Artikel BLUD.id

Syarat untuk Menjadi BLUD

Apa saja syarat untuk menjadi BLUD ? Apa saja yang harus dipersiapkan dan bagaimana alurnya ? silahkan baca artikel dibawah ini UPT Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) harus memenuhi persyaratan sesuai Permendagri No 79 Tahun 2018 pasal 29. Syarat untuk menjadi BLUD meliputi persyaratan substantif, teknis, dan administratif. Untuk penjelasan selengkapnya simak ulasan di bawah ini Persyaratan Substantif Persyaratan ini akan terpenuhi apabila tugas dan fungsi UPT Dinas/Badan Daerah bersifat operasional dalam menyelenggarakan layanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik. Layanan umum sebagaimana dirnaksud berhubungan dengan: Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum selain penyediaan jasa layanan umum yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi perizinan tertentu dan perizinan Pengelolaan dana khusus untuk meningkatkan ekonomi dan/atau layanan kepada masyarakat meliputi dana bergulir untuk usaha mikro, kecil, dan menengah dan/atau dana perumahan Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum antara lain kawasan pengembangan ekonomi terpadu Persyaratan Teknis Persyaratan selanjutnya adalah persyaratan teknis.  Syarat dari persyaratan ini yaitu Karakteristik tugas dan fungsi UPT Dinas/Badan Daerah dalam memberikan pelayanan lebih layak apabila dikelola dengan menerapkan BLUD, sehingga dapat meningkatkan pencapaian target keberhasilan. Kriteria layak yang dimaksud adalah apabila UPT Dinas/Badan Daerah menjadi BLUD maka UPT Dinas/Badan Daerah tersebut memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif serta memiliki spesifikasi teknis yang terkait langsung dengan layanan umum kepada masyarakat. Berpotensi meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan kinerja keuangan apabila dikelola dengan menerapkan BLUD. Kriteria berpotensi tersebut meliputi perkiraan rencana pengembangan yang dilihat, misalnya dari peningkatan/diversifikasi unit layanan, jumlah konsumen dan tingkat kepuasan konsumen serta perhitungan/rencana peningkatan pendapatan dalam beberapa tahun yang akan datang dengan ditetapkannya menjadi BLUD Apabila UPT Dinas/Badan Daerah sudah memenuhi persyaratan teknis, kewenangan untuk memberikan rekomendasi atas penerapan BLUD dilaksanakan oleh kepala SKPD.. Tentunya melalui sekretaris daerah untuk UPT Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD. Persyaratan Administratif Setelah persyaratan substantif dan persyaratan teknis terpenuhi, UPT Dinas/Badan Daerah perlu membuat dan menyampaikan beberapa dokumen untuk memenuhi persyaratan administratif. Dokumen tersebut meliputi: Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja yang ditandatangani oleh Kepala UPT Dinas/Badan Daerah dan diketahui oleh kepala SKPD Pola tata kelola yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah Rencana Strategi (Renstra) yang ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah Laporan keuangan atau prognosis/proyeksi keuangan. Laporan keuangan disusun oleh kepala UPT Dinas/Badan Daerah yang akan menerapkan BLUD. Penyusunan ini sesuai dengan sistem akuntansi yang diterapkan pada pemerintah daerah. Sementara prognosis/proyeksi keuangan berupa laporan realisasi anggaran dan laporan operasional disusun oleh UPT Dinas/Badan Daerah yang baru dibentuk dan akan menerapkan BLUD sesuai dengan sistem perencanaan dan penganggaran yang diterapkan oleh pemerintah daerah Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah Setelah persyaratan terpenuhi, Kepala UPT Dinas/Badan Daerah selanjutnya mengajukan permohonan penerapan ke kepala SKPD. Pengajuan ini dengan melampirkan dokumen persyaratan administratif. Kepala SKPD kemudian mengajukan permohonan kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah. Ringkasan mengenai tahapan dan persyaratan menjadi BLUD dirangkumkan dalam diagram proses berikut: Tahapan penilaian untuk persyaratan menjadi BLUD akan kami lanjutkan di artikel setelah ini. Stay tune! 😉 Sumber: Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1213).

MENGAPA HARUS MENJADI BLUD?

Artikel kali ini akan membahasa mengenai  mengapa harus menjadi BLUD ? LATAR BELAKANG MENGAPA HARUS MENJADI BLUD? Reformasi keuangan negara yang telah dimulai dari tahun 2003 mengamanatkan pergeseran sistem pengganggaran dari pendekatan tradisional menjadi penganggaran dengan pendekatan yang berbasis kinerja. Hal ini bertujuan agar penggunaan dana pemerintah berorientasi pada output bahkan memungkinkan sampai outcome. Perubahan ini sangat penting mengingat kebutuhan layanan publik memerlukan dana yang makin tinggi. Disisi lain sumber daya pemerintah terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut pemerintah membuat trobosan dengan mewirausahakan pemerintah (enterprising the government) sebagai transformasi paradigma baru untuk mendorong peningkatan pelayanan oleh pemerintah. Pada kenyataannya kondisi pelayanan publik yang diberikan oleh penyelenggara negara dirasa belum memuaskan masyarakat. Contohnya pelayanan yang terkesan lamban, prosedur yang berbelit-belit, adanya diskriminasi pelayanan. Akan tetapi, ketika masyarakat yang bersangkutan mempunyai jabatan atau uang, maka proses akan cepat dilayani. Sedangkan jika  masyarakat biasa (miskin) di nomor duakan. Selain itu kurangnya transparansi terkait dengan administrasi dan keuangan. Contohnya katanya gratis tetapi kenyataan di lapangan masih harus bayar, kinerja aparatur yang belum baik, waktu penyelesaian pemberian pelayanan yang tidak jelas, dan praktik pungli yang memberikan citra negatif terhadap penyelenggara pelayanan di mata masyarakat. Sehingga akan berdampak pada rendahnya daya saing bangsa dan juga pertumbuhan ekonomi nasional. LANDASAN HADIRNYA BLUD Penganggaran berbasis kinerja dituangkan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU 17/2003), sedangkan Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004) khususnya pada pasal 68 dan 69 memberikan arahan baru bahwa instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan mengutamakan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua undang-undang tersebut menjadi dasar instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan BLU dan BLUD. Konsep ini sebagai perwujudan dari konsep wirausaha pemerintah yang telah dijelaskan sebelumnya. Keduanya diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik. Tentunya demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. LEMBAGA YANG DAPAT MENJADI BLUD Terdapat tiga jenis lembaga di pemerintah daerah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, yaitu: Public goods, yaitu pelayanan yang diberikan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan operasional seluruhnya dengan APBD. Bersifat tidak mencari keuntungan (non profit); Quasi Public Goods, yaitu perangkat daerah yang dalam operasionalnya sebagian dari APBD dan sebagian lagi dari hasil jasa layanan.  Sifatnya tidak semata-mata mencari keuntungan (not for profit); dan Private Goods, yaitu lembaga milik pemerintah daerah yang biaya operasionalnya seluruhnya berasal dari hasil jasa layanan (seperti BUMD, Perusahaan daerah). Bersifat mencari keuntungan (profit oriented).  Konsep pendanaan ke depan bagi perangkat daerah yang bersifat quasi public goods adalah lembaga tersebut diberi kemudahan dalam pengelolaan keuangannya. Khususnya yang berasal dari jasa layanan, dengan konsekuensi lambat laun pendanaan yang bersumber dari APBD presentasenya semakin dikurangi. Sehingga diharapkan dikemudian hari bisa mandiri. Alokasi anggaran berasal dari APBD yang selama ini dipergunakan untuk membiayai perangkat daerah dialihkan untuk membiayai perangkat daerah yang bersifat public goods. Misalnya untuk pembangunan sekolahan, menambah kesejahteraan guru (kaitannya dengan mencerdaskan kehidupan bangsa), membangun jalan, irigasi (kaitannya dengan meningkatkan kesejahteraan masyarakat). Sehingga ke depan APBD hanya fokus untuk digunakan pada pelayanan masyarakat yang bersifat public goods. Agar quasi public goods maupun public goods bisa memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat dengan salah satunya menggunakan dana yang bersumber dari APBN, maka perangkat daerah perlu menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) pada perangkat daerah yang secara operasional memberikan pelayanan langsung pada masyarakat. LANDASAN HUKUM BLUD Pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah, disebutkan bahwa BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya. Dari pengertian tersebut, SKPD atau Unit Kerja dapat disebut BLUD jika SKPD atau Unit Kerja sudah menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK-BLUD). Hal ini untuk menepis adanya pemahaman bahwa BLUD merupakan suatu “kelembagaan”, padahal hanya merupakan sistem saja. Maka dari itu, jika ingin menerapkan PPK-BLUD “lembaganya harus ada terlebih dahulu”. Pengaturan kelembagaan di daerah berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 tentang Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan penjelasan tersebut, semakin terlihat bahwa manfaat BLUD adalah mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Selain itu regulasi tersebut khususnya Permendagri 79/2018 juga mengatur mengenai sumber daya, penganggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan dan pertanggungjawaban yang berupa laporan keuangan. Untuk lebih memperjelas pengelolaan keuangan BLUD,  pemerintah daerah perlu diberikan pedoman yang lebih teknis melalui pedoman pengelolaan keuangan BLUD. Hal ini bertujuan agar ada persamaan persepsi di antara pembina dan pengawas BLUD dengan sumber daya manusia BLUD. BLUD SEKARANG Sejak ditetapkannya Permendagri 61/2007 sampai digantikan dengan Permendagri 79/2018, sudah ada beberapa unit kerja pada pemda yang tugas dan fungsinya memberikan pelayanan langsung pada masyarakat telah menerapkan BLUD. Pelayanan tersebut antara lain berkaitan dengan bidang kesehatan, pendidikan, pariwisata, air minum, pengelolaan kawasan, dan pengelolaan dana khusus. Dari beberapa jenis pelayanan tersebut, pelayanan bidang kesehatan yang paling banyak menerapkan BLUD. Hal tersebut sejalan dengan amanat dalam pasal 6 ayat 1 permendagri 61/2007 dan pasal 31 ayat 1 permendagri 79/2018 yang menyatakan bahwa penerapan BLUD diutamakan pada pelayanan kesehatan. Disamping itu, dalam Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU 44/2009) khususnya pasal 7 ayat 3 dan pasal 20 ayat 3 juga diamanatkan bahwa Rumah Sakit milik pemerintah dan pemda wajib dikelola melalui pola pengelolaan keuangan badan layanan umum. Lalu bagaimana jika ingin menerapkan BLUD? cara dan syarat untuk menjadi BLUD akan dibahas pada artikel selanjutnya. See you on the next article 😊 Sumber: http://blud-mulyono.blogspot.com/, UU 17/2003, UU 1/2004, Permendagri 79/2018, PP 41/2007, Permendagri 57/2007, Permendagri 61/2007, UU 44/2009.    [wpdm_package id='14369']

Keterkaitan SPM dan Renstra pada BLUD

Artikel kali ini akan membahas mengenai Keterkaitan SPM dan Renstra pada BLUD. Mengapa kita harus membahas mengenai ini ? Karena, keterkaitan antara dokumen Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Rencana Strategi Bisnis (RSB) pada BLUD harus dipahami agar relevan. Keterkaitan kedua dokumen tersebut harus dipahami dalam melakukan penyusunannya. Hal ini dikarenakan kedua dokumen tersebut saling berkaitan satu sama lain dan saling berkesinambungan.  Bagaimana Keterkaitan SPM dan Renstra pada BLUD ? Syarat administratif dalam pengajuan sebagai BLUD diantaranya adalah menyusun dokumen SPM dan RSB. Dokumen SPM adalah dokumen yang berisi daftar indikator standar pelayanan minimal yang harus diberikan BLUD kepada masyarakat untuk mencapai tujuan tertentu. Dokumen RSB adalah dokumen yang berisi rencana startegi bisnis BLUD selama lima tahun kedepan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal yang perlu digarisbawahi adalah kedua dokumen tersebut disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk itu hal pertama yang menghubungkan SPM dan RSB adalah harus relevan untuk mencapai tujuan yang sama. Tujuan BLUD terangkum dalam visi, misi dan tujuan BLUD. Hal inilah yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan dokumen SPM dan RSB sehingga akan saling bersinergi. BLUD secara umum bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengutamakan keuntungan. Tujuan tersebut perlu dibuat visi, misi dan tujuan BLUD yang akan tertuang dalam dokumen RSB. Untuk mencapai tujuan tersebut, BLUD harus membuat indikator standar pelayanan minimal yang harus dilakukan untuk meningkatkan pelayanan demi tercapainya tujuan BLUD. Didalam indikator SPM yang dibuat juga dicantumkan target pencapaian dan atau peningkatan SPM yang akan dicapai selama lima tahun kedepan. Target pencapaian dan atau peningkatan SPM selama lima tahun kedepan ini yang dijadikan acuan BLUD dalam menyusun rencana strategi bisnis. Penyusunan Renstra Setelah sebelumnya melakukan diagnonis organisasi untuk menganalisis kemampuan BLUD dengan membandingkan kelebihan dan kelemahan menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui posisi strategis organisasi, selanjutnya adalah menyusun strategi. Strategi yang disusun adalah strategi lima tahunan untuk mencapai tujuan BLUD yang sebelumnya sudah diterjemahkan dalam SPM. Jadi strategi yang disusun adalah strategi untuk melaksanakan dan untuk mencapai target SPM yang telah dibuat. Karena SPM dan RSB memiliki tujuan yang sama. Dapat disimpulkan bahwa langkah awal yang harus dilakukan adalah menyusun SPM BLUD sesuai dengan bidangnya. Kemudian membuat target pencapaian dan atau perencanaan SPM selama lima tahun kedepan yang kemudian diterjemahkan dalam strategi yang tercantum di dokumen RSB. Inilah poin penting keterkaitan antara dokumen SPM dan RS

SATUAN PENGAWAS INTERNAL BLUD

Pada Artikel kali ini kita akan membahas mengenai Satuan pengawas internal BLUD. Bagaimana penjelasan selanjutnya, mari kita simak penjelasan dibawah ini. Satuan pengawas internal adalah perangkat BLUD yang bertugas melakukan pengawasan dan pengendalian internal dalam rangka membantu pimpinan BLUD untuk meningkatkan kinerja peiayanan, keuangan dan pengaruh lingkungan sosial sekitarnya (socialresponsibility) dalam menyelenggarakan bisnis sehat. Pengawasan operasional BLUD dilakukan oleh pengawas internal. Pengawas internal dilaksanakan oleh internal auditor yang berkedudukan langsung di bawah pemimpin BLUD. Pengawas internal dapat dibentuk dengan mempertimbangkan: Keseimbangan antara bermanfaat dan beban; Kompleksitas manajemen Volume dan/atau jangkauan pelayanan. Internal auditor bersama-sama jajaran manajemen BLUD menciptakan dan meningkatkan pengendalian internal BLUD. Fungsi pengendalian internal BLUD membantu manajemen BLUD dalam hal: Pengamanan harta kekayaan Maksud dari tujuan ini adalah melindungi  harta kekayaan organisasi dari kerugian  yang disebabkan oleh kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam transaksi penanganan harta organisasi. Kesalahan yang tidak disengaja misalnya penulisan jumlah pendapatan yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya sedangkan kesalahan yang disengaja misalnya penggelapan harta milik organisasi  yang biasanya disertai pemalsuan pencatatan.      2. Menciptakan akurasi sistem informasi keuangan Maksud  dari tujuan ini adalah bahwa data akuntansi yang teliti dan andal sangat diperlukan  oleh organisasi karena mencerminkan keadaan organisasi yang sebenarnya dan mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh manajemen     3. Menciptakan efisiensi dan produktivitas Maksudnya adalah bahwa dalam setiap melakukan kegiatan harus mempertimbangkan  faktor efisiensi, apabila ada kegiatan yang kurang efisien maka manajemen harus memperhatikan dan mencari penyebab dari ketidak efisienan   kegiatan tersebut, dengan menemukan penyebab ketidak efisienan maka akan dapat dicarikan jalan keluar  untuk perbaikan. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan dapat berjalan secara efisien.    4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen dalam penerapan praktek bisnis yang sehat Artinya dalam setiap melakukan kegiatan harus selalu berpegang teguh pada kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dilakukan oleh manajemen. Menurut tujuannya  Mulyadi (2001:163) menyebutkan: Sistem pengendalian internal dapat dibagi menjadi dua macam, pengendalian internal akuntansi (accounting control ), dan pengendalian internal administratif ( administrative control ). Pengendalian internal akuntansi meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, sehingga dapat menjamin kekayaan organisasi dan menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipercaya. Pengendalian internal adminitratif meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan dipatuhinya kebijakan manajemen.

DANA SiLPA PADA BLUD

Pada artikel kali ini kita akan membahas mengenai Dana SiLPA pada BLUD. Sebelum mengetahui apa itu dana SiLPA , mengapa penempatan nilai Input Sumber dana yang berasal dari Jasa Layanan & SiLPA pada Pagu Sumber dana dijadikan satu?. Kenapa setiap Program Kegiatan yang ada pada Program BLUD dipisahkan, antara Program Kegiatan dari BLUD & Program Kegiatan dari BLUD SiLPA?. Pertanyaan diatas merupakan pertanyaan yang sering dilontarkan oleh pengguna Sistem Aplikasi PPK BLUD.  Sebaiknya untuk menjawab pertanyaan diatas mari kita bahas apa itu SiLPA dan bagaimana penggunaannya. Bicara tentang SiLPA akan selalu berhubungan dengan pembiayaan. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pembiayaan untuk menutup defisit anggaran sering disebut sebagai penerimaan pembiayaan. Sebaliknya, pembiayaan yang dilakukan untuk memanfaatkan surplus disebut dengan pengeluaran pembiayaan. Pengertian SiLPA/SIKPA Selisih lebih/kurang antara realisasi pendapatan-LRA dan belanja, serta penerimaan dan pengeluaran pembiayaan dalam APBN/APBD selama satu periode pelaporan  Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBN/APBD selama satu periode pelaporan [PP No. 24 tahun 2005 Lampiran III, IV Pernyataan Sistem Akuntansi Pemerintahan]. Sebelum melanjutkan pembahasan, kita juga harus mengetahui apa perbedaan SiLPA & SILPA. SiLPA (dengan huruf i kecil) adalah Sisa Lebih Perhitungan Anggaran, yaitu selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran.  Sedangkan SILPA (dengan huruf i besar/kapital) adalah Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran Tahun Berkenan, yaitu selisih antara surplus/defisit anggaran dengan pembiayaan netto. Dalam penyusunan APBD angka SILPA ini seharusnya sama dengan nol. Artinya bahwa penerimaan pembiayaan harus dapat menutup defisit anggaran yang terjadi. Jika angka SILPA-nya positif berarti bahwa ada pembiayaan netto setelah dikurangi dengan defisit anggaran, masih tersisa. Jika angka SILPA-nya negatif berarti bahwa pembiayaan netto belum dapat menutup defisit anggaran yang terjadi. Untuk itu perlu dicari jalan keluarnya Penggunaan Dana SiLPA pada BLUD Permendagri 13 Tahun 2006. Pasal 137 menyatakan: Sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang digunakan untuk: menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja. mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung. mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Kembali ke pembahasan kita diatas, kenapa kita memisah antara penggunaan dana dari Jasa Layanan BLUD & SiLPA karena penggunaan SiLPA perlu ijin dari pemilik BLUD dan penjelasan untuk apa saja dana SiLPA tersebut dan harus dilaporkan tersendiri di SAL. Jika realisasi di sistem tidak dipisah maka tidak dapat membuat laporan tersebut.

MEKANISME UANG PANJAR PADA BLUD

Mekanisme uang panjar pada BLUD merupakan pencatatan perpindahan kas yang hanya perlu menjadi urusan internal BLUD. Pencatatan uang panjar di BLUD tidak masuk dalam pelaporan maupun pertanggungjawaban keuangan yang wajib dilaporkan BLUD setiap bulan, triwulan, semester maupun tahunan. Sesuai dengan yang disebutkan dalam Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 Pasal 118 bahwa laporan keuangan yang harus disajikan oleh BLUD terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sedangkan laporan yang dilaporkan selambat-lambatnya triwulan sekali adalah laporan pertanggungjawaban pendapatan dan biaya BLUD. Hal yang perlu dilampirkan dalam pelaporan SPTJ Pendapatan dan Biaya ini cukup dengan BKU Penerimaan dan BKU Pengeluaran. BKU penerimaan dan pengeluaran BLUD berisi rincian transaksi penerimaan dan pengeluaran BLUD. BKU penerimaan berisi pencatatan setiap kas masuk melalui bendahara penerimaan yang bisa diakui sebagai pendapatan BLUD. Sedangkan BKU Pengeluaran berisi pencatatan setiap kas keluar dari bendahara pengeluaran yang digunakan untuk pengeluaran biaya BLUD. MEKANISME UANG PANJAR PADA BLUD Berdasarkan penjelasan diatas maka untuk mekanisme uang panjar atau uang muka yang ada di dalam BLUD tidak perlu menjadi laporan pertanggungjawaban BLUD. Namun hanya perlu menjadi pencatatan internal BLUD saja. Mekanisme uang panjar atau uang muka pada BLUD adalah ketika bendahara pengeluaran memberikan sejumlah uang muka belanja kepada petugas PPTK. Perpindahan kas tersebut hanya perlu dicatat pada buku bantu uang muka atau uang panjar. Kemudian petugas PPTK melakukan pembelian barang dan menyerahkan bukti pembelian beserta sisa uang kembali ke bendahara pengeluaran. Hal ini juga hanya perlu dicatat pada buku bantu uang muka atau uang panjar. Yang perlu dicatat dalam BKU Pengeluaran bendahara pengeluaran adalah bukti traksaksi pembelian barang dari PPTK. Dimana ini akan diakui sebagai pengeluaran kas dari BLUD untuk keperluan pengeluaran biaya BLUD. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa yang menjadi penerimaan BLUD adalah segala penerimaan kas di bendahara penerimaan yang merupakan penerimaan pendapatan BLUD. Sedangkan yang menjadi pengeluran BLUD adalah segala pengeluaran kas BLUD yang menjadi tanggungjawab bendahara pengeluaran untuk pengeluaran biaya BLUD. Sehingga pencatatan mutasi kas selain dua hal tersebut diatas dapat dilakukan sebagai pencatatan internal BLUD. Contohnya seperti  pencatatan uang muka atau uang panjar

Jumlah Viewers: 1055