Artikel BLUD.id

PENERAPAN TATA KELOLA PADA BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Pasal 39 dan 40 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 disebutkan bahwa tata kelola memuat beberapa hal antara lain : kelembagaan yang memuat posisi jabatan, pembagian tugas, fungsi, tanggung jawab, hubungan kerja dan wewenang; prosedur kerja yang memuat ketentuan hubungan dan mekanisme kerja antar posisi jabatan dan fungsi; pengelompokan fungsi yang memuat pembagian fungsi pelayanan dan fungsi pendukung sesuai dengan prinsip pengendalian internal untuk efektifitas pencapaian; dan pengelolaan sumber daya manusia yang memuat kebijakan mengenai pengelolaan sumber daya manusia yang berorientasi pada peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Tata kelola yang diterapkan pada Badan Layanan Umum Daerah bertujuan antara lain untuk: memaksimalkan nilai BLUD dengan cara menerapkan prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas dan independensi, agar puskesmas memiliki daya saing yang sehat; mendorong pengelolaan BLUD secara professional, transparan dan efisin, serta memberdayakan fungsi dan peningkatan kemandirian organ BLUD; mendorong agar organ BLUD dalam membuat keputusan dan menjalankan kegiatan senantiasa dilandasi dengan nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran atas adanya tanggungjawab sosial BLUD terhadap stakeholder; serta meningkatkan kontribusi BLUD dalm mendukung kesejahteraan umum masyarakat melalui pelayanan BLUD tersebut.

APA SAJA PERBEDAAN SEBELUM DAN SESUDAH MENERAPKAN POLA PENGELOLAAN KEUANGAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH?

Beberapa perbedaan terkait sebelum dan sesudah menerapkan pola pengelolaan keuangan (PPK) Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) ada beberapa hal diantaranya yaitu : Pendapatan BLUD dapat digunakan sesuai Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tanpa terlebih daulu disetor kepada daerah. Anggaran belanja fleksibel, belanja dapat bertambah atau berkurang dari yang dianggarkan Menyusun anggaran atau yang disebut Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) BLU. Kemudian RBA diklasifikasikan kedalam jenis belanja, yaitu belanja pegawai, barang dan jasa, belanja modal. Setelah mendapatkan nominal total per tiga jenis belanja tersebut baru diajukan sebagai RKAKL.  Anggaran yang dulunya harus menunggu daerah dan setiap pengeluaran harus menunggu otorisasi daerah, apabila telah menjadi BLUD maka dana operasional BLUD terletak di pimpinan sebagai kuasa pengguna anggaran, tidak harus menunggu daerah, Untuk melakukan belanja biasanya akan menunggu pencairan dari daerah, namun setelah menjadi BLUD sudah bisa belanja melalui SiLPA tahun lalu yang boleh langsung digunakan sesuai aturan kepala daerah sehingga pelayanan tidak terkendali oleh anggaran. Terkait dengan pegawai, BLUD dapat mempekerjakan tenaga profesional non PNS selain PNS dan tenaga kontrak. Terkait dengan remunerasi, pejabat pengelola, dewan pengawas dan pegawai BLUD dapat diberikan remunerasi berdasarkan tingkat tanggungjawab dan tuntutan profesionalisme yang diperlukan.   [wpdm_package id='14375']

PERATURAN KEPALA DAERAH UNTUK BLUD MENURUT PERMENDAGRI 79 TAHUN 2018

Dalam keberjalananannya sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), ada beberapa aturan yang harus ditetapkan oleh kepala daerah untuk mendukung BLUD agar dapat memberikan layanan umum secara lebih efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat sejalan dengan Praktek Bisnis Yang Sehat dengan maksud untuk membantu pencapaian tujuan pemerintah daerah yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Adapun peraturan yang perlu dibuat menurut Permendagri 79 Tahun 2018 diantaranya adalah sebagai berikut: Pasal 4 : Peraturan Kepala Daerah tentang Sumber Daya Manusia Pasal 22 : Peraturan Kepala Daerah tentang Pembina dan Pengawas Pasal 24 : Peraturan Kepala Daerah tentang Remunerasi Pasal 38 : Peraturan Kepala Daerah tentang Pola Tata Kelola Pasal 41 : Peraturan Kepala Daerah tentang Renstra Pasal 43 : Peraturan Kepala Daerah tentang Standar Pelayanan Minimal Pasal 64 : Peraturan Kepala Daerah tentang Penyusunan, Penetapan, Perubahan RBA Pasal 73 : Peraturan Kepala Daerah tentang Pelaksanaan Anggaran (Penatausahaan) Pasal 77 : Peraturan Kepala Daerah tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pasal 83 : Peraturan Kepala Daerah tentang Tarif Layanan Pasal 85 : Peraturan Kepala Daerah tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Pasal 87 : Peraturan Kepala Daerah tentang Mekanisme Pengajuan Utang/Pinjaman Pasal 91 : Peraturan Kepala Daerah tentang Tata Cara Kerjasama Pasal 94 : Peraturan Kepala Daerah tentang Pengelolaan Investasi Pasal 96 : Peraturan Kepala Daerah tentang Pengelolaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Pasal 99 : Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi

AUDIT EKSTERNAL BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Audit merupakan proses pengumpulan dan evaluasi bukti tentang informasi untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi dengan kriteria yang berlaku. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 pasal 99 ayat 7 telah menyatakan bahwa Laporan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah akan diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Hal ini sesuai dengan syarat yang telah diajukan sebelum suatu Unit Pelaksana Teknis terbentuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah yaitu pada pernyatan bersecia untuk diaudit oleh pemeriksa eksternal pemerintah. Pemeriksa eksternal pemerintah yang ditunjuk dan bertindak sebagai auditor eksternal ini adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). BPK memiliki kebebasan dan kemandirian dalam ketiga tahap pemeriksaan, yakni perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan hasil pemeriksaan. Adapun kriteria penilaian dan pemberian opini dari auditor eksternal ada tiga yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) .... Menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material.. Wajar Dengan Pengecualian (WDP) .... Menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Tidak Wajar (TW) .... Menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dan cukup, dalam semua hal yang material. Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) Menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan.

PROSES BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Ada dua tahap untuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yaitu pra dan pasca. Pra merupakan tahap dimana suatu Unit Pelaksana Teknis (UPT) akan dibentuk menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) sedangkan pasca merupakan tahap dimana suatu UPT sudah ditetapkan menjadi BLUD. Ada beberapa hal yang harus disiapkan oleh suatu UPT apabila ingin ditetapkan menjadi BLUD yaitu siap meningkatkan kinerja, standar pelayanan minimal, pola tata kelola, rencana strategis, laporan keuangan pokok serta siap diaudit. Keenam hal ini harus dibuat dalam bentuk dokumen tertulis dan dinilai oleh Tim Penilai yang telah dibentuk untuk menentukan apakah UPT tersebut dapat menjadi BLUD atau tidak. Adapun kriteria penilaian bahwa suatu UPT dapat ditetapkan menjadi BLUD adalah apabila memenuhi nilai 80 atau lebih. Hal ini sesuai dengan amanat Menteri Dalam Negeri yang tertulis di SE Mendagri 981/1011/SJ Tahun 2019. Apabila suatu UPT telah berhasil ditetapkan menjadi BLUD maka ada beberapa hal yang harus dipersiapkan untuk pasca BLUD yaitu membuat dokumen Rencana Bisnis dan Anggaran atau yang biasa disingkat dengan RBA. Selain RBA, yang harus dilakukan BLUD adalah menyusun laporan keuangan dengan basis Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kemudian membentuk dewan pengawas dan satuan pengendalian internal dengan ketentuan tertentu, membuat standar operasional (SOP), serta membuat kebijakan terkait remunerasi dan tarif. Beberapa peraturan kepala daerah juga diperlukan untuk menunjang proses pra dan pasca BLUD tersebut.

PERMASALAHAN DAN PEMECAHAN MASALAH DALAM PERSIAPAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

Adanya beberapa unit pelaksana teknis dinas/badan daerah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat namun belum ditetapkan menjadi suatu Badan Layanan Umum Daerah menimbulkan pertanyaan bagi kami mengapa dan bagaimana kendala yang dihadapi. Umumnya, beberapa permasalahan tersebut kami rangkum menjadi empat poin utama diantaranya: kurangnya pemahaman pegawai tentang BLUD; keterbatasan jumlah dan kompetensi pegawai bidang administrasi keuangan terutama untuk unit pelaksana teknis dinas/badan daerah pada bidang kesehatan, contohnya puskesmas; keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah; dan regulasi pendukung pelaksanaan BLUD yang belum tersusun. Adapun beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah: melakukan diklat atau pelatihan terkait pengelolaan BLUD bagi pegawai unit pelaksana teknis dinas/badan daerah, SKPD dan pemerintah daerah terkait bagi kendala kurangnya pemahaman pegawai; melakukan diklat atau pelatihan, mutase, rekrutmen pegawai secara bertahap terkait bagi kenda;a keterbatasan jumlah dan kompetensi pegawai; pegadaan sarana dan prasarana secara bertahap sesuai dengan SPM untuk kendala keterbatasan sarana dan prasarana; serta melengkapi regulasi pendukung pelaksanaan BLUD secara bertahap untuk kendala regulasi yang belum tersusun. Apabila kendala tersebut dapat teratasi dan suatu UPT dinas atau badan daerah akhirnya dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD, diharapkan bahwa hal tersebut tidak hanya sekedar ganti “baju” dengan adanya fleksibilitas namun juga harus dapat memikirkan bagaimana memberikan pelayanan yang baik dan mendorong kultur entrepreneur agar kinerja layanan dapat meningkat.

Jumlah Viewers: 1158