dalam Pasal 22 atas belanja barang tidak dilakukan apabila: pembelian barang dengan nilai maksimal pembelian Rp2.000.000,00 dengan tidak dipecah pecah dalam beberapa faktur; pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan benda-benda pos; dan Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Adapun peraturan terkait pelaksanaan pemungutan PPh Pasal 22 adalah: Pasal 22 Undang-Undang PPh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010; Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2011.   Sumber : Mahir Pajak Bendahara pemerintah

Pemotongan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 23

Pemotongan Pajak Penghasilan (Pph) Pasal 23 atau PPh Pasal 23 adalah cara pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang dibayarkan oleh bendahara kepada pihak lain. Penghasilan yang dibayarkan tersebut antara lain : Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, royalti, hadiah/penghargaan. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan dan jasa lain. Jasa lain yang dimaksud yaitu yang menjadi objek pemotongan pajak penghasilan Pasal 23. Adapun jasa yang termasuk dalam Pph antara lain, Jasa: Penilai (appraisal); Aktuaris; Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; Perancang (design); Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; Penebangan hutan; Pengolahan limbah; Penyedia tenaga kerja (outsourcing services) Perantara dan/atau keagenan; Kustodian/penyimpanan/penitipan,kecuali yang dilakukan oleh KSEI; Sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Perawatan/perbaikan/ pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/ kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; Maklon; Penyelenggara kegiatan atau event organizer; Pengepakan; Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; Pembasmian hama; Kebersihan atau cleaning service; Catering atau tata boga.   Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 23 adalah: Pasal 23 Undang-Undang PPh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008

Prinsip Teaching Factory SMK

Prinsip Teaching Factory SMK. Pembelajaran teaching factory adalah model pembelajaran di SMK yang berbasis produksi atau jasa yang mengacu pada standar dan prosedur yang berlaku di industri. Selain itu, model pembelajaran juga dilaksanakan dalam suasana seperti yang terjadi di industri. Dalam menjalankan model tersebut, tentunya SMK juga harus menerapkan prinsip teaching factory. Adapun Prinsip Teaching Factory di SMK, antara lain : Perangkat pembelajaran dirancang berbasis produk/jasa sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umumnya. Siswa terlibat sepenuhnya secara langsung dalam proses pembelajaran berbasis produksi. Hal ini dimaksudkan agar kompetensi siswa terbangun melalui pengalaman pribadi dalam membuat, mengerjakan dan atau menyelesaikan produk/jasa berdasarkan standar. Selain itu, siswa juga diharapkan mampu mengetahui dan menerapkan aturan dan norma-norma kerja di DUDI. Sesuai dengan tingkatannya, perangkat pembelajaran dirancang dengan berorientasi pada pembuatan produk/jasa sesuai faktor psikologi peserta didiknya (CBT – PBT). Hal ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan kompetensi, meningkatkan kesiapan kerja dan membangung karakter kerja serta peserta didik sesuai kebutuhan DUDI. Sertifikasi kompetensi siswa dapat atau dimungkinkan dirterbitkan disetiap tingkatan kompetensinya sesuai dengan produk/jasa yang telah diselesaikan. Fungsi dan keberadaan semua sumber daya sekolah dari fasilitas, tenaga pengajar, staff, bahan dan tatakelola dikondisikan/difungsikan untuk membangun lingkungan dan suasana DUDI atau tempat kerja/usaha yang sebenarnya. Pelaksanaan kegiatan produksi atau layanan jasa bersifat nirlaba/non-profit karena merupakan bagian dari proses pembelajaran TeFa yang dilakukan oleh siswa. Pemanfaatan produk/jasa pembelajaran berbasis TeFa dilakukan sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.

Latar Belakang TEFA di SMK

Latar belakang mengapa SMK menerapkan tefa berasal dari beberapa permasalahan.  Latar belakang Tefa di SMK, salah satunya karena adanya asset SMK yang belum digunakan secara maksimal. Selain itu, banyaknya media belajar atau produk yang terpaksa menumpuk digudang (dibuang begitu saja) dan beberapa SMK mempunyai pengalaman permasalahan audit dan hukum. Hal ini mampu membuat banyak SMK yang menerapkan system paling aman yaitu dengan tidak menerapkan TEFA Tefa menurut pp no 41/2015 adalah sarana produksi yang dioperasikan berdasarkan prosedur dan standar bekerja yang sesungguhnya untuk menghasilkan produk sesuai dengan kondisi nyata di dunia industry dan tidak berorientasi mencari keuntungan. Sedangkan, Tefa menurut permendikbut no 34/2018 adalah model pembelajaran yang bernuansa industry melalui sinergi SMK/MAK dengan dunia industry untuk menghasilkan lulusan yang kompeten sesuai dengan kebutuhan pasar. Beberapa bentuk penerapan tefa di SMK diantaranya  penempatan siswa di industry melalui program kerja lapangan. Disamping itu, industry juga dapat mengembangkan proses produksi di SMK dengan system kurikulum berbasis industry. Dasar hukum dalam penerapat TEFA di SMK terdapat dalam instruksi Presiden No. 09 Tahun 2016.  Pada tahun 2018 mendikbud telah mendorong smk untuk menerapkan BLUD. Mengapa SMKN di wajibkan menerapkan BLUD? Karena BLUD merupakan langkah strategis dalam rangka memberikan payung hukum kepada SMK agar dapat menjalankan unit produksi, tefa, dan usaha usaha lainnya yang selama ini menjadi sarana meningkatkan kompetensi siswa secara realistis. BLUD menjadi strategi alternative untuk memayungi secara hukum kegiatan tefa yang diterapkan oleh smk. Ada payung hukum yang jelas dan pelaksanaan yang jelas, jadi tidak perlu khawatir lagi terhadap penerapan BLUD SMK. BLUD yang di terapkan SMK bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat memalui peningkatan kompetensi siswanya. Dalam penerapan BLUD perlu adanya persiapan dan komitmen dari pihak pihak terkait khususnya pemerintah daerah. Tefa yang utama adalah meningkatkan kompetensi siswa dan guru.  PenerapanTEFA juga perlu memperhatikan peningkatan kompetensi siswa.  Oleh karena itu, pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing lulusannya

TEACHING FACTORY DI SMK

Teaching factory (TEFA) di SMK, salah satunya bertujuan untuk meningkatkan kompetensi siswa. Peningkatan kompetensi didapatkan dengan jalan mengikutsertakan siswa dalam kegiatan teaching factory. Salah satunya dengan menerapkan sekolah berbasis produksi dimana para siswa diharuskan menghasilkan sebuah produk yang memiliki nilai jual. Desain produk yang akan dihasilkan akan dibuat oleh guru berdasarkan pesanan dari konsumen ataupun berupa produk massal.  Selanjutnya, produk tersebut akan dipasarkan oleh tim pemasaran yang ada di sekolah. Oleh karena itu, teaching factory di SMK sangat bagus diterapkan untuk para siswa. Siswa  juga akan dituntut untuk selalu menghasilkan barang yang memenuhi kriteria standar tertentu pada saat praktik. Jika siswa belum berhasil memenuhi standar yang telah ditetapkan, siswa diharuskan untuk mengganti barang yang dibuat diluar jam pelajaran. Pada saat praktik, prinsip yang diterapkan ialah 1 siswa 1 mesin. Setiap 5 orang siswa akan disupervisi oleh 1 orang instruktur. Dengan demikian kegiatan praktik yang dilakukan dapat berjalan dengan optimal untuk meningkatkan ketrampilan siswa. Selain untuk meningkatkan kompetensi siswa, teaching factory juga bertujuan untuk meningkatkan jiwa kewirausahaan siswa. Lulusan SMK perlu untuk dibekali dengan kemampuan berwirausaha karena tidak semua lulusan SMK dapat terserap oleh industry. Disisi lain, peningkatan jumlah lulusan yang dihasilkan dengan ketersediaan lapangan kerja juga masih belum berimbang. Kegiatan teaching factory juga dapat berkontribusi terhadap peningkatan jiwa kewirausahaan siswa, jika kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kompetensi yang dipelajari. Selain itu, kegiatan yang dilakukan juga akan lebih berkontribusi positif jika melibatkan siswa mulai dari proses perencanaan, produksi, sampai dengan pemasaran. Pelibatan siswa mulai dari proses perencanaan, produksi, sampai dengan pemasaran diperlukan untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa dalam berwirausaha.

Jumlah Viewers: 1076